Jung Hoseok menatap cangkir yang mengepul hangat di meja dengan pandangan kosong. Hujan di musim gugur memang tidak main-main. Sejak siang sampai malam belum ada tanda-tanda guyuran air dari langit akan usai. Aroma petrikor yang beradu dengan caramel latte sudah mengisi paru-parunya sejak tiga puluh menit terakhir. Memberinya sedikit rasa nyaman setelah seharian merasa penat akibat duduk di depan komputer terlalu lama.
Tidak ada alasan khusus yang membuat Hoseok sampai pergi keluar saat cuaca buruk seperti ini. Ia hanya lelah. Seharian ini tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali mengetik naskah novel baru di apartemennya yang sepi.
Apartemen 201 itu kini memang tidak seramai dulu. Hampir semua orang—atau mungkin memang semuanya—sudah menemukan kehidupannya masing-masing, bahkan Soomi di apartemen sebelah sudah pindah ke Daegu bersama Taehyung. Ia mendadak merindukan teman-temannya, pengisi hari-harinya semasa kuliah. Mendadak merindukan Byul saat masih bayi, bagaimana mereka hampir membunuh si kecil tak berdosa karena tak tahu cara merawat anak dengan benar.
Byul sekarang jarang berada di apartemen, ia lebih sering tinggal bersama ibunya atau di rumah keluarga Kim karena Seokjin sibuk bekerja. Pria itu memutuskan untuk mengambil pekerjaan tetap sebagai produser film dan itu membuatnya jarang pulang ke apartemen.
Min Yoongi dan Kim Namjoon juga masih tinggal bersamanya. Tapi tidak jauh berbeda dengan Seokjin, mereka selalu berada di luar apartemen seakan pulang hanya untuk mandi dan tidur saja.
Jeon Jungkook adalah orang yang paling sering ditemui Hoseok setiap harinya. Ia tidak punya kesibukan yang berarti setelah lulus kuliah. Hanya menjadi pelatih sepak bola untuk klub sepak bola sekolah menengah.
Lagipula Jungkook masih mendapat sokongan biaya dari orangtua dan kakaknya. Si bungsu yang tidak tahu diri itu lebih suka main-main daripada bekerja keras.
Hoseok menghela napas pelan, menopang dagu dan menerawang ke luar jendela café. Tidak ada yang ia pikirkan, namun justru hal itulah yang selalu membuatnya gelisah.
Ia ingin memikirkan sesuatu, mengkhawatirkan sesuatu, memberi perhatian, atau bahkan mencintai. Hidupnya terasa begitu datar hingga ia takut suatu hari nanti akan mati dalam penyesalan.
Setelah melewati episode terberat dalam hidup—merelakan gadis yang dicintai menjadi kekasih sahabat sendiri—Hoseok seakan menjalani antiklimaks dalam ceritanya. Tidak ada peristiwa berarti yang bisa ia ingat selama setahun terakhir. Mungkin peristiwa terbesar yang ia ingat belakangan adalah saat pernikahan Taehyung beberapa bulan yang lalu.
Ah, pernikahan.
Ia mendadak membayangkan hal itu dalam benak. Bagaimana jika suatu hari ia menikah? atau lebih tepatnya,
Apakah itu akan terjadi?
Ia tidak tahu.
Namun beberapa detik setelahnya, pemikiran itu menguap begitu saja saat Hoseok meletakkan fokusnya lebih kuat keluar jendela yang buram akibat tetesan air hujan.
Hoseok sedang tidak bermain dalam film horror, ia yakin itu.
Tapi setelah mengerjap beberapa kali, sosok gadis remaja dengan hoodie merah maroon di seberang jalan itu masih tidak bergeming dari tempatnya, tetap berdiri disana, dibawah guyuran hujan, menatap lurus pada mata Hoseok dengan pandangan seolah ingin mencincang habis tubuh pria itu.
Apa jangan-jangan dia jelmaan malaikat pencabut nyawa?
Apa ini saatnya?
Hoseok mendadak ketakutan dengan pikirannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Baby [BTS]
FanfictionKetika 7 orang pria yang tinggal di apartemen 201 harus dihadapkan dengan merawat bayi tanpa identitas yang tiba-tiba muncul di depan pintu apartemen mereka. ••• 🌸 Completed. 🌸 Cast(s): BTS members. ⚠ DO NOT PLAGIARIZE. ©kookkiri, 2017.