Seharian Aila hanya menatap papan tulis dengan pandangan mengantuk, dan sekarang adalah jam istirahat, yang tentu adalah waktu yang sudah ia tunggu sejak tadi.
"Lapar!" Aila menghempaskan diri di samping Diano yang sedang menyedot es teh manis dingin yang kelihatan menyegarkan.
"Kris, gue juga." Krisan yang baru saja masuk bersama dengan Deeka mencibir sebentar sebelum menuju salah satu penjual, di ikuti Deeka tentu.
"La, lo ikut lomba majalah sampul, ya?" Laudia meletakan sebuah majalah yang menampilkan jelas wajah Aila yang sedang tersenyum.
Aila mengambil cepat majalah bersampul majalah dengan cepat, Laudia tidak berbohong. Memang wajahnya lah yang merupakan sampul dari majalah itu.
"Kok bisa muka gue ada di sini?" Aila mengerutkan kening tidak mengerti, kapan coba dia pernah casting buat jadi sampul majalah. Baru juga bangun dari koma.
"Ini beneran muka kamu." Diano menimpali, tentu saja terlihat bingung dengan sampul majalah yang menampilkan wajah pacarnya. "Kapan kamu ikut?"
Aila menggeleng. "Aku nggak pernah ikut kayak ginian."
"Gue yang buat." Krisan meletakan piring berisi mi goreng di depan Aila, lalu duduk di samping Kakaknya di ikuti Deeka yang duduk di sebelah nya. "Sebelum Kakak koma gue udah daftarkan Kakak ke salah satu majalah, kayak gadis sampul gitu. Dan Kakak menang, bahkan Kakak masuk seleksi buat jadi sampul majalah internasional. Katanya muka Kakak imut." Krisan mengambil majalah yang di pegang Aila, membuka salah satu halaman dan benar saja ada lebih dari lima foto berjejer di sana, dan salah satunya adalah wajah manis Aila.
"Kok gue nggak tau?" Aila merebut majalah yang di pegang Krisan, dengan teliti mengamati jajaran foto dengan berbagai pose dan orang yang berbeda, dan salah satunya adalah dia sendiri.
"Mama setuju kok," Krisan mengambil sendok dan garpu sebelum melanjutkan ucapannya. "Gue kirim hampir tiga bulan yang lalu, gue kira Kakak nggak lolos, eh, setelah tiga bulan cover majalahnya ternyata muka Kakak. Bahkan sampai di lirik sama internasional."
"Aila memang manis kok, katarak kali yang bilang dia jelek." Deeka berkomentar. "Selow bro, gue cuma ngomong." Deeka cepat-cepat menambahkan karena tatapan Diano yang super tajam tertuju padanya.
"Bisa sampai internasional?" Aila melirik Krisan yang sibuk dengan makanan.
"Karena majalah yang gue kirimkan fotonya bekerja sama dengan majalah internsional. Minggu lalu salah satu editornya minta ketemu Kakak tapi gue bilang Kakak masih proses penyembuhan."
"Mama beneran setuju?" Aila bertanya, memastikan.
Krisan mengangguk. "Mama yang paling setuju, kalo Papa asal Kakak nggak ikut dance boleh-boleh aja."
Kamania menjentikan jari. "Ini kesempatan lo, Laf. Kalo orang tua lo larang lo buat jadi dancer, lo jadi model aja. Kenapa nggak?"
Aila tampak berfikir. "Tapi, kalau gue terima artinya gue nggak di sini lagi, internasional."
"Kalau itu bisa buat kamu bahagia aku dukung." Diano mengambil tangan Aila lalu menggenggamnya erat. "Ini jalan yang Tuhan kasih, aku nggak masalah."
"Al," Aila mengusap tangan Diano. "Ini belum tentu, bisa saja mereka berubah pikiran setelah ketemu aku lagi."
Diano menggeleng tegas. "Enggak. Mereka pasti akan terima kamu, aku yakin."
Aila mengangguk. "Akan aku coba." Tersenyum.
"Aduh, kok aku pusing ya?" Diano memegang kepalanya. Dan tentu itu membuat Aila menjadi panik.
"Sakit? Kita ke UKS!" Aila menarik Diano berdiri tapi Diano malah tertawa.
"Pusing karena mikirin kamu yang makin lama makin aku sayang aja." Diano menarik Aila kembali duduk, menggenggam kedua tangan Aila erat. "Hehe.."
Aila memukul lengan Diano kesal dengan wajah memerah, sedangkan yang lainnya menggoda Aila.
"Jangan tebar kemesraan dong." Cibir Deeka. "Pacaran biasa aja." Lanjutnya dengan lirikan sinis.
"Kok sewot?" Diano menaikan sebelah alis. "Lo juga punya pacar kali. Godain dong, biasanya juga lo sering gombal sama mantan-mantan lo tapi kenapa yang ini enggak?"
Deeka melirik Krisan yang tampak masa bodo dengan pembicaraan yang jelas-jelas tertuju pada dirinya.
"Galak." Gumam Deeka pelan.
"Apa?!" Krisan mendelik. "Oh. Gitu? Jadi aku galak? Iya?"
Deeka menggeleng dengan tangan yang bersilang. "Enggak kok." Ia mengibaskan tangannya. Berharap Krisan tidak salah paham. "Mau kamu galak aku tetap sayang kok."
"Jadi aku beneran galak?!"
"Aduh," Deeka meringis. "Bukan gitu, maksud aku kamu bagaimana pun tetap aku sayang." Deeka mengambil tangan Krisan dan mengusapnya pelan, tidak lupa dengan wajah memelas andalannya yang selalu bisa membuat Krisan luluh.
Krisan menghela nafas. "Iya-iya."
"Senyum dong." Deeka menggerlingkan matanya.
Krisan menarik senyum agak paksa. "Aku udah senyum."
"Nah gitu dong, manis. Pengen aku gigit." Deeka menampilkan wajah gemas sekaligus geli.
"Aku bukan cokelat." Krisan menutup kedua pipinya dengan telapak tangan, mengantisipasi Deeka. "Aku nggak mau kamu gigit kayak waktu itu lagi."
"Kayak waktu itu lagi?!" Aila tersenyum dengan mata mendelik tajam ke Deeka yang meringis.
"Enggak sengaja, habis adek lo imut banget... Jadi ya nggak sengaja gue gigit pipinya." Deeka mengatakannya dengan takut-takut.
Aila melotot galak dengan mata yang tampak hampir keluar dan tentu membuat Deeka menciut.
"Udah, Kak. Kak Deeka nggak sengaja kok." Krisan membuat tatapan tajam Kakaknya berpindah padanya.
"Mau gue bilang ke Mama?" Aila mengeluarkan ucapan tegasnya. "Gue bilang apa waktu itu?"
"Iya, Kak. Maaf nggak sengaja." Krisan menunduk menyesal. Dia sudah pernah berjanji pada Kakaknya tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh saat bersamaan Deeka, Aila tau betul tabiat si aneh itu. Otaknya geser dan mesum. Asal tau saja.
"Dan lo!" Aila berpindah menatap Deeka yang tersentak kaget akan suaranya. "Mau di sunat untuk kedua kalinya?"
Deeka menggeleng. "Enggak. Suer gue nggak bakal lakukan lagi. Janji."
"Bagus." Aila menganggukan kepala puas. "Ke kelas yuk!"
Diano geleng kepala dengan senyum geli. Pacarnya ini memang sungguh beda dengan pacarnya yang lain, benar-benar hanya satu. Limited edition, cuma satu dan hanya satu-satunya.
Diano berlari mendekat ke Aila yang sudah berjalan di depan, menggenggam tangan Aila dengan erat. Aila yang kaget menoleh.
"Aku kaget!" Aila mendelik kesal.
Diano tersenyum, hanya tersenyum.
"Kamu demam? Senyum terus."
Diano mengacak pelan rambut Aila dengan tangannya yang bebas. "Kamu memang beda dari yang lain, cuma dan hanya satu."
Aila menaikan salah satu alisnya. "Kamu kenapa? Kepala kamu kepentok meja? Omongannya kok aneh."
Diano hanya tersenyum, menarik tangan Aila masuk ke dalam kelas. Membuat Aila bingung dengan kelakuan pacarnya.
. . .
Cepet kan updatenya.
Sisa beberapa chapter lagi, kita akan segera berpisah dengan Aila dan Diano. Nggak nyangka akhirnya cerita panjang ini bakal selesai.
Okelah, see you di next chapter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diano Dan Aila
Novela Juvenil"Lo mau ngapain ikut gue masuk kamar mandi?!" Tanya Diano sambil melotot. Gadis itu menyengir, polos. "Emang kenapa?" "Lo cewek, dan gue cowok. Lo nggak takut gue apa-apain?!" Diano mendelik ke gadis itu. "Loh? Lo aja nggak bisa pegang gue, gimana c...