Part 31

3K 215 17
                                    

Aku menghentikan langkahku ketika suara Ari samar dan serak yang lebih membuatku panik adalah dia meneriakkan minta tolong.
"Ari?"
Kupanggil dia namun tidak menjawab.
Aku berbalik dan melangkah pelan menuju arah Ari, cahaya disini sangat minim aku saja tidak dapat melihat Ari dimana.

"Gak lucu kalo loe bercanda!"
Kuteriakkan sedikit karna aku tahu Ari sedikit menjengkelkan.
Aku masih terus melangkah sambil menajamkan penglihatan ku yang minim karna tak ada cahaya.

"Sampek gue tau loe bercanda gue bakal marah banget sama loe!" Diam , masih hanya suara jangkrik yang mendominasi hutan kecil ini.

"Ari?"
Aku melangkah pelan. *Srek
Kuhentikan langkahku ketika aku terasa menendang sesuatu. Aku sedikit mendelik ketika kutahu itu adalah sepatu yang digunakan sang empunya.
"Ari?"
Kutendang pelan kakinya namun tak ada reaksi.

Dengan panik aku menunduk kearah Ari, kucari bagian wajahnya. Saat dapat langsung kupukul pelan.

"Ari, ri!!! Loe jangan bikin gue panik kek. Bangun Ari!!!!!"
Terus aku berteriak tapi nihil Ari masih dalam posisi tetep yaitu pingsan.

"Loe nakal sih! Siapa suruh dari rumah sakit pakek sok peduli sama gue? Gue udah bilang sama loe! Nggak ada yang pantes buat peduli sama gue!! Asal loe tau!" Aku memukul pelan dada Ari, sampai aku tak sadar. Air mata kini lolos dari mataku, mau sampai kapan orang yang peduli padaku selalu tersakiti seperti ini?

Karna panik aku langsung membopong tubuh Ari untuk kepinggir jalan siapa tau ada yang menolong disana. Dengan kesusahan aku terus mencoba berjalan dengan tubuh Ari yang lemas dan tak berdaya. Aku terus menyeretnya. Sampai akhirnya aku meletakkan Ari dibawah pohon dengan kusandarkan di Batang pohonnya.
Sedikit panik aku menelpon ambulance, setelah menelpon karna handphone yang bercahaya aku langsung berinisiatif mengarahkan cahaya itu ke bagian wajah Ari. Namun saat kuarahkan aku langsung panik ketika melihat darah segar lagi keluar dari hidungnya.

"Ari! Loe kenapa?"
Kusobek baju seragam bagian bawahku langsungku gunakan untuk membersihkan hidung Ari dari darah. Aku panik! Tidak tahu apa yang harus aku lakukan , aku sama sekali tidak memiliki basic untuk merawat seseorang. Sudah kubersihkan berulang kali tapi darah segar tak kunjung hilang dari hidungnya.

"Duh loe kenapa sih? Jangan bikin gue panik plisss"
Aku masih sigap membersihkan hidung Ari hingga ambulance datang dari arah kanan. Aku langsung berdiri dan melambaikan tangan ke mereka.

Setelah berhenti mereka langsung mengeluarkan tandu dari box belakang.
"Mas tolongin temen saya. Dari tadi dia mimisan nggak berhenti"

"Iya mbak"
Mereka membawa Ari kebelakang dan aku ikut menaiki ambulance itu. Diperjalanan banyak sekali sesuati dipasang di tubuh Ari. Mulai oksigen dan segala sesuatu yang aku tak mengerti. Didalam mobil ini hanya dipenuhi dengan suara detak jantung Ari yang berasal dari mesin komputer kecil itu.
Aku melihat Ari yang damai menutup matanya, sedikit kemerahan dibagian bawah hidung nya yang terkena darah dan bajunya yang kembali ternoda darah.
"Teman saya nggak papa kan sus?"
Aku bertanya pada seseorang yang teliti mengurus tangan Ari dengan infus.

"Mungkin dia kecapean dek. Jadi sedikit mimisan. Nanti lebih jelas kita jelaskan saat sudah ditangani dokter ya"
Aku mengangguk. Tanganku beralih mengelus pundak Ari yang sudah kotor terkena tanah disana tadi. Aku berpikir. Kenapa dia selalu memprioritaskan aku? Bahkan dia mengabaikan kesehatannya.

Setelah sampai rumah sakit Ari langsung masuk ruangan UGD dia dirawat didalam dan aku diluar menunggu kak Riri yang tadi sempat kutelpon. Panik, membuat aku duduk lalu kembali berdiri, berjalan dan terus seperti itu dengan gelisah. Mengigit ujung kuku ku pun gak berefek apa apa.

"Aisyah!"
Panggil kak Riri dari jauh yang datang terburu buru.

"Kak"
Kak Riri langsung memelukku dan aku juga memeluknya. Entah kenapa aku jadi menangis.

I Love You. Friends!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang