Diano menghela nafas, ini adalah hari pertamanya tanpa Aila. Benar-benar tanpa Aila. Gadis itu tidak ada di segala tempat. Bahkan Diano sudah bolak-balik ke rumah sakit, berkeliling rumah maupun komplek tapi tidak ada sama sekali. Sepertinya Aila benar-benar menjauh.
"Di, kamu ikut nggak?" Kepala Artha menyembul dari balik pintu.
"Kemana?" Diano menoleh dengan malas.
"Ke ulang tahun Paman kembar kamu."
Diano bergumam pelan. "Iya, Di siap-siap dulu." Daripada dia merenungi Aila yang tidak ada di mana-mana lebih baik dia mengalihkan pikirannya.
Diano segera beranjak, segera bersiap-siap.
***
Rumah yang menjadi tempat acara adalah rumah Fino. Rumah yang ukurannya tidak jauh beda dengan milik Diano sendiri, atau tepatnya rumah milik kedua orang tuanya. Dengan warna biru tua yang nampak elegan, serta halaman yang luas membuat rumah itu tampak bagai Mansion.
"Lama nggak ketemu ya, Dek." Risa bercipika-cipiki dengan Artha. Mamanya itu tampak selalu saja cantik, walau memakai apapun. Seperi sekarang Mamanya itu memakai gaun berwarna merah yang menjuntai hingga lantai, gaun tanpa lengan. Rambutnya di gerai begitu saja, tentu dengan make-up ringan yang memberi kesan glamour. Apalagi Mamanya memakai kalung berlian yang dibelikan Papanya beberapa waktu lalu, jangan tanya berapa harganya karena harganya bisa membeli 2 rumah berukuran besar sekaligus.
"Diano udah besar. Tante sampai pangling lihat kamu, makin ganteng. Makin mirip sama Papanya." Risa memeluk singkat Diano. Diano hanya membalas senyum Tantenya itu dengan seadanya.
Pesta ulang tahun itu tidak mengundang orang luar, benar-benar khusus orang terdekat.
"Cuy!" Diano menoleh.
"Sok-sok banget lo pake tuxedo." Ejek Deeka. Cowok itu memegang gelas berisi minuman.
"Terpaksa." Diano memang dipaksa Mamanya untuk memakai tuxedo, karena Papanya memakai tuxedo otomasi ia juga. Padahal tidak ada yang memakai jas kecuali pada orang tua dan dua sepupunya.
"Oi, bro. Lama banget nggak ketemu." Kenan, anak Paman pertamanya dan Tantenya Risa memukul pelan bahunya.
"Deeka, lo masih brengsek nggak?" Aldi, katakan saja ia sepupunya yang paling kalem dan berada di jalan paling benar. Padahal Ayahnya adalah yang paling nakal.
"Ada keponakan Om, yang lama banget nggak datang ke rumah." Empat cowok itu berbalik, pria berbadan tetap dengan kumis tipis serta rambut yang rapi, tuxedo yang berwarna senada dengan milik Kenan.
Diano menyengir. "Sibuk, Om."
Fino tersenyum, merengkuh keponakan paling kecilnya itu. Anak dari adik perempuan satu-satunya.
"Selamat ulang tahun ya, Om. Diano nggak bawa apa-apa."
Fino tersenyum hangat. "Kamu datang aja Om udah senang banget. Kamu udah lama banget nggak ke sini."
"Nanti Diano usahakan sering main ke sini." Diano tersenyum. Fino mengangguk.
"Om, ke Mama kamu dulu." Diano mengangguk.
"Kak Rheva nggak diundang?" Diano mengedarkan pandangannya. "Lah, sih Kamania pake baju pendek amat, Laudia juga, eh, si Rania juga." Diano berdecak, menatap ketiga teman perempuannya itu.
"Kerjaan para emak, katanya itu nanti bakalan sama rancangannya dengan baju Cheers." Deeka ikut menatap tiga cewek itu. "Tapi hot banget ya?"
Plak!
"Mata lo jangan lihat ke paha mulu." Omel Michael yang secara tiba-tiba ada di belakang Deeka. Enak saja Deeka melihat paha pacarnya.
"Otak lo yang cabul itu di kurangi dikit." Cibir Gensa. "Gue cungkil juga mata lo."
"Kok lo marah sih?" Dengus Deeka.
"Lah, mata lo tuh jelalatan banget. Lama-lama gue bonyokin juga lo." Gihon melotot. "Bunda juga sih kenapa pakein mereka rok pendek banget, kan jadi napsu gue."
"Otak lo, Gi," Gensa berhenti sesaat. "Sama." Gensa dan Gihon tertawa.
Tiga cewek itu memang di pakaikan rok setengah paha, walau memakai stocking yang panjang bahkan menutupi paha mereka. Tapi tetap saja, apalagi jika otak Deeka dan duo G itu lagi mesum pasti mata mereka tidak bisa diam.
"Mata tuh, lama-lama keluar juga!" Rheva menoyor kepala Gensa dan Gihon, serta menginjak pelan kaki Deeka.
"Kirain nggak datang." Kenan menyahut. "Tumbenan lo cantik, Kak."
Alis Rheva naik satu. "Lo aja yang nggak pernah sadar kalo gue cantik." Balas Rheva mengibaskan rambutnya. "Eh, ada adek gue yang paling kalem." Tatapan Rheva berpindah pada Aldi.
"Hai, Kak." Aldi memang begitu kalemnya, kadang Diano ataupun yang lain gemas pada cowok itu apalagi Aldi itu lugu-lugu gimana gitu. Rheva memang adalah yang paling tua dari semua silsilah keluarga Artha dan Ray. Umurnya sudah 26 tahun tetapi belum punya pacar, katanya.
"Kok Laudia sama yang lain pake baju kurang bahan? Pasti kerjaannya Tante Noria." Rheva geleng kepala. "Untung emak gue nggak ikutan." Decak Rheva.
"Semua tolong berkumpul." Suara itu membuat semua orang berkumpul.
Kue yang Artha pegang ada bertuliskan 'Happy Birth Twin' membuat Fino dan Deri memeluk adik mereka.
"Makasih, Dek." Fino mencium kening Artha.
"Gue kira lo lupa tau nggak." Deri memeluk Artha lagi. "Ih, gue kangen banget sama lo, Dek."
"Nggak mungkin lah, masa lupa sih sama ulang tahun Abang-abang gue." Artha terkekeh.
"Kak Deri, Arinia titip salam aja. Katanya Maaf nggak bisa datang, biasa lah baru jadi emak." Noria memeluk Deri. "Kak Fino juga ya." Fino mengangguk. Jika lupa Arinia adalah adik Noria. Sesudah menikah Arinia memutuskan mengikuti Suaminya yang berkebangsaan Korea Selatan itu kembali ke negeri ginseng. Noria sampai pangling lihat suami Arinia, apalagi anaknya yang baru saja lahir, anak pertama mereka.
"Om, kita semua ucapkan selamat ulang tahun ya? Maaf nggak bisa kasih apa-apa." Laudia seakan mewakili mereka semua yang memang tidak membawa kado sama sekali.
"Nggak pa-pa kok. Kalian datang aja Om udah senang." Balas Deri sumringah.
"Ayo kita lanjutkan pestanya, yaitu pesta dansa. Yang nggak punya pasangan jauh-jauh." Rheva yang memegang mic, menatap dengan cibiran ke Deeka.
Musik berubah menjadi lebih slow. Semua mengambil pasangan masing-masing.
Artha dan Ray, Deri dan July, Fino dan Risa, Reval dan Noria, Raka dan Syahna, Rafa dan Alisyah, Hana dan Rangga, Joey dan Anastasya, Valerina dan Sam, Mario dan Sherina, serta pasangan yang membawa pacar masing-masing.
"Kasian nggak punya pasangan." Ejek Kenan yang merangkul seorang cewek yang terlihat begitu manis, apalagi dengan dress selutut yang nampak begitu pas dengannya.
"Ada, cuma nggak di ajak." Jawab Deeka malas, memakan kue yang sudah di potong-potong ke dalam mulutnya.
"Aldi aja yang kayak gitu punya, masa lo kagak." Kenan tergelak. "Ngakunya play boy, tapi nggak punya pacar."
"Kalo yang benar-benar baru diajak ke sini, kalo cuma buat maninan nggak bakalan gue ajak ke sini." Balas Deeka lebih sengit. "Awas aja kalo gue bawa lo naksir."
"Dih, gue udah punya kali." Kenan mencium pipi gadis yang di rangkulnya, membuat pipi gadis itu memerah.
"Iya, awas aja lo naksir." Balas Diano.
"Kasih tunjuk dulu. Jangan-jangan lebih jelek lagi dari punya gue." Ejek Kenan.
"Lihat aja nanti." Balas Deeka tidak terima.
. . .Spesial apdet.
Selamat hari natal untuk yang merayakan, ya.
Merry Christmas..
KAMU SEDANG MEMBACA
Diano Dan Aila
Roman pour Adolescents"Lo mau ngapain ikut gue masuk kamar mandi?!" Tanya Diano sambil melotot. Gadis itu menyengir, polos. "Emang kenapa?" "Lo cewek, dan gue cowok. Lo nggak takut gue apa-apain?!" Diano mendelik ke gadis itu. "Loh? Lo aja nggak bisa pegang gue, gimana c...