Bab 11: Puisi siapa?

1.1K 74 5
                                    

Kata demi kata mu membuat hati ini berdesir.

Setelah melakukan pertandingan yang bisa di bilang cukup pamungkas, Hanif bisa bernapas lega. Karena hasil pertandingan kemarin sangat memuaskan dirinya yang bisa mencetak gol ke gawang lawan. Atas gol itulah timnya mengalami kemenang.

Dan kini seluruh pemain maupun pengurus tim memdapatkan libur selama dua hari, karena mereka akan bertanding kembali kira-kira sembilan hari lagi. Hari libur adalah hari yang di dambakan semua orang. Yah mereka bisa berkumpul kembali dengan keluarga tercinta.

Kedua sudut bibir Hanif sudah mengembang. Yah hari ini sang mama ingin menemuinya. Yah Hanif sangat merindukan sosok wanita yang telah merlahirkannya itu. Rindu dengan nasehat-nasehatnya, rindu kelembutannya, rindu kasih sayang yang tiada duanya dari sang mama. Hanif menyukain wanita yang lembut seperti mamanya.

Kedua kaki Hanif melangkah memasuki coffe. Yah mama Hanif alias Tante Chia meminta Hanif menemuinnya di sebuah coffe yang terkenal di kota Malang. Manik mata Hanif melebarkan pandangannya untuk mencari wanita yang selalu di cintainya itu. Lambaian tangan dari wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu menginstruksikan kakinya melangkah.

"Mamah.."

Hanif langsung memeluk tubuh wanita paruh baya itu. Pelukan rindu. Yah Hanif sangat merindukan mamahnya.

Tante Chia melonggarkan pelukan hangat anak sulungnya. Tangan lembut itu menyentuh rambut hitam Hanif yang sudah terlihat gondrong.

"Hanif kangen banget sama mamah." Ucap Hanif manja.

Yah. Kapan lagi Hanif bisa bermanja-manjaan dengan mamah tercintanya.?

Senyuma lembut terukir manis dari wajah tante Chia.

"Kamu udah gede, tapi tetap manja."

Tante Chia menjiwil hidung mancung anak sulungnya yang sudah dewasa. Tante Chia tak menyangka Hanif sudah terlihat dewasa. Rasanya baru kemarin tante Chia mengendong tubuh mungil Hanif. Waktu memang cepat sekali berjalan.

Hanif terkekeh. "Aku emang kangen sama mamah. Emang mamah gak kangen sama anak mamah yang ganteng ini?"

Hanif mengedipkan sebelah matanya. Tante Chia hanya tertawa melihat tingkah genit Hanif.

Kini makanan kesukaan Hanif sudah tersaji di hadapnnya. Seleranya sudah tergunggah. Yah itu adalah nasi goreng komplit buatan mamahnya. Memang saja coffe yang mereka singgahi saat ini adalah milik adik dari almahrum ayahnya. Jadi, tante Chia bebas memasak makanan kesukaan anak sulungnya itu.

Hanif begitu lahap memakan nasi gorengnya. Dia sangat rindu nasi goreng buatan sang mama.

"Mamah nginep di sini kan?" Tanya Hanif di sela-sela kunyahaannya.

Tante Chia menopang dagunya memperhatikan anak sulungnya yang semakin tampan. Persis seperti mendiang suaminya dulu.

"Mamah nanti sore harus balik ke Jakarta, Nif.."

Raut wajah Hanif berbubah mendung. Dia masih merindukan mamahnya.

"Ekal besok ada acara di sekolahnya dan dia pengen mamah hadir." Jelas tante Chia.

Sejujurnya tante Chia masih ingin bersama anak sulungnya. Tapi apa daya anak bungsunya memerlukannya. Tante Chia yakin Hanif bisa menerimanya.

"Huh! Manja sekali anak itu." Gumam Hanif kesal.

Tangan tante Chia terulur mengelus rambut hitam Hanif dengan penuh sayang.

"Kamu jangan sedih, nif. Mamah janji kalau ada waktu mamah pasti akan nemenin kamu. Yang penting kamu disini tetap jaga diri, gak boleh macem-macem, terus sholatnya jangan sampe bolong."

I Love My Fans (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang