22. I Feel

43.8K 4.6K 57
                                    

Diano mengusap wajahnya dengan lelah, setelah lebih dari 2 jam berkeliling taman dengan pakaian badut dan tag nama yang aneh. Penderitaan itu selesai, semua mantan pacarnya itu hanya tertawa melihat wajah lelah Diano. Bahkan Deeka tertawa hingga tersedak es krim melihat Diano. Aila beda lagi, hantu itu malah tertawa girang melihat Diano. Katanya sih dia suka sama Doraemon.

Diano dan Deeka serta Aila bersama-sama menuju ke ruangan dimana Aila di rawat. Awalnya Deeka tidak ingin ikut. Sudah terlalu bosan melihat wajah Aila, tapi setelah Aila bergumam bahwa akan ada Krisan di sana Deeka seperti mendapat suntikan semangat dan langsung menjadi paling ingin cepat pergi.

Deeka membuka pintu putih itu dengan tergesa-gesa, mendapati Krisan yang sedang membaca novel dengan earphone yang menyumbat telinganya, kepalanya sesekali mengangguk-angguk mengikuti lagu yang di dengarnya.

"Hai, Krisan!" Sapa Deeka dengan girang, bahkan kelewatan girang. Krisan menoleh, tersenyum. Memberikan pembatas pada novel yang di bacanya, serta melepas earphone sebelum beranjak dari posisinya tadi.

"Gue kira kalian datang malam." Krisan memasukan novel yang tadi dibacanya ke dalam tas kecil miliknya.

"Ini udah sore loh. Bentar lagi malam." Deeka duduk di sofa. "Eh, Om sama Tante mana?"

"Tadi katanya ketemu dokter, mau tanya-tanya tentang keadaan Kak Aila yang sama aja." Krisan menghembuskan nafas tampak lelah.

"Aila pasti bangun." Diano menepuk bahu Krisan. "Percaya sama gue. Dia cuma belum selesaikan apa yang sudah dia janjikan."

Krisan sempat menyirngit, tapi akhirnya mengangguk. Krisan sudah benar-benar rindu pada Aila. Bayangkan mereka di posisi oleh jarak yang begitu jauh. Bisa saja Krisan memegang tangan Aila tapi apa Kakaknya itu merasakan?

"Iya, Aila pasti bangun kok." Deeka juga menyambung. "Kalo dia nggak bangun nanti gue suruh Diano cium biar bangun." Deeka terkekeh.

Diano mendelik tajam. "Mulut tolong dijaga."

"Kalian berdua itu kadang akur tapi kadang juga bertengkar. Saling ejek tapi sama-sama terus." Krisan geleng kepala.

"Kita itu BFF, gue udah tau kejelekan yang ada di Diano. Begitu juga Diano." Deeka menepuk dadanya bangga. "Lo mau dengar salah satunya?"

Diano melempar tasnya ke Deeka reflek yang baik Deeka menangkapnya, cowok itu menyengir lebar.

Deeka tertawa. "Nggak kena." Ejeknya menjulurkan lidah.

Diano berdecak. Ia kemari untuk menemui badan Aila, karena arwahnya sudah sering dilihatnya. Jadi tidak ada waktu meladeni sahabatnya yang gesrek itu.

Diano menghiraukan Deeka, ia lebih tertarik duduk di kursi yang ada di dekat brankar dimana Aila berbaring. Diano mengambil tangan Aila, mengusapnya pelan. Perlahan seakan takut jika ia menekannya lebih keras sedikit lagi akan hancur. Tidak secara harfiah.

Deeka melirik Diano, ia sudah lama tau ada yang lain dengan sahabatnya itu apalagi sehari setelah pernyataan jika Aila itu masih hidup. Masih bernafas, bahkan di udara yang sama dengan dirinya sekarang. Deeka tersenyum, kini ia tau kemana harus menitipkan sahabatnya yang gesrek itu. Percayalah meski keduanya sering berdebat atau saling ejek mereka sangat mengerti satu sama lain. Diano mengerti Deeka, begitu sebaliknya Deeka juga mengerti Diano. Deeka sudah menganggap Diano sebagai seorang saudara. Tidak ada lagi kata canggung. Bahkan ia tau jika Diano lumayan sering di suap Mamanya, sekarang mungkin sudah tidak lagi. Walau begitu Deeka berpura-pura tidak pernah tau. Biarkan itu menjadi rahasia. Toh, Deeka tidak akan membocorkan rahasia itu kepada siapapun. Walau kadang setan dalam dirinya mengatakan untuk membuat sahabatnya itu malu di depan semua orang. Tapi sisi lain dirinya mengatakan jika itu jahat dan sama saja ia bukan lagi di sebut sahabat. Tapi penusuk.

Diano Dan AilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang