Part 26

3K 241 18
                                    

Mondar mandir di UGD membuat kepalaku sedikit pening. Bagaimana tidak sudah hampir 20 menit setelah Ari masuk kedalam ruang UGD hingga saat ini belum ada satu orang pun yang keluar dan memberikan kabar tentang Ari di dalam.
Setidaknya buatlah yang menunggu di depan ini sedikit tenang. Aku mencoba duduk di kursi tunggu yang tersedia sambil mengigiti kukuku tanda kalau aku gugup sekarang, bagaimana kalau Ari meninggalkan aku?
Bagaimana kalau Ari tidak mau berteman denganku lagi karna ini? Semua pikiran itu kini menghantui pikiran ku.

"Aisyah"
Aku menoleh ke asal suara ternyata ada mama Ari dan kakak nya yang menuju kemari. Benar, aku yang membuat mereka ada disini. Setelah Ari masuk ruang UGD dengan tanggap aku mengabarkan ini semua ke mereka.
Aku pun berdiri dan didekati oleh mama Ari yang memegang pundakku.

"Ari nggak papa kan?"
Tanya nya panik, aku tahu dari gerak tangan nya yang berada di pundakku meskipun terlihat santai aku tahu beliau sedang panik.

"Aisyah juga nggak tahu Tante dari tadi mereka nggak keluar keluar dari ruang UGD"
Mama Ari hanya mengangguk dan duduk di kursi yang tak jauh dariku. Mama Ari mulai terlihat sedikit menangis.

"Udahlah ma, Ari nggak papa. Mama tau kan Ari kuat"
Jawab kakak ari membuat aku ikut mengelus pundak mama Ari tanda kalau aku juga iba akan ini semua.

"Mama hanya takut"

"Semua baik baik aja ma"
Mama Ari kini menangis tanpa suara, beliau terlihat sangat takut kehilangan Ari. Apa kalau aku juga sakit mama ku akan seperti itu?

Ceklek

Suara pintu UGD itu terbuka aku , kak Riri dan mama Ari pun kompak berdiri melihat kearah dokter.

"Bagaimana dok?"
Tanya Mama Ari langsung pada dokter yang baru saja keluar.

"Dia baik baik saja, saya hanya butuh berbicara dengan kerabat"

"Saya mama nya dok, dan ini kakaknya"

"Baiklah ikut saya bu"
Dokter itu menginstruksikan kak Riri untuk mengikuti nya. Aku yang hanya diam melihat mereka.

"Aisyah, kamu tunggu in Ari sebentar ya. Gue mau nemenin mama dulu"

"Oh iya kak" Aku tersenyum melepas kak Riri yang berlari menyusul mama Ari yang agak jauh darinya.
Aku mengintip dibalik kaca pintu UGD yang tembus pandang itu.
Kulihat Ari yang tak berdaya dengan selang oksigen dihidung nya. Dia bisa sakit separah ini?

Asik mengintip Ari hingga aku kaget kalau pintu ini dibuka oleh suster yang berasal dari dalam UGD.

"Ahh maaf sus"
Suster itu hanya tersenyum.

"Kalau mau masuk, masuk aja. Pasien sudah boleh dijenguk kok. Sebentar lagi juga dipindahkan kamar"

"Dia baik kan sus?"
Jawabku yang masih enggan masuk karna ya. Aku hanya sedikit takut.

"Baik kok"

"Kalau gitu saya tunggu disini saja. Kalau sudah dipindahkan kamar baru saya jenguk"
Suster itu mengangguk dan aku kembali duduk di kursi tunggu.

Kalau dikata ingin melihat Ari, aku sangat ingin. Berada disana menjadi orang pertama yang ia lihat saat siuman nanti. Tapi, aku sedikit takut dengan peralatan rumah sakit, entah kenapa. Untuk melihat saja sudah membuat aku basah kuyup dengan keringat.

Aku yang melamun kaget dengan getaran yang berasal dari tasku. Itu bunyi handphone ku.
Kulihat notifikasinya adalah dari mamaku yang menelfon.

"Iya ma"
"Kamu dimana kok nggak ada dirumah waktu mama pulang?"
"Dirumah sakit"
"Apa? Kamu kenapa? Nggak papa kan? Siapa yang buat kamu masuk rumah sakit? Lalu kamu diantar siapa? Rumah sakit mana? Mama kesana nak" tanya Mama bertubi-tubi​ hingga aku bingung menjawab yang mana.
"Bukan aku ma. Ari"
"Ha? Ari? Teman kamu itu?"
"Iya"
"Dia kenapa?"
"Nanti Aisyah cerita kalau sudah pulang"
"Kapan kamu pulang?"
"Rencana aku mau nungguin Ari nggak papa kan ma?"
"Oke baiklah. Kamu disana sama siapa?"
"Mama Ari dan kakaknya"
"Oke baiklah. Kalau ada apa apa langsung telfon mama ya"
"Iya ma"
"Mama sayang kamu"
"Aku juga"

Tut.
Saat telfon kututup aku langsung melihat kearah UGD kalau Ari akan dipindahkan ke kamar. Aku langsung berdiri dan mengikuti nya. Aku melihat sekilas Ari yang masih memakai baju futsal kebanggaan nya di lapangan, namun kali ini beda, dia nampak lemas tak berdaya tidak seperti waktu di lapangan yang penuh dengan semangat.

Setelah Ari masuk kekamar barunya aku pun mengikuti nya. Semua suster yang sudah membenarkan semua posisi Ari langsung meninggalkan aku dan Ari berdua dikamar ini. Sebelum meninggalkan suster suster itu bahkan melempar senyum kearahku.

Kini aku duduk di dekat Ari. Kuamati wajah yang pucat dan terdapat selang dihidung nya membuat dia makin terlihat sakit parah. Kalau sakit parah kenapa dokter bilang baik baik saja? Ah dia hanya lemas pasti.
Kuulurkan tanganku untuk mengelus rambut bergelombang Ari, nafas Ari yang teratur membuat aku ikut damai. Kini tanganku beralih ke tangan Ari yang terdapat infus menancap disana.
Kupegang tangan nya memberikan semangat kalau aku ada disini untuk nya.

Ku tundukkan kepalaku bertumpu pada pinggiran kasur rumah sakit yang di tempati Ari. Sambil memegang tangannya aku juga menatapnya lekat.
Ayo Ari! Kalau kamu baik baik saja cepat bangun. Kamu tidak cocok sekali kalau diam seperti ini. Kamu cocok kalau sedang menggila dan menggoda ku habis habisan.

Kadang aku berfikir, Tuhan pasti sengaja mengirim kan laki laki menyebalkan ini kehidupku. Ditakdirkan untuk menghadirkan tawa dan merubahku menjadi lebih baik, kadang aku juga merasa kalau aku tidak pernah pantas untuk berteman dengan Ari yang ramah, baik , sabar dan Sholeh. Tapi inilah takdir. Sesuatu yang dipandang tak pantas berdampingan bisa saja malah menjadi berdampingan. Kita tidak tahu apa yang terjadi bukan?
Tapi aku bersyukur dan berterimakasih pada Tuhan telah mengirimkan sahabat sekaligus guru yang tepat untuk ku. Aku suka takdir ini Tuhan. Jangan pernah hilangkan takdir ini dari hidupku.

Ceklek
Pintu terbuka membuat aku melepaskan tanganku dari Ari dan berdiri tegap disampingnya.
Terlihat mama Ari dan kak Riri yang tersenyum lebar melihat ku. Aku jadi malu jika seperti ini.

"Kenapa berdiri? Nggak papa duduk aja"
Kata mama Ari sambil memasuki ruang kamar Ari.

"Iya lanjutin udah. Gue sama mama duduk disini aja"
Kak kari menambahkan dan duduk di sofa yang sudah disediakan dikamar VVIP ini.
Mama Ari yang sedang berdiri disamping kanan Ari mengelus-elus rambut Ari dan tersenyum.

"Mmmm Tante. Ari sakit apa?"
Tanyaku membuat mama Ari tersenyum dan menatap kearahku lalu menuju ke Ari lagi.

"Nggak papa. Dia cuman kecapean aja. Dia emang nggak bisa capek. Kamu tahu sendiri dia kayak gimana akhir akhir ini gegara futsal"
Aku mengangguk mendengar penjelasan mama Ari. Memang benar Ari sangat sibuk pada saat futsal ini. Dia bahkan tak ada waktu untuk dirumah berdiam diri. Yang dia lakukan hanya latihan, latihan dan latihan.
--------------------------------------------------------

Semoga lekas sembuh Ari❤
Aisyah kangen rame nya kamu. Hehe!

Happy reading!!!! Jangan lupa vote , comment and share yaa.

I Love You. Friends!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang