Jungkook menengadah, menatap langit sore yang berwarna abu-abu sementara indera penciumannya mulai mengendus bau tanah. Pertanda hujan akan turun. Sejak kejadian kemarin, ia tidak pulang ke apartemennya, lebih memilih menginap di rumah teman daripada harus bertemu dengan Seokjin.
Sejujurnya ia tidak tahu apa yang ia rasakan saat ini. Marah, tentu saja. Tapi tidak hanya itu, jauh di dalam hatinya ia merasa bersalah. Perasaan bersalah yang sangat besar. Ia tahu Seokjin adalah pria baik-baik. Meski baru mengenalnya tidak sampai setahun, Jungkook bisa merasakan hal itu dari perlakuan Seokjin terhadap enam orang yang tinggal di apartemen bersamanya. Ia merasa bersalah karena memiliki perasaan marah terhadap orang yang telah menjaga dan menemaninya dengan penuh sabar sejak ia pindah ke Seoul. Ini memang bukan pertama kalinya Jungkook marah pada Seokjin. Ia tahu betul Seokjin pasti akan khawatir setengah mati, apalagi Jungkook sampai tidak pulang semalam.
Ia mendengus kecut. Membayangkan betapa khawatirnya Seokjin membuat hatinya pilu. Ia ingin pulang, meminta maaf karena telah egois. Namun bukan Jeon Jungkook namanya jika meminta maaf dengan semudah itu. Ia sadar, selain dirinya punya rasa egois yang tinggi, gengsinya juga tak kalah tinggi. Meminta maaf begitu saja sama sekali bukan dirinya. Ia butuh waktu, setidaknya beberapa hari untuk memikirkan cara meminta maaf yang bisa ia lakukan tanpa merasa malu.
Baru saja ingin bangkit dari bangku halte, ponsel di sakunya berdering. Sebuah panggilan dengan nama 'Yoongi hyung' tertera di layar.
"Ya, hyung?"
"Anak nakal. Kau dimana?"
"Aku di—"
Belum sempat Jungkook mengatakan sesuatu, Yoongi di seberang sana sudah menyahut dengan tenang.
"Pulang."
Terlalu tenang. Jungkook tahu nada bicara Yoongi yang seperti ini. Ia telah merekamnya baik-baik di dalam otak, bahwa ketika Yoongi mengatakan sesuatu dengan terlalu tenang, maka yang terjadi sebenarnya adalah sesuatu yang sangat berkebalikan.
Ia mendadak merasa ngeri. Lidahnya seakan dipaku sampai-sampai tidak bisa membalas omongan Yoongi meski hanya satu kata.
"Kau tidak mendengarku?"
Suara berat itu kembali terdengar oleh telinganya, mengirimkan perasaan takut yang menjalar ke seluruh tubuh. Sekarang ia mengerti maksud Hoseok saat pertama kali ia datang ke Seoul. "Jangan 'bermain-main' dengan hyung berkulit pucat yang ada disana." Iya. Kini ia mengerti maksud 'bermain-main' yang diucapkan Hoseok dulu.
"Jeon Jungkook. Aku tidak pernah mengajarimu untuk mengabaikan omongan orang yang lebih tua, bukan?"
Sial. Benar-benar sial.
Ia tahu ia benar-benar dalam masalah saat Yoongi menyebut nama lengkapnya. Ini tidak baik.
"I-iya, hyung. Aku pulang sekarang."
Tidak ada jawaban lagi dari seberang. Hanya suara sambungan telfon yang telah diputus.
Tapi sebenarnya, apa yang membuat Yoongi begitu marah?
Apa iya karena ia tidak pulang ke rumah?
Atau karena ia bertengkar dengan Seokjin?
Pasti salah satu dari keduanya. Atau bahkan dua-duanya. Memangnya apalagi yang telah ia lakukan?
**
Hoodie abu-abunya sedikit basah akibat hujan yang tiba-tiba turun dengan deras saat ia hampir sampai di apartemen. Hujan di musim gugur adalah salah satu hal yang disukainya, namun saat ini ia tidak bisa menyukai hal itu karena tubuhnya yang jadi menggigil dan membuat rasa takutnya semakin menjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Baby [BTS]
FanfictionKetika 7 orang pria yang tinggal di apartemen 201 harus dihadapkan dengan merawat bayi tanpa identitas yang tiba-tiba muncul di depan pintu apartemen mereka. ••• 🌸 Completed. 🌸 Cast(s): BTS members. ⚠ DO NOT PLAGIARIZE. ©kookkiri, 2017.