30. Pacar

41.7K 4.2K 117
                                    

Ini adalah part yang pendek, tapi... Baca sendiri deh..

***

Aila sejak tadi hanya menggigit bibirnya. Dia sangat gugup. Apalagi saat seluruh keluarga Diano sudah lengkap.

"Lo pasti masih bingung sama teman-teman gue." Diano yang memakan kue ulang tahun menoleh ke Aila yang tampak tidak minat pada kue yang ada di tangannya, padahal kuenya enak. Kue red velvet yang menjadi kue ulang tahun Artha, mereka semua di berikan satu persatu kue itu, setelah Artha selesai meniup lilin.

"Banget. Gue bingung mana emak bapaknya." Aila terkekeh, membuat Diano juga ikut terkekeh.

"Lo pasti udah tau yang mana orang tua gue sama Diano." Aila mengangguk. "Mulai dari Laudia, lo pasti tau Bunda Noria, suaminya pakai kemeja putih yang lagi ngomong sama Papa gue." Diano menunjuk Reval yang sedang berbicara dengan Ray di salah sofa yang agak jauh dari tempat mereka duduk. "Kalau Rania, namanya Bunda Alisyah sama Ayah Rafa. Michael, Bunda Hana dengan Ayah Rangga. Kamania, Bunda Anastasya dengan Ayah Joey. Gihon, Bunda Valeri dan Ayah Sam. Sedangkan Gensa, Ayah Mario sama Bunda Sherina." Jelas Diano sambil menunjuk satu persatu orang yang ia sebutkan namanya.

"Lafender, ya?" Rheva yang tampak simple hanya dengan balutan kemeja berbahan jins serta celana berwarna hitam duduk di samping Aila.

Aila tersenyum. "Iya, Dok."

"Diajak Diano, ya?" Rheva tersenyum geli sambil melirik Diano yang melotot padanya. "Padahal kamu belum sembuh total tapi sudah di bawa jalan-jalan."

"Kak, udah deh nggak usah cerewet." Diano mendengus kesal.

"Laf, jangan mau sama Diano, nanti kamu di selingkuhin." Ucap Rheva sebelum melengos pergi dari sana.

"Keluarga lo lucu," Aila masih terkekeh karena ulah Rheva.

"Nggak juga, kebanyakan nyebelin." Diano meminum es buah dengan kasar.

"Pulang, yuk? Gue capek." Aila mengusap matanya, tiba-tiba ia merasa lelah. "Ngantuk."

Diano mengangguk, ia mengangkat badan Aila yang ringan ke atas kursi roda.

"Dee, lo nanti antar Krisan. Gue mau antar Aila dia capek katanya." Deeka yang sedang duduk bersama orang tuanya serta Krisan mengacungkan ibu jarinya.

"Tante, maaf nggak bisa lama. Saya pulang duluan." Aila tersenyum pada Artha.

"Kamu datang saja Tante senang kok. Habis kamu cewek pertama yang dia bawa ke rumah orang tua mana yang nggak senang? Kalau sudah sembuh main ke sini sering-sering." Artha menepuk pungung tangan Aila.

"Iya, Tante." Aila balas tersenyum. Setelah pamit pada Ray dan beberapa kerabat lainnya Aila akhirnya bisa keluar dari rumah besar yang ramai itu.

"Capek banget, ya?" Diano yang baru saja duduk di belakang meja kemudi menoleh ke Aila yang duduk di sampingnya dengan wajah lelah. "Maaf gue buat lo jadi kecapean, harusnya gue nggak ajak lo tadi." Nada Diano terdengar menyesal.

Aila menggeleng, ia tersenyum. "Nggak, harusnya gue bilang terima kasih sama lo udah ajak gue jalan. Gue bosan tau di rumah sakit terus."

Diano tersenyum lembut, tangannya terulur begitu saja mengacak rambut Aila. "Lo manis kalo senyum."

Aila diam, dia kaget dan hanya diam yang bisa dia lakukan.

"La, mau ya? Gue udah tunggu lo lama banget." Diano menghela nafas. "Gue awalnya nggak yakin dengan perasaan gue sendiri, tapi lama kelamaan gue sadar akan perasaan itu. Bahkan itu bertambah saat gue tau lo masih bertahan, masih ada. Yang artinya gue punya kesempatan." Diano menatap Aila lembut, tangannya berpindah mengusap pipi gadis yang ada di depannya dengan lembut.

"Jadi pacar Aku, ya?"

Aila hanya bisa diam menatap Diano.

"Nggak mau, ya?"

Aila mengerjap, ia menggeleng. Lalu mengangguk dengan wajah bingung.

Diano terkekeh. "Santai aja." Ia menangkup kedua pipi Aila yang memerah bagai tomat. "Lucu deh kalo blushing."

"Iya," cicit Aila pelan sambil menunduk.

"Apa? Nggak dengar." Diano tentu hanya berbohong, tentu saja dia mendengar jelas perkataan Aila walau dengan suara pelan.

"Iya, aku mau!" Jawab Aila dengan suara agak keras.

Diano tersenyum lebar. "Makasih," ia mencium kening Aila lama, lalu turun ke mata dan terakhir bibir Aila dengan lembut.

Wajah Aila sangat merah saat Diano menarik diri untuk menatap Aila.

"Pipi kamu merah." Diano terkekeh.

Wajah Aila rasanya terbakar. "A-apa sih, nggak kok." Kilahnya.

"Nggak usah malu kali, pacar sendiri juga." Diano tersenyum.

Aila menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Aku malu."

Diano mengulum senyum. "Manis banget, pengen aku gigit deh."

Aila sontak melotot ada Diano. "Aku bukan permen."

"Iya, tapi kamu lolipop bagi aku."

. . .

Diano Dan AilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang