Bab 20: Obsesi

904 67 6
                                    

Apakah ini yang dimanakan obsesi? Yang jelas aku ingin kau menjadi milikku seutuhnya dan selamanya.

**

Gista memang sengaja bersantai di Apartement yang sudah di tempatinya selama beberapa tahun belakang ini. Sepulang dari Bandung, Gista masih memanfaatkan sisa jatah cutinya untuk menikmati kasur empuknya. Sungguh Gista rindu susana seperti ini--suasa hening dan tentram.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Tetapi, Gista belum mau beranjak dari empuknya kasur. Penampilannya pun begitu acak-acakan. Baju tidur warna biru terlihat kusut dan rambut panjangnya terlihat seperti singa. Kini Gista tengah mungutak-atik leptopnya untuk melanjutkan tulisan novelnya. Entah mengapa pagi ini Gista sangat semangat untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Jari-jari lentik Gista sudah menari-nari di keyboard leptopnya menciptakan susunan kata yang akan berubah menjadi kalimat dan akan menjadi paragraf-paragraf. Senyuman manis masih mengiasi wajah cantiknya--walaupun baru bangun tidur. Lantunan lagu dari Niall Horan--Slow Hands tak lupa Gista putar. Menurutnya lagu dari Pria berambut pirang itu sangatlah asyik untuk di dengar dan bisa membuatnya rileks.

Sesekali Gista melantunkan lirik dari lagu yang dia putar dan sesekali pula kepalanya bergerak mengikuti irama lagu.

"Slow, slow Hands
Back sweat dripping down the dirty laundry"

"No, no chance
That I'm leaving here without you
I know that there's already ain't no stopping
Your plans involves slow hands (woo)"

***

Kini waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Perut Gista pun sudah mulai berdemo untuk di beri makan. Tak terasa Gista menghabiskan waktunya untuk menulis selama lebih dari tiga jam. Segera saja Gista menghentikan pekerjaannya dulu.

Langkah kaki Gista berjalan menelusuri lorong apartementnya. Yah setelah Gista mencek isi dapurnya, ternyata tidak ada bahan yang bisa untuk di masak. Terpaksalah Gista harus berjalan ke supermarket terdekat untuk membeli perlengkapan dapur dan bahan makanan untuk di masaknya.

Dengan penampilan santai, Gista berlengang melewati lorong Apartement yang berada di tingkat 25. Celana jeans pendek dan tengtop warna putih di lapisi blazear katun biru melekat di badannya. Tak lupa rambut hitam legamnya itu diikat asal-asalan dan di beri bandana coklat berbentuk kupu-kupu. Cantik dan menarik. Yah walau hanya dengan penampilan sederhana, Gista dapat terlihat cantik bagi yang melihatnya. Contohnya saat ini Gista di sapa oleh tetangganya yang bernama Yudha. Yah si lelaki yang sehari-harinya bekerja sebagai penyiar radio.

"Gista? Lo dari mana aja? Kok gak pernah keliatan beberapa bulan ini?" Lelaki bernama Yudha itu mendekati Gista. Senyuman manis lelaki itu selalu terpancar di wajahnya yang terbilang cute.

Senyuman Yudha tertular kepada Gista. Yah dulu Yudha adalah tetangga yang paling dekat dengannya. Selain orangnya periang dan lucu, Yudha juga lelaki setia. Gista masih ingat saat Yudha menampung gadis aneh bin ajaib bernama Dira, saat itu Yudha selalu kewalahan dibuat gadis itu. Dari situlah mereka bisa saling mencintai. Melihat kebahagiaan dan kemesraan Yudha dan Dira, hati Gista menjadi iri. Coba saja dirinya bisa seperti Yudha dan Dira, coba saja Hanif tau kalau dirinya sangat mencintainya, coba saja Hanif bisa seperti Yudha, mencintai pasanganya dengan tulus. Mikirin apa sih lo Gis? Hanif tetap Hanif, bukan Yudha atau siapa pun. Batin Gista merutuki kebodohannya.

Mengingat nama Hanif, Gista dilanda kerinduan. Bagaimana lelaki itu saat ini? Apakah dia sudah sadar dari masa koma? Atau sekarang Hanif sudah bahagia bersama Bella? Ahh memikirkannya saja air mata Gista sudah tergenang. Segera saja Gista membuang pemikiran itu jauh-jauh.

I Love My Fans (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang