6. Makasih

56.8K 5.2K 264
                                    

"Dari kemarin kalian bicarain karma mulu, ntar yang namanya karma marah loh."

***

Aila gelagapan.

"K-kenapa lo mau tau?" Aila berdiri, sembari melangkah mundur menjauh dari Diano.

"Kenapa? Ya, gue mau tau aja." Diano menggaruk tengkuknya.

"G-gue nggak tau." Jawab Aila pelan, kepalanya tertunduk.

"Kok bisa? Masa lo nggak tau lo mati gimana?"

Aila tidak menjawab, ia hanya menatap Diano dengan sorot mata penuh dengan kesedihan, mata gadis itu seakan penuh dengan rasa sakit.

"Gue nggak bisa bilang, maaf." Lalu gadis itu menghilang.

Diano mendudukan dirinya di lantai, mengacak rambutnya frustasi. Ia merasa bersalah pada Aila, sorot mata gadis itu sangat membuatnya bersalah. Jangan tanya padanya bagaimana bisa ia merasa bersalah, karena itu bukan sifatnya sama sekali. Ia yang selalu jahat pada semua mantannya, tanpa peduli rasa sakit yang ditimbulkan karena perkataannya yang pedas dan ketus.

Tapi entah kenapa ia sangat merasa bersalah pada Aila, padahal gadis itu adalah makhluk astral tak kasat mata.

Kring!

Suara alarm membuat Diano bangkit dan masuk ke kamar mandi, memikirkan bagaimana caranya meminta maaf pada hantu perempuan itu.

***

Saat keluar dari kamar mandi, Diano dikejutkan dengan kehadiran Aila yang sedang mengelilingi kamar miliknya.

"Eh, ada Alskar." Gadis--arwah--itu tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa tadi. Dan itu semakin membuat Diano merasa bersalah.

Diano tersenyum kecil. Beruntung saat di kamar mandi dia sudah memakai boxer, kalau tidak.. Tapi seharusnya Diano tidak perlu memusingkannya, toh yang melihatnya hantu.

Aila mengikuti setiap gerak-gerik Diano, 15 menit kemudian laki-laki itu sudah selesai dengan semua seraganya, sepatu pun sudah dipakainya.

Diano menyemprotkan parfum ke seluruh badannya, lalu merapikan sedikit rambutnya.

Diano berjalan keluar dan Aila tentu mengikutinya. Selama Diano sarapan, Aila berjalan mengelilingi rumah besar milik keluarga Dirgantara. Ukurannya memang tidak sebesar istana, namun jika hanya seorang diri membersihkan setiap sudut rumah ini pasti tidak selesai-selesai walau keringat mengucur deras.

Sepanjang perjalanan ke sekolah, Aila berceloteh tentang hantu-hantu yang ditemuinya. Contoh yang ada dibawah pohon beringin yang ada di depan komplek rumah Diano. Atau hantu anak kecil yang sering bermain di pos satpam yang di komplek.

Diano hanya tersenyum sambil sesekali menanggapi celoteh gadis--arwah itu. Jujur Diano lebih menyukai Aila yang berceloteh panjang lebar dibanding Aila yang tadi pagi muram.

Satu hal yang Diano ketahui dari kejadian tadi pagi.

Jangan pernah bertanya pada Aila tentang alasan dia menjadi hantu.

Sampai di sekolah tentu saja banyak anak perempuan yang menatap binar ke Diano, apalagi para adik kelas yang mencuri-curi pandang ke arahnya.

"Cih, centil." Aila bergindik dengan pandangan jijik ke seorang gadis yang datang dan langsung nemplok bagai cicak dilengan Diano.

"Pagi, sayang." Sapa gadis itu, dengan nada menjijikan--menurut Aila.

Diano hanya tersenyum, sepanjang koridor banyak yang menatap kagum ke arah dua sejoli itu. Bagaiman tidak, dua orang itu adalah the most wanted boy and girl di sekolah dan sekarang sedang berjalan bersama.

Diano Dan AilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang