Bab 12: Andai Saja

1.1K 78 14
                                    

Cinta sendirian itu memang menyakitkan. Andai saja cintamu bisa ku miliki. Tapi itu hanya berandai-andai.

"Jadi si Bos nyuruh kita untuk tinggal satu bulan di sini?"

Gista menaikan sebelah alisnya. Dia tidak menyangka Bosnya alias Raka menyuruhnya dan Emir untuk tinggal di kota Malang selama satu bulan kedepan. Ada apa gerangan dengan Raka? Bos yang terkenal dingin itu tidak terkena geger otak kan? Gista yakin Raka tidak mengikhlaskannya untuk berlama-lama di kota apel ini. Apa lagi berlama-lama berdekatan dengan Hanif. Aneh bin ajaib. Batin Gista.

"Iyaa Gis. Gue juga heran kenapa si Bos kayak gitu."

Emir berjalan menghampiri Gista. Yah kini mereka sudah berada di tempat penginapan mereka.

"Kata si Bos, gue harus meliput beberapa pertandingan lagi di sini. Dan dia nyuruh lo buat bantuin gue." Jelas Emir.

"Gue rasa si Bos otaknya gesrek deh. Tumben amat dia ngizin gue untuk keluar kota." Ucap Gista terkekeh.

Emir ikut terkekeh. Benar apa kata Gista. Bosnya memang tidak pernah mengizinkan Gista untuk keluar kota. Emir pun bertanya-tanya ada apa dengan Bosnya?

"Tapi gapapa Mir. Gue kan bisa lama-lama dekat sama Hanif dan novel gue juga bisa cepat selesai." Ujar Gista takkala menampilkan senyuman manisnya.

Emir terdiam melihat senyuman manis Gista. Senyuman yang selalu di nantikannya.

"Ih, ih, ih lo kok senyum-senyum gitu si, Mir?" Tanya Gista saat melihat Emir tersenyum sendiri dalam waktu beberapa menit yang lalu.

Tangan Gista meraba kening Emir. Dia takut kalau sahabatnya ini sakit atau kesurupan jin malu-malu meong. Emir melirik tangan halus milik Gista yang sudah menempel dengan keningnya. Manik mata Gista tak lepas dari pandangannya. Manik mata yang membuatnya berandai Gista menjadi miliknya.

"Lo gak sakitkan, Mir?"

Kini Gista benar khawatir terhadap seseorang yang ada di hadapannya ini. Sedari tadi Emir tak lepas memperhatikannya. Jujur Gista sangat risih di perhatikan intens seperti itu.

Emir tersadar dari lamunanya. Dia mengutuk dirinya yang sangat bodoh ini. Bisa-bisanya dia berandai-andai seperti itu, jelas Gista sudah menaruh hatinya kepada Hanif bukan kepada dirinya yang malang ini. Bodoh lo, Mir. Teriak Emir dalam hati.

"Gue gapapa kok, Gis."

Emir menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Gista menatapnya dengen tatapan penasaran.

"Beneran?" Tanya Gista memastikan.

Kini tangan kekar emir menyentuh pipi Gista. Tangan itu beralih lagi ke rambut hitam dan panjang milik Gista. Wangi. Yah rambut hitam legam itu sangat wangi.

Jarak Gista dan Emir kini begitu dekat. Emir menarik sudut bibirnya.

"Beneran princes Gista."

Mereka saling melempar pandang. Dan Gista lah yang dahulu memutuskan tatapannya. Selelu seperti itu. Gista tak berani menatap manik mata coklat milik Emir. Karena bayang-bayang Kenya selalu terlihat di manik mata coklat itu.

***

Tangan mungil nan putih itu mengenggam erat tangan orang yang ada di hadapannya. Dua insan manusia ini saling melempar senyuman manis mereka. Seakan mereka berdualah orang yang paling berbahagia di dunia ini.

Tangan si lelaki terulur mengapai rambut pirang dari gadisnya. Rambut yang indah bagaikan mahkota berharga. Senyum tak pernah luntur dari bibir mereka.

I Love My Fans (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang