Bab 6: Misi yang dimulai

1.5K 81 1
                                    

Aku terpaksa melakukannya. Aku terpaksa mencintai dirimu. Maaf jika cinta mu takkan pernahku balas. ~B~

Langkah kaki yang terburu-buru itu menelusuri setiap lorong-lorong yang sangat gelap itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkah kaki yang terburu-buru itu menelusuri setiap lorong-lorong yang sangat gelap itu. Dia takut. Sangat takut. Lelaki berbadan tegap itu terus saja membawa kakinya untuk berlari sekengcang-kencangnya. Tujuannya saat ini adalah wanita yang sudah menunggunya di ujung lorong sana. Dia tak mau wanita itu jatuh di tangan monster yang meyaramkan itu. Lorong demi lorong telah dilewatinya. Entah mengapa lorong yang sangat gelap ini begitu panjang dan tidak ada ujungnya. Peluh sudah mengalir begitu deras di sekitar wajahnya. Kini wanita yang akan ditujunya sudah ada di depan mata. Tangan lelaki itu meraih wanita berparas cantik itu. Tetapi, ada sebuah sambaran dan membawa wanita itu terbang jauh. Yah dia kalah cepat dengan monster menakutkan itu.

"Bellaaaaaaaaa..."

Hanif terbagun dari mimpi buruknya. Deru napas terdengar tidak beraturan. Mimpi buruk itu sangat menganggunya. Detak jantung itu terus berdetak kencang. Bukan, Hanif bukan sedang jatuh cinta, Tapi dia tengah ketakutan saat wanita yang di cintainya pergi jauh darinya. Hanif menghela peluhnya yang jatuh bercucuran. Matanya tampak terpejam dan setelah beberapa detik terbuka kembali. Hanif langsung menyambar Benda persegi panjang yang berada di atas meja sebelah tempat tidurnya.

Jari tangan itu langsung memencet angka satu untuk panggilan cepat kepada Bella. Nada sambung mulai terdengar jelas. Selang satu menit telphon di angakat.

"Hallo, Nif. Ada apa?"

Dan kini suara wanita dari sebrang telpon sana yang membuat Hanif menghela napas lega. Setidaknya tidak terjadi apa-apa dengan Bella. Suara lembut itu masih bisa di dengar oleh Hanif. Ingin sekali Hanif mendekap tubuh mungil itu kepelukannya.

"Hallo, Nif."

suara lembut itu kembali menyebutkan namanya. Tanpa disadari Hanif mengangkat sudut bibirnya. Ia sangat senang saat Bella menyebut namanya.

"Iya Bel, maaf ganggu kamu malam-malam." Hanif mengaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mata hitam itu melirik jam yang bertengger manis di dinding kamarnya. Yah kini memang sudah larut malam.

"Gapapa kok, Nif. Emang ada apa telpon malam-malam?" Tanya Bella.

"Emmm.. Aku.. Aku cuma mau bilang Good night and have a nice dream." Jawab Hanif. Yah jawaban yang sangat bodoh memang. Cinta memang bisa membuat orang terlihat bodoh.

Terdengar suara Bella terkekeh mendengar jawaban Hanif tadi.

"Ada ada saja kamu, Nif. Aku kira tadi ada apa." Ucap Bella masih menyisakan kekehannya.

Hanif kembali menggaruk tengkuknya, dia merasa sangat salah tingkah jika mendengar suara lembut itu.

Dan malam itu di lewati oleh mereka dengan canda dan tawa. Yah walaupun hanya melalui telepon genggam, Hanif sudah sangat bahagia mendengar suara tawa Bella. Walau hatinya tetap bedegup kencang saat mendengar suara indah itu.

***

Suasana begitu mencekam memenuhi ruangan yang sangat redup ini. Lampu berwarna orange yang di lapisi oleh kaleng yang ada di sisinya menerangi tengah ruangan itu. Langkah kaki terdengar mendekati ruangan yang sangat redup itu, suara knop pintu terbuka lalu di iringin dengan langkah kaki tadi. Suasana makin mencekam, dingin dan tidak ada titik kecerahan di sana. Gelap. Lampu orange itu semakin meredup dan semakin mengelapi ruangan yang sangat tak terawat ini.

"Akhirnya kamu datang juga Kenya. Aku sudah lama ingin bertemu denganmu." Disudut sana terdengar suara bariton itu. Yah orang itulah yang akan di temui oleh Kenya, si pelangkah kaki tadi.

"Kemarilah Kenya! Tak usah takut dengan ku." Suara itu kembali mengucapkan namanya. Kini yang di perintahkan melangkah mendekati asal suara tersebut. Hatinya cukup berdegup kencang. Bukan. Dia bukan tengah jatuh cinta, dia ketakutan. Ketakutan akan suasana yang mencekam ini, suasana yang seakan membunuhnya.

Seringai tampak terlihat di wajah tampan pria berjas di depannya kini. Kenya sangat hapal dengan seringaian itu. Seringaian yang pernah dia kagumi.

"Apa tugasku?" Tanya Kenya langsung pada inti pembicaraan.

"Kenya, jangan terlalu buru-buru aku takkan memakanmu. Duduklah dulu." ujar pria itu.

Kenya masih saja berdiri, tampak akan ketakutan Kenya, pria berjas itu menyalakan lampu yang ada di ruangan tersebut. Seketika cahaya lampu menerangi ruanganya yang tadinya gelap.

Wajah pria yang sangat di cintanya itu terlihat tersenyum kearahnya. Senyuman yang membuatnya tergila-gila.

Kenya segera duduk di kursi yang telah di sediakan itu. Berhadapan dengan pria yang memiliki paras yang sangat tampan itu membuat detak jantungnya berdegup kencang. Yah degupan cinta, bukan degupan akan rasa takut.

"Aku sangat senang kau datang menemui ku. Aku sangat Merindukan mu, Kenya." Tutur kata yang lembut itu kembali membuat hati Kenya yang beku menjadi meleleh seperti es. Mengapa aku tak bisa membenci pria ciptaan mu ini, ya Tuhan. Batin Kenya menjerit.

Pria itu terkekeh melihat tampang Kenya yang sangat tegang itu. "Ternyata kau masih saja seperti dulu, kau masih suka yang cepat bukan lambat." Pria itu beranjak dari tempat duduknya dan melangkah mendekati Kenya. Degup jantung dan peluh bercucuran melengkapi Kenya. "Aku suka melihatnya." sambung pria itu tepat di telingan Kenya.

"Ka---ka---katan saja apa ma--mau mu tuan." ucap Kenya terbata. Sial! Mengapa dia terbata? Kenya sangat benci jika berhadapan dengan pria tampan bak keturunan dewa ini, dia malah terlihat lemah.

Pria itu menganggukan kepalanya, artinya dia paham akan maksud dari ucapan Kenya tadi.

"Oke, ternyata kau ingin ke intinya." Pria itu melangkah kembali ke tempat duduknya tadi. "Tugasmu yang pertama, kau harus mendekati Hanif Sjahbandi.."

"Kalau itu sudah saya laksanakan." ucap Kenya.

"Oke, yang ke dua. Buat wanita yang mencintai Hanif celaka. Kalau bisa buat dia lupa ingatan." Ucap pria itu tajam.

"Ma---maksudmu Gista?" Tanya Kenya memastikan.

Pria memakai jas hitam itu menganggukan kepalanya mantap. Yah Gista Wulandari adalah sasaran Kenya saat ini.

"Apakah kau sudah gila?" Tanya Kenya dengan gusar. Bagaimana tidak gusar? Yang akan di celakainya adalah Gista. sahabatnya dulu waktu di jenjang kuliah.

"Aku memang gila. Gila akan cinta sahabatmu itu." Ujar pria itu tepat di hadapannya

"Lakukan saja apa yang ku perintahkan tadi. Bila kau tidak menyelesaikan tugas mu, kau tau sendiri apa akibatnya." seringaian pria itu kembali terlihat dengan jelas. Kenya benci berada di posisi ini. Ingin rasanya Kenya tidak terlibat akan hal ini. Ingin rasanya kenya tidak pernah mengenal pria yang ada di hadapannya ini. Tetapi, Kenya harus melakukan apa yang di perintahkan pria itu. Tanpa di sadari air matanya sudah mengalir begitu deras. Gista, maafkan aku. Batin Kenya.

___****____

Haloo semuanya.. Maap yah aku jarang update 😂😂 soalnya lagi sibuk lebaran ni hahha. Oh yah mumpung suasana lebarannya blm terlalu pudar, aku (Rahma wulandari) dan keluarga mengucapkan minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin. 😊

Oh ya buat kasih tau aja, tokoh Kenya itu bukan tokoh baru di cerita ini. Salah satu dari tokoh-tokoh yang ada dicerita ini ada yang menjadi Kenya. Pokoknya tunggu terus ya guys kelanjutannya hehhe..

Maaf typo bertebaran dimana mana. Soalnya aku ngetiknya dari hp 😂

RAHMA WULANDARI

I Love My Fans (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang