(Warning: 1800+ words)
"Ahh, bagaimana ini, Jim." Taehyung tak henti-hentinya mengeluh sembari mengayun-ayunkan Byul dalam gendongan. Bayi itu tengah demam. Jimin dan Taehyung yang hanya berdua di apartemen kelimpungan karena dokter langganan keluarga mereka tidak bisa dihubungi.
"Diamlah, Tae. Aku juga sedang berusaha." Jimin kembali menghela napas berat ketika lagi-lagi suara operator yang terdengar dari seberang sana. Alisnya kini telah bertautan, menunjukkan guratan-guratan tipis di tengah-tengah keningnya. Menandakan betapa frustasinya seorang Park Jimin.
"Sudah aku bilang kan kita ke rumah sakit saja." Taehyung sedikit menaikkan intonasinya karena suara tangisan Byul mendominasi apartemen mereka. "Sssh, iya, iya, Byul. Sabar, ya." Ia menepuk-nepuk paha Byul pelan, masih berusaha menenangkan bayi demam itu.
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Jimin menyerah. Ia memutuskan untuk membawa Byul ke rumah sakit. Sebenarnya Jimin sedikit sangsi membawa Byul kesana. Ia punya sedikit trauma pada rumah sakit karena salah satu dokter disana pernah salah mendiagnosa penyakit neneknya. Untung saja Dokter Choi, dokter pribadi keluarga Park, segera mendiagnosa ulang penyakit neneknya sebelum salah penanganan.
"Aku mau siapkan keperluan Byul dulu, kau tunggu di parkiran." ujar Taehyung yang kemudian melesat ke kamar untuk mempersiapkan keperluan Byul. Jimin hanya membalas dengan anggukan singkat, lalu segera meraih kunci mobilnya dan melesat keluar.
Jimin melangkah cepat menyusuri koridor lantai 7, mengejar pintu elevator yang akan segera menutup.
"Tunggu!" Ia berteriak sambil menjulurkan tangannya ke celah pintu elevator yang hampir tertutup rapat. Pintu itu kembali membuka dan Jimin langsung masuk setelah bernapas lega.
"Oh! Kau... mcd... bayi... dompet!" gadis di sebelah Jimin berucap terbata sambil menunjuk-nunjuk wajah lelaki itu. Jimin meliriknya tak suka.
"Kau yang mengembalikan dompetku! Iya, aku ingat! Ah, aku belum sempat berterima kasih dengan benar waktu itu."
Jimin membuka mulutnya, mengatakan 'Ah!' tanpa suara setelah mengingat gadis itu juga.
Gadis itu kemudian membungkuk, "Terimakasih telah mengembalikan dompetku. Kalau tidak ada kau, aku mungkin sudah malu setengah mati."
Jimin membuat gestur dengan tangannya untuk menginstruksikan gadis itu agar berhenti membungkuk. "Sudahlah, tidak apa-apa. Bangunlah. Tidak enak kalau ada yang melihat."
Dengan begitu, gadis itu langsung bangun dan tersenyum kikuk. Jimin yang sedang terburu-buru hanya mengabaikannya dan fokus menatap angka digital di layar yang menampilkan lantai berapa yang telah mereka lewati.
'Kenapa liftnya lama sekali sih?!', gerutunya dalam hati.
"Ngomong-ngomong, namamu siapa?" tanya gadis itu hati-hati. Ia sedikit sungkan karena ekspresi Jimin terlihat tidak baik, namun rasa keingintahuannya yang sangat besar membuatnya tetap bertanya.
"Jimin. Park Jimin." jawab Jimin cepat, terdengar jelas bahwa ia tidak sedang ingin diganggu.
Gadis itu mengangguk paham tanpa mengatakan apapun lagi. Ia cukup peka kalau dirinya telah mengusik laki-laki itu.
Ting!
Pintu elevator membuka di lantai satu. Jimin menghela napas berat.
'Sialan, kenapa harus berhenti sih.' lagi-lagi Jimin merutuk karena perjalanannya ke basemen kembali terhambat.
"Aku permisi, Jimin-ssi." pamit gadis itu, yang kalau Jimin tidak salah ingat namanya adalah Yoo Seungmi. Jimin hanya bergumam pelan dengan wajah datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Baby [BTS]
FanfictionKetika 7 orang pria yang tinggal di apartemen 201 harus dihadapkan dengan merawat bayi tanpa identitas yang tiba-tiba muncul di depan pintu apartemen mereka. ••• 🌸 Completed. 🌸 Cast(s): BTS members. ⚠ DO NOT PLAGIARIZE. ©kookkiri, 2017.