10

4.2K 197 2
                                    

Senang nya lihat jumlah pembaca yg sudah mencapai 1k. Tetap support ya
.
.
.
Ok langsung saja ini next chapternya
.
.
.
Check this out ^-^

____________________________________

Sejak kejadian beberapa waktu lalu, Byan kembali pada sosok aslinya. Dingin, kasar dan tak acuh. Lebih parah lagi, lelaki tampan itu seakan selalu mennjahui Adel saat di apartement. Mulai dari tak mau sarapan bersama di pagi hari sampai pulang tengah malam saat Adel sudah tidur. Seolah ia sedang berusaha menghindari kontak fisik apapun dengan Adel.

Seperti pagi ini. Byan tak menyapa Adel sedikit pun. Padahal beberapa hari yang lalu Byan sudah bersikap cukup baik pada Adel. Kini, sikap dingin nya kembali muncul.

Byan terlihat tergesa-gesa berusaha meninggalkan apartement nya. Adel yang melihat itu sungguh tak tau apa yang harus di lakukannya. Tapi, tanpa sepengetahuan Byan, Adel selalu menaruh kotak makan berisi beberapa masakan dan buah-buahan ke dalam tas kerja suaminya. Ia khawatir melihat kondisi Byan yang sedikit pucat akhir-akhir ini.

"Mas." Baru saja Adel ingin menyapa, Byan sudah melengos pergi meninggalkan dirinya yang mematung. Air mata jatuh dari mata bermanik kecoklatan itu, Adel benar-benar khawatir pada Byan.

Tiba-tiba suara ponsel berdering membuyarkan lamunan wanita yang sedang maenangis menatap kepergian sang suami. Ia segera meraih ponselnya yang berada di atas meja makan.

"Ya, Hallo."

***

[Adel POV]

Siang ini aku berjanji bertemu dengan Lily di caffe samping apartement ku. Biarlah aku melanggar perintah suami untuk tidak keluar rumah tanpa seijin nya sekali ini. Sekarang aku benar-benar butuh seseorang untuk menenangkan pikiran.

Aku sengaja datang lebih cepat dari waktu janjian ku dengan Lily. Kini aku sudah duduk di bangku pojok dengan di temani secangkir teh hijau hangat.

"Hi, Del." Terlihat Lily baru saja datang dengan tampilan kasual nya. Ia segera duduk di kursi depan berhadapan dengan ku.

"Sudah menunggu lama? Maaf tadi jalanan macet." Ucap Lily menaruh tas selempangnya di kursi samping.

Namun, baru saja Lily menaruh tas selempangnya, ia menatap ku dengan tatapan selidik. "Kau menangis? Lihat mata mu sembab."

Ternyata benar saja dugaan ku. Lily pasti akan segera menyadari hal ini. Segera saja aku menggeleng dan berusaha tersenyum lebar.

"Kau mau pesan apa? Biar kau yang traktir." Ujar ku berusaha mengalihkan pembicaraan dan segera menawari Lily makanan yang tersedia di caffe bernuansa vintage ini.

"Nanti saja. Ada apa dengan mu? Apa suami brengsek mu kembali berbuat jahat?" Kilatan kesal sungguh kentara di mata sahabat ku ini kala bertanya dan mengatai mas Byan.

"Tidak. Mas Byan tidak jahat Lily. Jangan mengatai suami ku begitu." Aku berusaha tersenyum lebar menanggapi nada kesal dari Lily.

"Tidak jahat? Lalu apa yang ia lakukan pada mu selama ini bukan termasuk jahat, Begitu?" Lily mulai jengah kelihatannya.

"Tidak. Dia hanya belum bisa menerima ku. Sudah lah, aku menemui mu karena aku masih rindu pada mu Lily. Jadi jangan bahas tentang ini dan segeralah memesan makanan atau minuman." Tanpa mengatakan apa pun akhirnya Lily meraih buku menu yang sudah tersedia di meja kami dengan sedikit kasar.

Bittersweet MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang