Mobil Diano melaju dengan kecepatan yang begitu tinggi, menyalip beberapa mobil dan truk. Dia tidak peduli dengan cacian yang keluar dari mulut para pengendara itu, yang ada di pikirannya sekarang adalah cara tercepat sampai di rumah sakit. Hanya itu.
Diano berlari, ia berlari di koridor rumah sakit. Walau beberapa dokter dan perawat sudah memperingatkan agar tidak berlari di sepanjang koridor. Tapi sayangnya cowok itu sama sekali tidak peduli.
Diano terhenti saat berada di depan kamar Aila. Tangannya berkeringat, entah karena kelelahan berlari atau karena gugup.
Perlahan, Diano membuka pintu itu. Walau dengan tangan yang bergetar. Pintu terbuka.
Mata Diano segera mencari keberadaan Aila. Kakinya segera ia langkahkan masuk. Tapi sama sekali tidak menemukan siapapun.
"Diano?" Diano berbalik. Ini dari Aila dan Krisan, wanita itu membawa plastik berisi beberapa makanan. "Kamu cari Aila?"
"Ma!" Krisan yang baru saja datang berseru. "Kakak mana?" Ia menoleh ke kanan dan kiri.
"Sama Papa, sayang." Natalie tersenyum. "Eh, ada Laudia dan yang lain."
"Siang, Tante." Sapa Laudia sambil tersenyum. "Lafender kemana, ya?"
Natalie tersenyum. "Kalian rindu banget ya sama Lafender?"
Hampir semua mengangguk, kecuali Michael, Gensa dan Gihon. Mereka bertiga bahkan tidak tau siapa itu Aila atau Lafender. Kenal saja tidak, tau muka cuma waktu jenguk. Itupun orangnya tidur, alias koma.
"Aila lagi konsultasi sama dokter. Katanya sih Aila baik-baik aja, cuma belum bisa jalan. Mungkin faktor karena kelamaan tidur, kelamaan nggak gerak kakinya makanya jadi kaku." Jelas Natalie. "Kalian duduk aja, bentar lagi juga datang."
Semua lalu mengambil tempat masing-masing, ada yang di sofa dan beberapa di kursi plastik yang memang sengaja disediakan di sana.
Suara pintu yang tergeser membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu menoleh.
Aila?
Gadis bernama Lafendderaila Alakarindya itu masuk dengan kursi roda, ia tampak lebih segar dari sebelumya. Walau masih dengan baju rumah sakit. Fiko yang mendorong kursi roda tersenyum pada orang yang ada di dalam ruangan itu.
"Kakak," Krisan tidak bisa menahan lagi, ia segera memeluk Kakaknya itu erat.
"Rindu banget ya sama gue?" Aila terkekeh. "Jangan nangis, ah."
Krisan melepaskan pelukan mereka. Wajahnya masih memerah, ia menangis. Air matanya tidak henti-hentinya mengalir.
"Kakak bangun juga akhirnya. Kris kangen banget sama Kakak."
Aila tersenyum. "Kakak juga."
"Lafender, gue juga kangen." Celetuk Laudia, segera menghambur ke pelukan Aila diikuti yang lain. Memeluk Aila tidak kalah erat.
"Gue kangen berat sama elo." Mata Rania berkaca-kaca.
"Nggak ada teman main gue lagi tau nggak." Bibir Kamania mengecut.
Aila tertawa. Ia tidak menyangka banyak yang menunggunya bangun. Banyak yang peduli padanya.
"Im back now." Aila tersenyum lebar.
Diano hanya melihat dari belakang, tidak berniat menganggu para gadis yang saling melepas rindu.
"Lo kenal dia nggak?" Tanya Laudia tiba-tiba sambil menunjuk Diano.
Aila segera mengikuti arah telunjuk Laudia. Mengarah pada seorang cowok yang juga menatapnya. Alis Aila tertaut, wajahnya nampak bingung.
Diano meringis dalam hati, dari tatapan saja sudah terlihat jika Aila tidak mengingatnya. Diano menunduk, bisa saja 'kan sebelum Aila bangun ia meminta pada Tuhan atau siapapun untuk menghapus ingatannya tentang dia. Bisa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diano Dan Aila
Teen Fiction"Lo mau ngapain ikut gue masuk kamar mandi?!" Tanya Diano sambil melotot. Gadis itu menyengir, polos. "Emang kenapa?" "Lo cewek, dan gue cowok. Lo nggak takut gue apa-apain?!" Diano mendelik ke gadis itu. "Loh? Lo aja nggak bisa pegang gue, gimana c...