37. Waktu Yang Terasa Cepat

31K 3K 40
                                    

Entah sudah berapa lama sejak kejadian dimana Aila meminta izin kepada Diano. Dan sekarang adalah hari-hari terakhir Aila berada di tanah kelahirannya, lusa ia akan berangkat ke negeri orang.

"Kak, di sana dingin enggak ya?" Krisan yang duduk di pinggir kasur Aila bertanya, gadis itu menggoyangkan kakinya. "Gue nggak sabar deh."

Aila geleng kepala, ia masih sibuk merapikan beberapa barang-barangnya. "Nggak tau, bawa aja jaket banyak-banyak."

"Hari ini Kakak pergi sama Kak Diano, kan?" Krisan berdiri, mendekat ke arah sang kakak yang masih terlihat sibuk mengemasi barang. "Gue juga mau quality time sama Kak Deeka. Belum juga pergi, kok gue udah kangen sama dia."

Aila berdecak. Krisan sekarang mulai lebay tentang sesuatu yang berhubungan dengan Deeka.

"Lo nggak perlu ikut pindah kalau lo mau loh, Kris." Aila berhenti sejenak merapikan barang-barangnya. "Lo bisa tinggal di sini sama Mama dan Papa. Tapi kenapa lo malah mau ikut gue?"

Krisan memutar bola matanya. "Kak. Kita udah bicarakan ini dari sebelum ulangan, gue nggak mau jauh dari lo itu alasan pertama. Kedua, gue mau bisa lebih baik, gue juga mau bisa sekolah di luar negeri. Biar orang nggak memandang Kak Deeka dengan sebelah mata hanya karena kita nggak sekaya orang tua Kak Deeka."

Aila tersenyum. "Udah lo ke kamar lo. Beresi barang-barang lo. Jangan sampai ada yang ketinggalan."

Krisan mengangguk, lalu pergi ke kamarnya yang ada di samping kamar Aila.

Sedangkan Aila merebahkan badannya di atas kasur, tangannya bergerak mengambil ponsel yang ia letakan di atas narkas. Benar saja sudah ada pesan dari seseorang yang membuat sudut bibirnya terangkat tanpa sadar.

Alskar : Udah selesai packing?

Alskar : La?

Alskar : Yang? Sayang?

Aila : Baru selesai nih

Alskar : Jalan yuk, kita habiskan bersama hari ini

Aila : Kok kamu jadi lebay gitu

Alskar : Aku lebay juga karena kamu :*

Aila : Gombal kamu!

Alskar : Coba lihat ke jendela

Aila : Ngapain?

Alskar : Lihat aja sayangku

Aila membuka jendela kamarnya, dan ia langsung tersenyum geli melihat laki-laki sinting yang ia sayangi sedang berdiri di sambil memegang boneka beruang besar.

"Ngapain bawa gituan lagi? Ini udah ke lima kali loh, nggak mungkin tau aku bawa gituan ke sana."

Diano yang awalnya menutupi wajahnya dengan boneka beruang, menunjukan wajahnya. Diano menyengir.

"Nggak pa-pa, yang penting kamu terima aja." Diano tersenyum lebar. Beberapa bulan belakangan ini Diano selalu melakukan hal manis, kadang dengan datang tiba-tiba, kadang juga membawa bunga, makanan atau bahkan boneka. Diano selalu melakukan hal manis yang membuat Aila merasa semakin sulit untuk membuat jarak diantara mereka. Seperti tidak bisa jauh.

Aila geleng kepala, tapi senyum tak luntur dari bibirnya. "Naik aja."

Aila bergegas masuk dan mengunci pintu kamarnya agar tidak ada yang masuk, apalagi jika Ayahnya sampai tau jika ada laki-laki di dalam kamar anak perempuannya. Walau mereka sama sekali tidak melakukan apapun.

Diano melempar boneka boneka beruang besar ke arah jendela, yang ditangkap oleh Aila dengan sigap. Tangga yang sengaja di letakan di samping jendela Aila dinaiki oleh Diano agar bisa masuk ke dalam kamar pacarnya itu.

Setelah Diano masuk Aila segera menutup jendela agar tidak ada yang melihat keberadaan Diano di dalam kamarnya.

Diano menyengir saat Aila selesai menutup jendela, memeluk Aila dari belakang. Melingkarkan tangannya pada pinggang gadis yang disayangnya.

"Bakal rindu, deh." Diano menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Aila. "Jangan nakal."

Aila mengusap pelan rambut Diano. "Enggak. Janji."

"Awas bohong kamu." Diano membalikan badan Aila agar menghadap padanya. "Aku pernah membayangkan kamu jadi model yang go internasional, dan aku jadi CEO. Aku bakal lamar kamu di tempat romantis, kamu bakal terima aku, kita menikah dan punya dua anak laki-laki."

"Aku mau perempuan." Aila menggeleng. "Sepasang." Aila mengangkat kedua jari telunjuknya lalu menyatukan ujung jarinya.

Diano menggeleng. "Anak laki-laki supaya bisa jadi penerusku."

"Perempuan juga bisa. Nanti dia akan jadi perempuan yang cantik, dan selalu jadi pedoman orang lain."

Diano menggesekan hidung mancungnya ke hidung Aila dengan gemas. "Tapi, aku harap dia bukan anak pertama."

"Kenapa?" Aila menjauhkan kepalanya.

Diano menyatukan dahi keduanya sebelum berbicara. "Tunggu kamu jadi istri aku dulu baru aku kasih tau."

Aila memukul dada Diano pelan. "Emang ada yang salah ya? Aku ini anak pertama loh."

"Kalo kamu sih nggak masalah, nanti yang jadi masalah." Diano menarik pinggang Aila, membuat keduanya semakin dekat.

Tok... Tok... Tok...

"Kak, double date yuk. Deeka ngajak."

Diano dengan kesal melepaskan Aila. Membiarkan Aila membuka sedikit pintu agar dia tidak terlihat.

"Oke." Aila menutup pintu. "Kamu tunggu di mobil, supaya nggak ada yang curiga."

Diano mengangguk pasrah. Mau bagaimana lagi, tidak mungkin dia tiba-tiba keluar dari kamar Aila dan berjalan keluar. Bisa di damprat dia.

Sebelum menuruni tangga Diano menyempatkan diri mencium pipi Aila, membuat wajah gadis itu memerah.

"Jangan kangen aku." Aila hanya mengangguk, dia masih malu.

***

Kencan mereka di awali dengan mengelilingi Mall, dan membeli beberapa perlengkapan. Diano dan Aila berbelok ke arah toko buku sedangkan Deeka dan Krisan menuju ke toko perhiasan yang berada tidak jauh dari toko buku.

"Atas nama Kadeeka Nugroho." Ucap Deeka pada salah satu pelayan yang melayani di toko perhiasan itu.

Pelayan itu pergi lalu kembali dengan sebuah kotak beludru kecil berwarna biru tua.

Deeka tersenyum dan mengambil kotak beludru itu, membukanya dan menunjukan isinya pada Krisan.

"Cantik. Buat siapa?" Krisan dapat melihat jika cincin yang ada di dalam kotak itu bukan hanya memiliki nominal yang banyak tapi juga memiliki tingkat keindahan yang sangat. Terutama ukiran yang melingkari cincin emas putih itu. Tidak ada berlian di cincin itu tapi ukiran indah yang ada di cincin itu sanggup membuat siapa saja ingin memiliki cincin itu.

"Buat orang yang spesial." Deeka memasukan kembali cincin hasil rancangan terbaik dan hanya satu itu ke dalam kotak dan memasukan kotak beludru ke dalam tas kecil yang di berikan oleh pelayan toko. Setelah membayar dengan nominal yang tidak sedikit Deeka dan Krisan berjalan bersama menuju parkiran. Sudah ada Diano dan Aila di sana.

Keempatnya langsung meluncur ke rumah Aila dan Krisan karena mereka harus beristirahat, apalagi besok adalah hari kepergian mereka dan tentu memerlukan banyak tenaga.

"Tadi lo kemana sama Deeka?" Aila bertanya saat Krisan baru saja akan masuk ke dalam kamarnya.

"Ke toko perhiasan. Kak Deeka pesan cincin, bagus."

Aila tersenyum. "Jangan di pikirkan. Laki-laki masih banyak kalau dia berpaling dari lo."

Krisan hanya mengangguk. Keduanya lalu masuk ke dalam kamar masing-masing dan segera beristirahat. Besok adalah hari yang panjang.

. . .

Cincin buat siapa tuh????

Kalo Deeka dengan Krisan putus gimana, ya?

Diano Dan AilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang