Part 57

1.5K 113 29
                                    

Pagi ini aku benar benar bertemu dengan Papaku. Kami janji untuk bertemu disebuah restoran, dan akulah yang datang lebih dulu ketimbang papaku.
Aku sudah tidak perduli dengan mama ku yang tadi pagi memohon untuk minta maaf padaku, ini sudah memuakkan.

"Aisyah!" Papaku baru saja datang dan aku memeluknya erat sambil menangis. Papaku berusaha menenangkan aku dengan mengelus punggung dan mengecup puncuk kepalaku.

"Aku mau ikut papa" Aku semakin menangis terisak membuat papa mengeratkan pelukan nya.

"Kenapa sayang? Jangan nangis ah, dilihat orang emang kamu nggak malu?"

"Ajak aku kerumah papa, aku nggak mau ikut mama lagi, aku kangen papa" Papaku itu hanya menghela nafas dan terus mengelusi kepalaku. Aku benar benar tidak mau lagi bersama mamaku. Aku ingin kembali bersama papaku seperti waktu dulu, setidaknya ada yang membelaku jika aku bersama nya.

"Yaudah kita kerumah papa ya" Aku menganguk lalu mengikuti langkah papa untuk pergi ke rumahnya.
Tapi aku belum memberitakan pada Ari? Apakah harus? Dia saja selalu mengabaikan ku sekarang. Dia selalu hilang dan muncul tiba tiba, dia tidak menceritakan apapun kan?

"Kamu pagi pagi gini nggak sekolah?" Tanya papaku sambil melajukan mobil nya.

"Aisyah mau ketemu sama papa duly, besok aja sekolahnya"

"Tapi rumah papa dari sekolah kamu jauh, apa kamu sekalian pindah sekolah?"

"Nggak usah pa, habis ini Aisyah kan mau lulus. Daripada buang uang pindah lagi, sementara jauhan kan nggak papa juga"
Papaku lalu menganguk mengerti, bagaimana nanti aku tidak mau memikirkan nya yang penting saat ini aku sudah merasa nyaman berada di dekat papaku.

Perjalanan rumah papa dari rumahku memang benar benar jauh, belum lagi ditempuh macet. Sekarang aku mulai panik untuk memikirkan bagaimana nanti jika aku pergi kesekolah harus pagi dan jalanan seperti ini.
Rumah megah dengan desain glamour kini sudah dihadapanku, rumah ini unik dengan air mancur didepannya. Ternyata papaku sudah pindah dari rumah yang dulu ketempati bersamanya.

"Masuk yuk, kenalan sana bunda" Aku menganguk, aku harus memulai semua dengan baik. Setidaknya tidak seperti pertemuan awalku dengan ayah kan?
Aku berjalan dengan menggenggam tangan papaku, mengamati sekitar yang terlihat terawat dan asri. Tidak seperti rumah mama yang sepi dan kelam.

"Bunda, ini ada Aisyah!" Teriak Papa membuat seorang perempuan yang terlihat muda, namun jika bersanding dengan papaku mereka seperti tidak beda jauh.
Rambut sebahu hitam, dengan mata yang lebar membuat wanita itu terlihat cantik.

"Hallo, Nama aku shanti. Kalau kamu berkenan kamu bisa panggil saya dengan sebutan Bunda"

"Aisyah" Aku tersenyum lalu mencium tangan wanita itu, dia juga ibuku bukan? Kulihat perutnya membuncit menandakan kalau sekarang dia sedang hamil tua.

"Aku udah lama banget pengen ketemu sama kamu, tapi kamu sibuk terus katanya"
Aku tersenyum lagi sambil mengikuti nya untuk duduk disofa empuk mewah ini.

"Sebenarnya, saya mau bilang kalau mau tinggal disini sama papa, tapi karna ini juga rumah Bunda, apa bunda keberatan aku ikut tinggal disini?"
Aku sedikit takut bertanya, walaupun aku anak papa, tentu tidak mungkin aku seenaknya saja disini. Ini juga rumah dari istrinya.
Dia menatapku aneh, lalu menatap kearah papaku yang duduk disebelahnya sambil mengelus lengan nya.

"Kenapa kamu pake ijin segala? Ini rumah papa kamu. Kamu anaknya, dan tentu saja anakku juga. Kamu nggak perlu sukan cantik, anggap rumah kamu juga ya"
Aku lalu menganguk semangat dan tersenyum. Benar kata Ari semua akan baik jika kita mau memulai dengan baik juga.

"Kalau gitu Bunda kasih tahu kamar kamu yuk sini"
Aku memang hanya memakan seragam dan baju yang entah lengkap atau tidak di tas sekolahku, aku tidak membawa buku apapun dari rumah. Biarkan saja aku tidak perduli.
Bunda mengandengan tanganku dengan erat, rasanya aku ingin menangis. Tidak pernah sebelumnya mama menggenggam tanganku seperti ini, walaupun pernah rasanya tidak sama dengan tangan Bunda. Padahal dia ibu tiriku.

I Love You. Friends!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang