17. Dia Ada

46K 4.8K 209
                                    

Senyum Diano terbit saat melihat Aila yang tiba-tiba duduk di atas meja miliknya dan Deeka.

"Deeka mana?" Aila menatap Diano yang wajahnya menjadi datar.

"Mana gue tau." Diano mendengus.

Alis Aila tertaut. "Lo kenapa? Sakit?"

Diano hanya diam saja, seakan perkataan Aila hanya angin.

"Lo kenapa? Cemburu?" Aila terkekeh geli. Diano menoleh dengan cepat.

"Cemburu? Sama siapa?"

"Sama Deeka, karena gue tanya tentang Deeka. Ya kan? Ya kan?" Aila menaik turunkan alisnya dengan senyum jahil.

Diano mendelik. "Ya kali? Buat apa coba, ada untungnya gitu buat gue cemburu sama Deeka." Diano mencibir. "Lo punya gue kali."

"Hah? Coba ulang yang terakhir."

"Tidak ada pengulangan."

Aila mencibir.

"Woy, Krisan bilang kalo kita boleh ikut dia ke rumah sakit. Katanya hari ini Mama sama Papanya sibuk jadi dia yang jaga." Deeka datang dengan senyum lebarnya. Diano ikut tersenyum.

"Sebegitu antusiasnya kalian cuma mau lihat gue? Jangan kaget ya sama keadaan gue nanti."

"Emang keadaan lo gimana?" Deeka duduk di tempatnya.

"Masih sama seperti hari-hari sebelumnya nggak ada yang berubah."

"Memang keadaan lo gimana?" Diano menangkup sebelah wajahnya dengan tangan yang tertumpu di atas meja.

"Banyak selang banyak kabel."

"Selang? Kabel?" Deeka membeo.

Aila tertawa pelan. "Lihat aja sendiri."

***

Bel pulang sekolah berbunyi, membuat semua murid bersorak riang. Apalagi kelas 11 Ipa 1. Apalagi Deeka yang bersorak paling keras hingga Bu Cecil melotot padanya. Bu Cecil yang ini adalah guru yang sama saat orang tua Diano dan Deeka bersekolah dulu. Jika dulu guru itu adalah salah satu guru yang paling cantik. Kali ini tidak, dia tidak secantik dulu. Walau memang masih cantik--bisa di bilang begitu--tapi badannya sudah lebih makmur. Mungkin karena suami yang memenuhi kebutuhannya dengan sangat pas atau berlebihan mungkin. Kadang juga Bu Cecil membawa anak bungsunya ke sekolah. Anak perempuan yang masih berumur 4 tahun. Banyak anak murid yang akan bermain dengannya. Kadang juga dia membuat rusuh di kelas. Apalagi jika sedang menangis, seperti mendengar suara guntur.

"Jangan lupa Pr di kerjakan. Diano, Deeka, Gensa, Gihon. Kalian berempat kerjakan. Kalau sampai tidak ibu kasih surat panggilan untuk orang tua kalian." Ancam Bu Cecil. Matanya melotot dengan tajam.

"Iya Bu." Bu Cecil mengangguk dan keluar dari kelas.

Diano dan teman-temannya memang tidak mengerjai guru tapi mereka akan mengacau. Salah satunya tidak mengerjakan pr. Dan berakhir dengan mereka yang akan di hukum dilapangan. Mereka memang akan melakukan hukuman itu, tapi hanya 10 menit setelahnya mereka akan bolos ke kantin atau pulang ke rumah.

"Nenek sihir." Gihon melotot balik ke Bu Cecil, tentunya saat Bu Cecil sudah berjalan keluar. Dia tidak akan berani. Karena guru itu kejam.

"Kita balik duluan." Deeka bersalaman ala laki dengan Gensa dan Gihon. Begitu juga Diano.

"Hai, Kak." Krisan yang ternyata sudah ada di depan pintu kelas, Diano dan Deeka menyapa.

"Hai juga adik manis." Deeka menekan dua kata terakhirnya.

Diano Dan AilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang