Part 47

2.2K 160 9
                                    

"Tapi emang bener kan kalau aku dulu kasar makanya nggak ada temen"
Aku masih saja membahas hal tadi agar Ari membuka mulut , karna aku seperti memiliki feeling kalau dia menyembunyikan sesuatu.

"Iya nggak semua pemain taekwondo kasar kan?"
Balasnya sambil sesekali memberi makan MIMO , iya dia kucing adikku yang dia beli untuk menemani nya ketika dirumah. Memang dulu sesepi itu suasana rumah?

"Tapi kan itu semacam karate ri, pasti gegara itu"
Aku memasang muka sedih membuat Ari yang daritadi asik dengan MIMO meninggalkan nya dan berjalan menuju arahku yang duduk di teras tak jauh dari dia.

"Syah, kamu nggak perlu mikir seperti itu. Kamu nggak kasar, lagian kan taekwondo digunakan juga untuk membela diri. Dan dulu yang aku lihat dari kamu , kamu hanya menggunakan itu ketika kamu merasa sangat terancam"

"Sama kamu sering pake dong?"
Kataku membuat Ari makin tidak mengerti jalan pikiranku sepertinya.

"Maksud kamu?"

"Iya, aku kan selalu merasa terancam kalo deket kamu"
Ari langsung tertawa dan bodohnya malah aku ikut tertawa. Kita tertawa layaknya orang bodoh sekarang.

"Eh, dulu kita pacaran gak si?"
Tanyaku membuat Ari yang tadi meminum teh langsung tersedak, aku yang ikut kaget memukul pelan punggung Ari. "Makanya ati ati kalau minum ah" Tambahku.

"Kamu pas sakit lebih bawel ya"

"Masa?"

"Kamu dulu irit ngomong, cuek dan nggak frontal kayak sekarang"

"Jaga image amat ya"

"Bukan, kayak nya kamu lagi ter-"
Ari langsung memberhentikan bicaranya ketika aku sedang serius mendengarkan nya.

"Ter apa?"

"Ter.. Terasa beda"
Aku bahkan tak tahu apa yang dibicarakan Ari saat ini.

"Gimana sih kok gak nyambung"

"Iya beda maksutnya lagi haid gitu"

"Oh PMS gitu yaa"
Ari mengangguk sambil kembali meminum tehnya, saat aku dan Ari asik ngobrol terlihat mobil yang memasuki pekarangan rumahku.
Aku yang belum hafal itu mobil siapa hanya melirik Ari.

"Itu ayah kamu"
Jawabnya seperti tahu arti dari tatapanku tadi. Aku yang senang langsung berdiri dan mendekat kearah mobil terparkir.

"Hai sayang"
Teriak ayah sambil memelukku.

"Ayah darimana?"

"Kerja dong"
Jawab nya setelah melepaskan pelukan kami. "Oh iya, ayah bawak oleh oleh buat kamu"
Ayah nampak mengeluarkan sebungkus berwarna pink dari sakunya.
Terlihat bungkusan itu kecil sekali , namun aku suka.

"Makasih ayah!!!" Peluk ku lagi dibalas ayah mencium pucuk kepalaku.

"Semoga kamu suka ya"
Aku mengangguk, lalu memperlihatkan bingkisan ini ke arah Ari yang disambut senyuman.

"Yaudah, ayah masuk dulu yaa. Ari, om masuk"

"Selamat istirahat om" kata ari disambut senyum oleh ayahku yang kemudian masuk kedalam rumah.

Aku yang memegang bingkisan itu lalu duduk ditempat semua berdekatan dengan Ari, Ari yang tadi berdiri juga ikut duduk kembali. Aku tersenyum melihat bingkisan pertamaku setelah aku mengalami sakit.

"Lucu banget nggak si"
Teriakku membuat Ari tersenyum.

"Buka aja"
Katanya kubalas anggukan.
Kubuka pelan bungkusan yang dilapisi kertas kado ini, hingga terlihat seperti sebuah kotak entah apa ini, berwarna merah , dan kain beludru melapisi nya.
Aku yang tak sabar lalu membuka kotak itu, dan dengan senang kotak itu berisi kalung inisial A yang cantik.

Aku menjerit pelan ketika mengeluarkan kalung itu dari dalam kotaknya.
"Lucu banget"
Kataku sambil mengamati kalung itu, ini sangat indah. Emas putih yang sederhana lalu bergandul huruf A. Ini kalung pertama yang aku punya. Seingatnya.
Karna setelah bangun aku tidak melihat ada perhiasan ditubuhku.

"Aku pasangin"
Aku mengangguk dan memberikan kalung itu pada Ari untuk dipasangkan.
Ari nampak berjalan kebelakang ku lalu memasangkan dileherku.

"Jangan sampai putus , awas!" Kataku dibalas kekehan oleh Ari yang aku dengar.

"Ngak akan putus juga kali"
Katanya sudah selesai memasang kalungku.
Aku yang memakainya sangat bahagia, entah kenapa. Seperti perasaan yang hilang di dalamku. Bahkan aku tidak mau untuk melupakan kejadian ini. Seperti langka saja yang kurasakan.

"Bagus gak?"

"Cantik"
Jawab Ari.

***
Ari pov.
Apa yang akan kalian lakukan jika dihadapan kalian jelas terlihat ada sandiwara yang mungkin berdampak besar? Pura pura mati? Atau bersifat sepertiku yang pengecut malah ikut bersandiwara.
Entah, melihat tawa Aisyah saja membuat hatiku makin teriris, bukan karna aku tidak ikut bahagia namun bagaimana tidak sedih jika sahabat bahkan orang yang kita sayangi hidup dalam lingkup kebohongan? Tentu perih bukan?

Daritadi aku menatap Aisyah yang asik bermain dengan adiknya dan kucing barunya. Aisyah tertawa lepas, bahkan sesekali terlihat mencium pipi adik nya itu. Padahal jika dipikir, dulu Aisyah sangat antipati pada anak itu, ya walaupun Aisyah masih bersikap baik kepada anak itu.

"Ri, ngelamun aja si" Mama Aisyah datang dengan membawa makanan kecil ke meja didepan ku.

"Eh iya tante" Aku membantu memindahkan beberapa cemilan dari nampan menuju ke meja bundar kecil ini, terlihat mama Aisyah memanggil Aisyah dan adiknya namun mereka malah berlarian bersama kucing barunya di taman.

"Tante, sampai kapan mau begini?"

"Maksut kamu?"
Mama Aisyah nampak memandangku tidak mengerti.

"Aku pribadi tidak tega melihat Aisyah yang terus-menerus hidup didalam kebohongan, dia sakit Tante. Dia membutuhkan kejujuran"
Aku berusaha menjelaskan perlahan kepada mama Aisyah.

"Tante juga ri, tapi mau bagaimana lagi? Tante terlalu sayang sama aisyah sampai tidak mau kehilangan dia yang seperti ini"

"Yang saya tahu tante, sebagai orang tua kita harus menerima seperti apa anak kita. Kita tidak pernah bisa memilih seperti apa sifat yang dia miliki. Kita bisa saja mendidik nya namun jika tidak merubah apapun itu memang karakter nya. Tante tenang saja setiap manusia pasti memiliki sisi baik sendiri"
Mama Aisyah tampak tersenyum lalu meninggalkan aku sendiri tanpa membalas perkataan ku, mungkin aku telah menyakiti hatinya tapi ini yang aku tahu. Ini fakta yang benar.

"Ari, kok mama masuk?" Aisyah datang kearahku setelah melihat mamanya memasuki rumah.

"Iya, cuman kasih cemilan sama minum aja"

"Ohh" Aisyah duduk dikursi yang tadi ditempati oleh mamanya. Dia nampak meminum dan memakan cemilan yang sudah disediakan oleh mamanya.

"Kalian tadi ngobrol apa?" Aisyah menimpali setelah selesai minum.

"Nggak, cuman tanya aja. Sekolah gimana. Kamu ketinggalan seberapa jauh gitu"
Jadi pengecut lagi Ari?

"Ohh, jauh banget pasti. Mending aku keluar sekolah aja. Terus aku sekolah dirumah"
Katanya membuat aku makin merasa bersalah, kalau saja aku tidak membuatnya sakit hati waktu itu, mungkin aku tidak akan kehilangan waktu bersama sahabatku disekolah.

"Yah, padahal kita janjian prom bareng loh"

"Apa itu?"
Aisyah lupa ingatan tentu saja dia tidak tahu.

"Semacam pesta kelulusan gitu, kamu pernah janji buat jadi pasangan aku disana"
Pikiranku mengawang kepada saat aku menanyakan tentang malam prom , dan Aisyah ogah mengikuti karna harus memakai gaun namun aku memaksa dan dia berjanji akan datang namun semua malah kuubah dengan menyakiti dia.

"Iya gimana lagi, orang aku udah sakit gini"
Aisyah tersenyum getir seakan menertawakan dirinya sendiri.

"Setiap sakit pasti ada obat, dan pasti sembuh"
Aku mengelus pundak Aisyah untuk sekedar menguatkan nya.
Aku menyayangimu syah! Kamu akan segera ingat nanti. Aku janji.
------------------------------------------------------
Happy 600 followers!!!
Terimakasih untuk follow nya dan support nya. Aku sayang kalian!!!

Enjoy this story!!!
Like, comment and share.

I Love You. Friends!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang