Alvina menunduk dan memahami setiap kataku. Dia tidak bisa menjawab, mungkin dia juga baru menyadarinya atau dia menganggap ucapanku memang benar adanya.
“Seharusnya kamu kasihan sama ibu dan ayahmu yang bekerja keras buat kita, terutama buat kamu. Dulu waktu masuk disekolah ini siapa yang menentukan, orang tua kamu kan? Padahal mereka tau kalau sekolah kita itu banyak ngeluarin duit, tapi orang tuamu ingin yang terbaik buat pendidikan kita. Akhirnya kita dapat beasiswa sampai sekarang tanpa ngeluarin uang banyak. Kamu mikir itu nggak si?!” Jelasku lagi, alvina malah bersedih dan mungkin menyesali perbuatannya.
“Udah, udah! Nggak usah sedih ..” Sahutku lalu memegang bahu alvina.
“Maafin aku ya sin .. Nggak seharusnya aku kaya gini. Benar apa kata kamu, dengan belajar bisa membuat orang tuaku bangga. Apa lagi orang tuaku nggak sekaya teman-teman sekolah kita. Seharusnya aku bersyukur bisa disekolahkan disekolah elit itu, meskipun pendapatan orang tuaku pas-pasan ..” Kata alvina penuh penyesalan. Disudut matanya sudah ada air yang siap turun membasahi pipinya.
“Iya na .. Kamu menyadari itu sudah cukup buatku. Bukannya aku nggak suka lihat kamu chatingan sama siapapun ataupun si Deren, tapi kamu harus tau waktu. Ini malam, biasanya waktu kita dihabisin buat belajar. Tapi kamu mulai dari pulang sekolah sampai malam hari masih aja megang hp. Nggak bagus na .. Sekarang kamu belajar yang serius ya?” Kataku diakhiri senyuman lebar hingga terlihat deretan gigiku. Alvina mengagguk sambil membalas senyumanku.
Alvina mematikan hpnya, dia lebih memilih fokus ke buku Fisika yang dipenuhi rumus. Sedangkan aku menghafalkan jenis jenis angin, ya tau sendirikan pelajaran apa? Yup, Geografi.
Lalu setelah selesai belajar aku melanjutkan curhat ke diaryku, aku menuliskan semua kejadian yang ku alami hari ini. Mulai berangkat sekolah naik angkot, ketemu sama cowok culun yang sok asik, telat dan harus dihukum bersihin taman belakang yang kotornya na’uzubillah dan terpaksa berantem sama sarah and the genk. Semua aku tuangkan di buku ini. Diaryku.
Bukan hanya itu, aku menulis tentang kerinduanku kepada kedua orang tuaku yang ada di Malasia. Ingin sekali aku bertemu dengannya, apa lagi disana lost kontak dan hampir tiga tahun aku terputus komunikasi.
Orang tuaku hanya bisa mengirim surat, dan sesekali mengirim paket untukku. Entah itu jam tangan, baju, sepatu, boneka -ya meskipun aku nggak suka-, buku pelajaran dan lainnya.
Ibu .. Ayah .. Sindy ingin sekali bertemu .. sindy kangen Ibu dan Ayah. Cepat pulang ya ..
I Miss You My Mother End My Father.
----------------------------------------------------
[Autor POV]
BRAKK!!
Suara gebrakan meja itu berasal dari marko dan genknya, Daredevil. Seluruh penghuni kanti kaget dibuatnya. Ada yang nggak peduli dan melanjutkan makannya, ada yang kepo, ada yang takut, dan yang lebih parah lagi ada yang ketakutan lalu memilih pergi dari kanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menunggu Senja (Selesai)
Teen Fiction"Aku jatuh cinta sama kamu sejak pertama kita bertemu" ucap kevin secepat kilat. Aku kaget untuk kedua kalinya. "Kev, gua .." "Aku nggak butuh jawabanmu!" Samber kevin memotong kalimatku. Wajahnya sangat serius dan mat...