" Den,," Panggil Amanda manja.
" Iya, Bell." Dean menoleh ke sumber suara.
" Gausah manggil gue Bell lagi ah." Amanda memanyunkan bibirnya imut.
" Kenapa? Ntar kepikiran dia lagi ya?" Tanya Dean penuh selidik. Namun, dari raut wajah dan nadanya terlihat tidak suka,
" Hehe iya." Ucap Amanda cengengesan namun menyimpan banyak luka di hatinya.
" Iya deh, Man. Gue ga manggil lo Bell lagi."
" Den,," Panggil Amanda sama tetapi raut wajahnya memancarkan kesedihan.
" Iya, Mandaku?" Dean merubah posisinya menghadap Amanda. Ia tahu jika Amanda sudah memanggil namanya untuk yang kedua kalinya, artinya ada hal serius yang ingin di bahas Amanda.
" Salah ga kalau gue masih berharap sama orang yang udah punya pacar? Salah ga kalau gue masih berharap sama Angga? Gue masih sayang banget sama Angga, Den. Gue tau, ini murni kesalahan gue. Gue udah ngebiarin dia bahagia sama Kanya. Tapi di sisi lain gue ga rela. Gue mungkin egois karna gue gamau liat ada orang yang buat dia bahagia selain gue. Tapi.." Dean memotong curhatan Amanda.
" Udah lah, Man. Nih, ya. gue udah peringatin dia dengan cara halus. Sekarang gue mau kasih pelajaran sama dia dengan cara kasar. Kalau sampe cara ini gagal, gue bakal main dengan cara halus tapi maknanya kasar. Tunggu aja, Man. Gue gabisa liat cewek nangis, apalagi karna cowok yang brengsek. Hapus air mata lo. ga pantes lo ngeluarin beribu ribu tetesan air mata buat orang yang nyakitin lo." Dean beranjak pergi meninggalkan Amanda dengan segala tanda tanya dibenaknya.
" Dean?! Lo mau ngapain?" Teriak Amanda setelah punggung Dean sedikit demi menghilang dari pandangannya.
' Semoga Dean ga ngelakuin hal-hal yang buruk, Tuhan.' Ucap Amanda dalam hati.
~~
Author's POV
Angga berjalan menyusuri koridor lantai 3. Memang pada jam istirahat, suasana di koridor lantai 3 sangat sepi. Sayup sayup, ia mendengar perdebatan antara wanita dan lelaki. Ia mendekat dan mulai berhenti disebuah pintu ruangan.
Kanya's POV
" Mau apa kalian?" tanyaku langsung to the point.
" Menurut lo? Hahaha." Tawa kedua lelaki didepanku yang berseragam sama sepertiku menggila. Arrgh! Bodohnya gue! Kenapa sih gue harus selalu kena jebakan si bajingan didepan gue yang memuakkan ini? Mungkin bagi hampir seluruh siswi di sekolahku dia itu ganteng dan baik, nyatanya dia itu psikopat!
"Brengsek! Bajingan! Lepasin gue, bitch! Fuck! Asshole! Damn! Shit!" Umpatku pada mereka. Dasar lelaki tak berotak! Mainnya berdua, ngelawan cewek lagi, sendirian pula ceweknya. Dasar bodoh!
" Mau kita apain nih cewek songong didepan kita, Yan?" Bajingan! Dika bilangin gue songong? Ga salah tuh?
" Apalagi kalau bukan di tidurin, hahaha!" Ucap si raja mesum dan terkenal playboy itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Fian. Ini gabisa dibiarkan!
' Somebody, please help me. Gue janji bakalan ngelakuin apapun yang dia minta, asalkan dia nolongin gue. Apapun selain keperawanan. Gue ga sudi kalau cowok-cowok bajingan berani ngambil harta gue satu-satunya ini.' Aku memohon dalam hatiku.
Brakkk!
Dean's POV
Aku mencoba membuka knop pintu itu. Ternyata dikunci. Ah, sial! Aku mencoba menggedor-gedor tetapi tak ada satu orangpun yang merespon. Dengan kesal dan penuh amarah, aku mendobrak pintu itu.
Brakkk!
Ternyata dugaanku benar. Ada dua manusia bejat yang berusaha berbuat jahat terhadap seorang wanita. Langsung saja aku memukuli seorang tanpa ampun. Pastinya aku tak melupakan rekannya. Aku tak tahu dengan siapa aku berkelahi, namun aku tidak perduli.
Bagiku, wanita itu seharusnya dilindungi dan dicintai, bukan disakiti. Karena bagaimanapun, kita lahir dari rahim seorang wanita. Ia juga selalu melindungi dan mencintai kita, bukan menyakiti. Sudah selayaknya kita juga harus melindungi dan mencintai wanita sebagaimana kita memperlakukan diri sendiri.
Perkelahian pun tak dapat dihindari. Aku semakin semangat karena setelah babak belur, kedua lawanku masih belum menyerah
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Lalu, aku menendang kepala lawanku yang satunya lagi yang mencoba mendekat kepadaku. Mereka berdua jatuh tersungkur dan terlihat tak berdaya lagi. Aku tersenyum menang karena aku memang menang. Ya, walaupun ada sedikit luka sobekan di sudut bibirku dan memar di pipiku, itu bukan masalah besar.
Lalu, aku menoleh ke arah gadis yang ingin mereka lukai. Gadis itu menutup wajahnya, entah karena takut, atau ada hal lain. Aku bergegas menarik gadis mungil itu keluar dari ruangan tersebut sebelum dua bandit sok jagoan itu tersadar dari tidurnya yang sangat melelapkan.
Setelah keluar, aku melihat lututnya yang sudah gemetaran. Sepertinya dia memang benar benar merasa takut. Tanpa basa-basi aku langsung menggendong gadis bertubuh mungil itu tanpa meminta persetujuan darinya.
Refleks, ia melepas kedua tangan yang tak kalah mungil dari wajahnya dan langsung memeluk leherku. Kulihat, ada bekas jejak aliran air mata mengalir di pipi chubbynya. Dia menatapku begitupun juga aku menatap dia. Tatapan kami bertemu untuk beberapa detik. Masing masing dari kami tidak ada yang melepaskan kontak mata ini, hingga ada suara teriakan dari dalam ruangan yang memanggil namaku.
Dengan cepat aku langsung lari dengan membawa tubuh mungil itu dalam gendonganku dari lantai 3 hingga ke lantai 1. Setelah sampai di lantai 1, aku menurunkannya. Ternyata walaupun badannya mungil mungil gitu, sanggup membuat tanganku merasa keram.
Aku merenggangkan otot otot tangankyu seraya menunggunya mengucapkan terimakasih karena aku tahu, dia tidak pernah mengucapkan kata-kata itu selain kepada Angga. Ya, dia tidak pernah mau dibantu oleh orang lain dengan alasan apapun, karena dia itu makhluk yang sok hebat, yang paling mengandalkan dirinya, dan tentunya bergengsi tinggi.
Author's POV
" Makasih."
---
sama-sama ^^
salam sayang dari incess ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall For You (Again And Again)
Teen Fictionmenyayangimu, apakah harus sesakit ini? menginginkanmu, apakah harus segila ini? mencintaimu, apakah harus membutuhkan pengorbanan sebesar ini? aku sudah berkorban, lantas mengapa kau malah membuangku? jika tak ingin memilikiku, mengapa kau menerba...