Chapter 32: Gentlemen

719 151 39
                                    

"Kau sudah baikan?" tanya Yoongi yang sedang duduk di kasur milik Hoseok, memperhatikan lelaki secerah sinar matahari itu memasang kancing kemejanya di depan cermin.

Hoseok bergumam sebagai balasan, merapikan tatanan rambutnya sedikit sebelum menyambar tas ransel hitam yang tersimpan di meja belajar.

"Aku pergi dulu, hyung. Kau tidak ada kerjaan hari ini?"

Yoongi mengedikkan bahu, "Mungkin menjaga Byul dirumah."

Hoseok menghentikan pergerakannya tatkala indera pendengarannya menangkap nama Byul. Beberapa hari ini ia tidak terlalu peduli terhadap bayi mungil itu. Selain karena sakit, ia juga masih belum bisa menghadapi kenyataan bahwa Byul adalah anak Seokjin. Hoseok tahu betul ia egois dan berlebihan. Ia juga tidak paham kenapa bisa seposesif itu terhadap Byul. Padahal sejak awal, ia juga tidak tahu itu anak siapa dan ia tidak pernah mempermasalahkan. Mungkin setelah tahu itu anak Seokjin, dia jadi merasa kalah dalam persaingan—yang sebenarnya tidak diketahui persaingan macam apa.

"Kalau begitu aku pergi sekarang. Jaga Byul baik-baik, hyung. Kalau menyebalkan jangan dimasukkan ke dalam oven."

Yoongi terkekeh sejenak, "Memangnya kau pikir aku psikopat."

"Entahlah, kau pernah hampir menjepit kepalaku di jendela jadi—"

"Hei, itu kan tidak sengaja!"

Hoseok terbahak melihat wajah Yoongi yang berubah semerah tomat akibat menahan malu. Itu kejadian setahun yang lalu, saat mereka sedang berkunjung ke rumah Namjoon di Ilsan. Yoongi menemukan seekor belalang di teras rumah Namjoon. Ia tahu Hoseok benci serangga, jadi Yoongi yang sedang bosan berniat untuk menakut-nakuti Hoseok dengan belalang. Hoseok kala itu sedang bermain dengan anjing keluarga Namjoon yang bernama Rap Monster ketika tiba-tiba Yoongi datang dengan belalang kecil di tangannya. Sontak laki-laki bermarga Jung itu menjerit dan berlarian sampai dirinya terpojok di depan jendela. Ia hendak melompat kedalam rumah lewat jendela tersebut namun Yoongi yang masih mengejar terpeleset genangan lumpur dan menimpa jendela yang terbuka itu sampai-sampai Hoseok yang baru menyembulkan kepalanya ke dalam hampir terjepit. Kalau bukan Namjoon yang sigap menahan jendela itu dari dalam, mungkin Hoseok sudah benar-benar kehilangan kepalanya.

"Sudah mau berangkat?"

Hoseok menghentikan langkah ketika mendengar suara lelaki tertua itu. Ia mengeratkan pegangan pada ranselnya, menghembuskan napas berat dan menoleh pada Seokjin yang sedang membersihkan ruang tengah dengan vacuum cleaner.

"I-iya, hyung."

"Kau masih sakit? Kenapa suaramu begitu?" suara Seokjin yang terdengar khawatir membuat sesak di dada Hoseok. Ia jadi terdengar seperti orang jahat disini. Berhari-hari memendam amarah pada seseorang yang tidak tahu apapun, bahkan orang itu begitu perhatian padanya.

Hoseok berdeham pelan, berusaha bersikap normal meski rasanya hampir tidak mungkin.

"Hanya sedikit flu. Aku pergi dulu, hyung."

Seokjin hanya menyahut dengan sebuah gumaman dan Hoseok segera memacu langkah keluar apartemen. Perasaannya kalut. Ia merasa bersalah pada Seokjin. Selain karena telah menyembunyikan sebuah fakta besar dari lelaki itu, ia juga sudah mendiami Seokjin selama ia sakit, kendati laki-laki Kim itu selalu merawat Hoseok dengan telaten. Memasak bubur yang enak setiap hari, mengecek keadaannya beberapa jam sekali, bahkan membelikan vitamin-vitamin mahal dari apotek.

Hoseok kembali menghentikan langkahnya di depan lift. Ragu harus memencet tombol panah kebawah itu atau tidak. Ia memejamkan mata dan memijat pelipisnya yang mendadak pening.

Ia tidak bisa begini. Ia tidak tenang.

Menarik napas dalam-dalam, Hoseok mengurungkan niat untuk memasuki lift dan berbalik kearah apartemennya.

Hello Baby [BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang