Hoseok mengetuk-ngetuk jemarinya cemas pada stir mobil yang telah berhenti di depan sebuah rumah kecil dengan pagar rendah berwarna hitam yang telah berkarat. Pikirannya sedang dilanda dilema yang hebat, antara haruskah ia nekad masuk ke dalam dan mengkonfirmasi semuanya atau mengambil jalan aman dengan berpura-pura tidak tahu selamanya.
Ia terus-terusan mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa mengingat apa saja yang terjadi padanya dan Shin Hyeri pada malam itu, sampai-sampai ia terbangun di ranjang bersama perempuan itu pagi harinya. Sekarang ia kembali kesini, untuk yang ketiga kalinya, dengan niat untuk mencari tahu kebenaran atas apa yang terjadi tahun lalu. Dan juga, apakah Byul adalah anaknya atau bukan. Ia sungguh berniat, sampai-sampai rela meminjam mobil Seokjin untuk seharian.
Dilema yang kedua melandanya tatkala ia memikirkan bayi mungil yang sudah menjadi kesayangannya. Jika memang Byul adalah miliknya, haruskah ia bahagia? Atau justru sebaliknya? Tentu saja ia bahagia, namun setengah dari dirinya juga merasa cemas, tentang bagaimana tanggapan keluarga dan orang-orang terdekatnya jika mengetahui hal ini. Mereka pasti kecewa, ya, pasti. Seorang Jung Hoseok yang dikenal sebagai anak baik-baik seumur hidupnya, telah mempunyai anak sebelum menikah. Ia tidak bisa membayangkan ekspresi kecewa ayah dan ibunya, juga kakaknya ketika mengetahui hal ini. Tidak, ia tidak ingin membayangkan. Itu terlalu menyakitkan. Bisa-bisa ia berakhir dengan menenggak puluhan pil depresan lagi.
Lamunannya sukses terpecah saat suara deritan pagar memenuhi telinganya. Ia lantas mengarahkan pandangannya pada sosok yang sedang membuka pagar dan hendak keluar. Itu bukan Shin Hyeri. Melainkan seorang wanita paruh baya yang tidak pernah dilihatnya.
Apakah itu ibunya Hyeri? batinnya gelisah.
Tentu ia tidak mungkin membahas tentang hal ini dengan Hyeri saat ada ibunya. Bisa-bisa ia pulang dengan luka-luka disekujur tubuh, masih beruntung jika tidak mati. Hoseok berharap wanita itu segera pergi agar ia bisa menemui Hyeri dengan leluasa, namun ternyata wanita tersebut hanya sedang membuang sampah di depan rumah.
Hoseok mendesah gusar, sudah terlalu lama ia berdiam diri disini tanpa mendapatkan apapun. Setidaknya ia harus mencari cara agar bisa berbicara dengan Hyeri. Jika tidak bisa dirumah, mungkin bisa di tempat lain. Ya, pasti bisa.
Ia akhirnya memutuskan untuk turun dari mobil, membanting ringan pintu mobil yang sukses membuat suara debum pelan. Wanita yang sedang menutup pagar dan hendak kembali kedalam sontak mengalihkan perhatian pada sumber suara. Menatap Hoseok penuh tanya, namun terkesan ramah. Hoseok tersenyum canggung sambil membawa dirinya mendekat pada wanita tersebut.
"Pe-permisi, apa Shin Hyeri ada?" tanyanya kikuk.
Wanita paruh baya itu lantas tersenyum, sebuah senyum yang Hoseok sendiri tidak bisa mengartikan maksudnya.
"Kau temannya Hyeri?"
Pertanyaan itu sukses membuat Hoseok mengusap-usap tengkuknya canggung. Ada jeda beberapa detik sebelum ia menjawab "Ya, saya temannya."
Tentu, teman. Hubungan pertemanan aneh dimana hari pertama mereka bertemu Hoseok tidak pernah mengingat apapun, dan kedua kalinya mereka bertemu Hoseok hampir mati.
"Sayang sekali, nak. Hyeri sedang bekerja sekarang, mungkin satu atau dua jam lagi ia kembali, atau mungkin ia tidak akan pernah kembali."
"A-apa—"
"Dia membenciku, Nak. Dia membenci ibunya sendiri, anak itu—entahlah."
Hoseok tidak merespons ucapan terakhir yang dilontarkan nyonya Shin, lidahnya seakan dilem di dalam mulut, otaknya berhenti bekerja untuk sesaat. Apa ibunya Hyeri baru saja—curhat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Baby [BTS]
FanfictionKetika 7 orang pria yang tinggal di apartemen 201 harus dihadapkan dengan merawat bayi tanpa identitas yang tiba-tiba muncul di depan pintu apartemen mereka. ••• 🌸 Completed. 🌸 Cast(s): BTS members. ⚠ DO NOT PLAGIARIZE. ©kookkiri, 2017.