Diano membantu Aila berjalan. Walau berkali-kali cewek itu mengatakan bisa berjalan sendiri. Tapi Diano kekeuh ingin membantu Aila berjalan, sekalian modus lah.
Kantin yang sebelumnya terlihat ramai menjadi agak hening saat melihat Diano yang merangkul Aila menuju salah satu meja.
"Bukan sinetron jadi jangan dilihat!" Deeka yang berada di belakang Diano dan Aila berseru. Apalagi saat ada yang mulai berbisik tentang Aila. Yang tentu membuatnya marah, masa sih dia nggak marah kakak iparnya di omongin.
"Urus urusan masing-masing dan jangan lihat pacar gue kayak gitu!" Kali ini Diano yang bersuara. Seketika kantin kembali pada kesibukannya masing-masing.
"Udah aku bilang tadi nggak usah, aku bisa jalan sendiri. Kamu jadi di omongin sama mereka." Aila menunduk.
"Hei," Diano menarik dagu Aila lembut. "Jangan dengarkan omongan mereka, kita yang menjalin dan kita juga yang menjalani. Jadi jangan dengarkan mereka."
Aila mengangguk. "Tapi, k-kamu nggak malu punya pacar kayak aku? Padahal dulu pacar-pacar kamu semua bisa di bilang sempurna. Sedangkan aku?"
Tatapan Diano berubah tajam pada Aila, dia tidak suka topik yang menyangkut tentang masa lalunya dengan banyak pacar.
"Kamu sempurna di mata aku, jangan dengarkan kata orang. Mereka cuma tau ngomong sedangkan kita adalah yang menjalani." Diano mengusap rambut panjang Aila yang belakangan ini menjadi favoritnya.
Aila mengangguk. "Maaf,"
"Kenapa minta maaf?"
"Karena ragukan kamu."
Diano menarik sudut bibirnya. "Aku makin sayang deh sama kamu."
"Ekhem!" Deeka berdeham dengan suara kuat agar Diano dan Aila yang sedang merasa dunia hanya milik berdua mengalihkan pandangannya pada dirinya. "Gue yang lagi di gantungin bisa apa?"
Aila serta Diano tertawa.
"Siapa suruh playboy? Jadi susah 'kan kalau dapat yang cocok." Laudia tertawa mengejek. "Rasain!"
Deeka mengecutkan bibirnya. "Jahat banget sih lo, teman lagi susah juga."
Asal tau saja minggu lalu Deeka menyatakan perasaannya pada Krisan di depan semua orang yang waktu itu ada di rumah sakit. Bahkan di depan orang tua Aila dan Krisan. Sayang, Krisan belum memberikan jawaban. Padahal sudah satu minggu lebih. Bahkan Krisan seperti menjauh.
"La, bilang sama Krisan dong supaya jangan lama-lama gantungin gue." Deeka menatap Aila memelas.
Aila mengangkat bahu. "Gue nggak bisa ngapa-ngapain, itu keputus Krisan. Dia yang rasa bukan gue."
Deeka menghela nafas lelah. Ternyata rasanya di gantungin itu sama sekali tidak enak, rasanya kayak kentut yang di tahan supaya nggak keluar. Sakit.
Michael menepuk bahu Deeka dengan prihatin. "Sabar, Bro. Semua ini adalah cobaan," Michael terkekeh melihat wajah Deeka yang terlihat nelangsa.
"Nanti juga di jawab," sahut Diano santai. "Gue juga waktu itu di gantungin."
Aila mendelik. "Masih ragu tau,"
"Nah, itu maksud aku, yang. Krisan juga masih ragu." Diano menyengir ke Aila.
"Kalian kakak-adik sama saja, suka menggantungkan anak orang." Gihon menyahut.
"Kakak sama Adek itu kadang punya otak yang sama." Aila terkekeh. "Tapi nih," Aila berdeham. "Krisan itu lagi bimbang."
"Bimbang kenapa lagi?" Deeka menghela nafas lelah. Sakit tau di gantung, kayak jemuran aja
KAMU SEDANG MEMBACA
Diano Dan Aila
Teen Fiction"Lo mau ngapain ikut gue masuk kamar mandi?!" Tanya Diano sambil melotot. Gadis itu menyengir, polos. "Emang kenapa?" "Lo cewek, dan gue cowok. Lo nggak takut gue apa-apain?!" Diano mendelik ke gadis itu. "Loh? Lo aja nggak bisa pegang gue, gimana c...