19. Pindah

44.9K 4.5K 54
                                    

Walau matahari telah bersinar begitu terang, Diano masih saja diam pada posisinya. Ditambah dengan bantal guling yang di peluknya erat.

"Al,"

"Alskar..."

Aila menggaruk kepalanya, sudah hampir menyerah membangunkan Diano. Di bangunkan bukannya bangun, malah semakin mengeratkan pelukannya pada bantal. 

Aila menyeringai, mendekatkan wajahnya ke telinga Diano.

"Sayang, bangun." Berhasil, Diano mulai bergerak. Dan mata itu pun terbuka setelah lebih dari satu jam Aila membangunkan cowok berbaju Angri Bird berwarna merah yang terlihat sedang marah.

"Pagi, sayang." Aila mendelik ke Diano yang menguap lebar.

"Sayang, sayang. Pala lo sayang." Cibir Aila.

"Tadi lo yang panggil gue sayang, gue panggil balik lah." Diano meregangkan otot-ototnya, sesekali masih menguap. "Ini jam berapa sih?"

"Lo kata gue jam apa? Lihat jam jangan tanya gue." Balas Aila dengan nada ketus.

"Lo kenapa sensi gitu? PMS? Eh, hantu mana ada yang PMS." Aila menatap Diano datar. "Jam 8! Lo bangunin gue jam 8 pagi?!"

"Lah, bukannya kemarin lo yang minta? Lo bilang hari ini gue mau di pindah ke rumah sakit keluarga elo," kata Aila. "Pikun."

Diano menepuk dahinya. "Lupa. Gue mandi dulu deh." Diano melompat turun dari kasurnya. "Mau ikut nggak Ai?"

"Kemana?" Tanya Aila bingung.

"Ke kamar mandi."

"Boleh," Aila tersenyum.

"Nggak! Gue cuma becanda! Jangan masuk!" Diano masuk kedalam kamar mandi, mengunci dari dalam.

Aila hanya terkekeh.

Ceklek!

Pintu kamar Diano terbuka, Deeka dengan baju santai masuk.
"Hai La,"

Aila menaikan satu alisnya. "Tumben nyapa," ejek Aila.

"Gue sapa salah nggak disapa juga salah. Gue serba salah deh." Ucap Deeka dengan gaya dramatis.

"Lebay!" Cibir Aila.

"Gue harus baik sama calon Kakak ipar gue." Deeka tersenyum.

"Emang Krisan mau sama elo?"

"Mau lah. Secara gue gitu loh." Deeka menaikan kerah kemejanya dengan gaya.

"Gue harap Krisan nggak terima elo." Celetuk Diano yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Jahat lo nggak dukung teman lo berjuang." Deeka mengecutkan bibirnya.

"Kakaknya aja nggak setuju. Udah tanda-tanda di tolak itu." Aila mengangguk setuju dengan ucapan Diano.

"Ayo cepat," Deeka mengalah. Daripada dirinya terus di bully lebih baik mengalihkan pembicaraan.

Setelah Deeka mengunakan jaket hitam miliknya mereka bertiga berjalan keluar, minus Aila yang kakinya tidak berpijak pada lantai. Gadis itu melayang.

"Ma, Di ke rumah sakit dulu." Diano mencium pipi Artha yang sedang memasukan gula ke dalam adonan kue yang dibuatnya.

"Iya, nanti kalo teman kamu udah bangun bawa ke sini ya," balas Artha, membalas mencubit pipi Diano. "Mama pengen lihat siapa sih teman kamu yang bisa bikin anak Mama sampe mohon-mohon supaya di pindah." Artha tersenyum geli.

"Ma, Di itu cuma membantu. Apa salahnya sih?" Tanya Diano tidak suka. Menatap kesal Mamanya itu.

"Iya, iya. Jangan kelamaan pulang, Mama bikin kue nih."

Diano Dan AilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang