42. Menunggumu

177 3 2
                                    

Dengarkan lagunya sambil baca 🥳
Jangan lupa vote🤗

~~

[KEVIN POV]

Di dalam sebuah cinta, terdapat bahasa,
yang mengalun indah, mengisi jiwa
Merindukan kisah, kita berdua,
yang tak pernah bisa, akan terlupa

Bila rindu ini, masih milikmu,
ku hadirkan sebuah, tanya untukmu
Harus berapa lama, aku menunggumu,
aku menunggumu ...

Suara ariel noal menggema di telingaku. Aku memutar lagu "menunggumu" di lapangan ini, tempat dimana terakhir kalinya aku betemu dengan sindy. Sapai sekarang aku masih menunggunya. Menunggu tanda-tanda dia datang lalu tersenyum dibawa langit jingga.

Tetapi, meskipun senja benar-benar hilang dan berganti langit yang gelap, sindy tidak datang. Dia mengingkari janjinya. Dimana dia sekarang?

Apakah ini yang rasanya derita merindukan seseorang yang kita cintai?

"SINDY ... KAMU DIMANA? AKU KANGEN SAMA KAMU!!"

Aku berteriak meluapkan semua yang ada dibenakku. Sakit rasanya jika hanya diam tidak bertindak apa-apa. Kalau kaya gini mau menyalahkan siapa?

"AKU RINDU KAMU .. AKU SAYANG KAMU .. AKU CINTA KAMU .. SINDY .."

Aku menangis terisak-isak. Aku tak mampu berkata lagi. tak sanggup jika membayangkan sindy benar-benar tak datang lagi untukku.

Jika benar ia akan datang, mau sampai kapan aku menunggunya?

"Aku nggak mau kehilangan kamu sindy.." Ucapku disela tangisku.

------------------------------------------------

[ALVINA POV]

Suara alat pendeteksi jantung masih konstan tidak ada perubahan. Entahlah aku harus tersenyum lega atau bersedih. Aku merasa lega saat sindy masih hidup, tapi disisi lain aku juga bersedih karena sampai detik ini juga sindy masih belum sadar.

Sudah tiga bulan lebih sindy masih dalam kondisi koma. Sedangkan UNBK dua bulan lagi akan dilaksanakan. Waktuku hanya membagi untuk belajar dan waktu untuk menjaga sindy disini.

Seperti saat ini, aku berada di ruang rawat sindy dan menyempatkan belajar fisika. Aku duduk disamping ranjang sindy.

"Sin, dua bulan lagi UNBK. Kamu nggak mau belajar?" Ucapku tanpa ada yang merespon. Mengingat hanya aku dan sindy yang ada didalam ruangan ini.

Aku tersenyum pahit saat pertanyaanku tidak ada yang merespon. Hanya terdengar suara alat pendeteksi jantung dan detik jam dinding yang berada didekatku. Hening.

"Aku telfon deren, marko atau enggar ya? Mereka kan sama ips-nya kaya kamu? Mereka dengan senang hati bakal bantu ketinggalan belajar kamu," Celotehku terus. Miris sekali saat hening menyelimutiku lagi.

"Oh iya! Aku lupa, nggak ada yang bisa ngalahin kepintaran kamu. Kamu kan anak terpintar seips? Gimana donk?" Hening untuk kesekian kalinya. Aku bernafas lelah.

"Sin, aku belajar dulu ya?"

Kali ini aku fokus dengan apa yang aku pegang dari tadi. Sebuah rumus fisika yang terlihat jelas disana. Aku berusaha fokus, tapi tetap saja fikiranku buyar gara-gara sindy. Padahal gadis ini ada dihadapanku saat ini, ia masih terbaring lemah tanpa ada niatan mau bangun.

Sekitar sepuluh menit aku memecahkan soal fisika dengan kepala yang lumayan pening. Dari sepuluh soal, yang bisa ku jawab baru tiga soal. Aku benar-benar tidak bisa berkonsentrasi.

Tiba-tiba aku merasakan kehangatan yang ada ditanganku, sebuah tangan yang lemah berhasil menyentuh tanganku.

Mataku membulat sempurna, ketika seseorang yang berbaring lemah mencoba membuka matanya pelan-pelan. Mataku menatapnya tidak berkedip. Detik selanjutnya, matanya terbuka sepenuhnya. Ia berusaha beradaptasi dengan cahaya yang berada di ruangan ini, karena sudah tiga bulan lebih matanya tertutup rapat.

Menunggu Senja (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang