Bab 21: Pisau Hati

885 75 13
                                    

Sesakit inikah mencintaimu? Ibarat aku mengenggam sebuah pisau yang tajam. Sakit dan berdarah.

**

Ketegangan terpapar di wajah mereka saat melihat apa yang terjadi di depan sana. Seorang gadis di seret secara paksa dengan penampilan yang di bilang sangat menyedihkan. Para pria berbadan besar menarik rambut sang gadis malang itu. Teriak kesakitan terdengar begitu jelas. Menyakitkan! Memilukan!

Tiga pasang mata melihat kejadian itu meringis menahan kekesala dan kesakitan mereka. Kenya dan Derrel sudah berurai airmata, sedangkan Emir mengepalkan tangannya menahan gejolak emosi yang melanda.

Di ujung sana, pria berjas hitam berlengang ke arah tempat kejadian. Dengan santai Rakka--pria berjas hitam itu, melepas kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Seringaian tertampang jelas diwajah liciknya.

"Akhirnya kalian datang juga. Aku sangat menunggu momen-monen seperti ini,"

Seculas senyuman licik dari Rakka yang membuat darah Emir mendidih.

Langkah kaki Rakka mendekati gadis malang yang di kawal oleh pria berbadan besar. "Sudahku bilang jangan melawanku, Sayang." Tangan Rakka membelai lembut pipi gadis malang itu.

"Sampai kapanpun aku akan melawanmu, Bajingan!" Walau sudah tak bertenaga, gadis malang itu masih tetap pada pendiriannya yaitu tidak mau mengalah melawan bajingan yang ada di hadapannya walaupun nyawa taruhannya.

PLAK!

Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus gadis malang itu. Sakit. Apakah ini takdirnya Tuhan?

"Sudahku katakan jangan melawanku, Gista!" Ucap Rakka dengan emosi yang meluap.

Emir--sebagai sahabat Gista, sebagai teman yang selalu melindungi Gista, sebagai orang yang paling bersalah jika Gista terluka. Lelaki keturuan timur tengah itu sudah tak dapat membendung amarahnya. Langkahnya sudah mantab untuk menghajar wajah lelaki brengsek yang baru saja melukai sahabatnya.

BUK!

Satu pukulan sukses mendarat ketulang hidung Rakka, sampai lelaki itu terdorong beberapa langkah kebelakang. Kini Emir kembali menghajar Rakka seperti orang kesetanan. Suasana mulai mencekam.

Anak buah Rakka tak mau kalah, mereka langsung menarik Emir lalu mengkeroyok lelaki keturunan timur tengah itu.

Gista tak dapat membendung semua yang di rasakannya. Kedua tangannya terikat dan hal itulah yang membuat ruang geraknya terbatas. Entah keberapa kali air matanya terjatuh dan entah seberapa banyak kesakitan yang di deritanya.

Di ujung lorong bagunan tua itu terdengar suara kaki yang tengah berlari. Yah di sana gadis memakai sepatu kest putih dengan atasan dress selutut berwarna hitam. Dia adalah duplikat dari Gista.

"HENTIKAN!! Aku mohon hentikan! Tolong lepaskan kakak saya." Gadis itu menerobos para lelaki berbadan besar itu. Kini si gadis manis itu berhapan langsung dengan Rakka.

"Gladis. Plis jangan ikut campur!" Ucap Gista dengan nada pelan.

"Enggak ka! Aku enggak akan biarin kakak di siksa seperti ini." Air mata Gladis mulai tergenang dan sebentar lagi air mata itu akan runtuh.

Rakka menyaksikan drama adik-kakak di depannya ini. Sedangkan Emir masih di kurung oleh anak buah Rakka. "Sudah-sudah! Saya tidak mau melihat drama antara kalian.." tatapan mata Rakka beralih kepada Gladis. "Dan kau gadis kecil, jangan ikut campur urusa  orang dewasa."

"AKU TAK PERDULI YANG JELAS LEPASKAN KAK GISTA" Teriak Gladis denga suara yang mengelegar. Sontrak saja orang-orang yang ada di sekitar sana menutup kedua telingga mereka. Rasakan! Teriakan Gladis di lawan. Batin Gladis tertawa.

"Sialan! Suaramu bisa bisa merusak gendang telingaku." Desis tajam Rakka.

"Baik, aku takkan merusak gendang telingamu. Tapi tolong lepaskan ka Gista dan orang-orang yang aku sayangi." Ucap Gladis.

"Kau bertanya, apa mauku? Tentu saja aku mau Gista menjadi milikku dan Kenya kembali menjadi budakku." Jawab Rakka tajam.

Gladis masih menatap rahang keras Rakka. "Bisakah aku yang menanggung semua itu?"

Alis Rakka terangkat sekaligus keningnya berkerut. "Maksudmu apa?"

Gladis mengela napas. "Maksudku bisakah aku menggantikan posisi ka Gista dan ka Kenya." Jelas Gladis.

"JANGAN!" Suara serempak dari Gista, Emir dan Kenya.

Rakka dan Gladis menoleh kearah tiga suara tersebut. "Lihat! Mereka melarangmu. Jadi aku memberimu waktu untuk berubah pikiran, baby." Suara tendah Rakka terdengar di telinga Gladis. Tangan kekar Rakka terasa membelai lembut pipinya. Demi ka Gista. Batin Gladis menyakinkan.

Tarikan napas berat terdengar dari Gladis. Matanya mulai terbuka setelah sempat terpejam menikmati sentuha Rakka. Rentina mata Gladis langsung bertambarakan dengan mata elang Rakka.

"Aku tidak merubah pikiranku. Jadi tolong lepaskan mereka sekarang." Ucap Gladis final.

Mata Gista terbelalak dengan keputusan yang diambil Gladis. Bagaimana nasib adiknya itu jika jatuh ketangan lelaki iblis seperti Rakka? Gista tak bisa berbuat apa-apa. Tangannya masih terikat erat dan begitu pula dengan Emir. Sedangkan Kenya terpaku seperti patung. Ya Tuhan!

"Sebelum aku melepaskan mereka, aku ingin mencicipi bibir manis ini," Jari jempol Rakka mengelus lembut bibir bawah Gladis. Sontrak mata Gladis tertutup rapat. Entah jadi apakah bibirnya nanti. "Kau menikmatinya?" Suara Rakka menginstruksikan mata Gladis terbuka. Sialan. Mata itu begitu tajam. Batin Gladis.

Kini tangan Rakka menarik tengkuk Gladis untuk mendekat, jarak merekapun hanya tinggal sejengkal. Detak jantung Gladis terpacu, demi Tuhan! Galdis belum pernah sedekat ini dengan seorang pria.

Kenya tak dapat melihat semua ini. Mengapa hatinya terasa sakit? Secepat kilat Kenya menarik tubuh Gladis menjauh dari kukungan Rakka.

"Jangan sentuh Gladis! Ak--aku yang akan kembali menjadi budak--"

Tubuh Kenya terkulai lemas di pelukan Rakka. Suara peluru yang keluar dari peletuknya memekkan telingan dan mengenai lengan kanan Kenya.

"Key.." Rakka begitu panik. Kenya tetap tersenyum. Tangan putih mulusnya terangkat membelai wajah lelaki yang dicintainya sekaligus dibencinya. "Aku rela menjadi budakmu, karena ak-aku men--mencintaimu, Rakka."

"Key, Kenya bangun!" Sentak Rakka saat kedua mata Kenya tertutup rapat.

"MOMMY." Teriak Derren histeris. Spontan saja Gladis merangkuh tubuh mungil Derren kedalam pelukannya.

Tatapan Rakka menajam melihat sosok yang telah melukai Kenya. Disana dia berada.

***

Bangkar rumah sakit terdorong dengan Kenya diatasnya. Kemeja Rakka telah berlumur darah. Rakka tak perduli bagaimana penampilanya yang berantarakan. Sedangkan di belakanganya sudah ada Gista, Emir, Gladis dan Derren.

Setelah kejadian penambakan tadi, Rakka langsung menginstruksikan anak buahnya untuk melepas Emir dan Gista lalu menelphone Ammbulans.

"Maaf pak, mohon tunggu di luar. Kami memeriksa pasien dahulu." Ucap salah satu suster.

Setelah pintu IGD tertutup di situlah tubuh Rakka luruh tak berdaya kelantai dan air matanya pun jatuh. Semua orang di sana tercengan melihat seorang Rakka menangis.

Langkah mungil Derren mendekati Rakka yang natobenya adalah ayah kandungnya. "Daddy, please don't cry." Tepukan lembut di pundaknya mengangkat kepala Rakka dan menatap buah hatinya.

"Maafkan daddy, Nak. Daddy tidak bisa menjaga Mommy." Rakka memeluk erat tubuh mungil Derren.

Satu kejadian yang mengejutkan. Dimana Rakka sudah dapat menerima kehadiran Derren.

---****----

Assalamu'alaikum semuaahh. YaTuhan aku minta maaf updatenya lama. Tadi juga ada masalah di wattpadnya. Jujur aku pengen nangis ih 😭

Semoga kalian suka sama part ini yah. Maaf klo banyak typo hahha

Budayakan vote dan comment

RAHMA WULANDARI

I Love My Fans (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang