"Kamu tidur sini gak?"
Tanya Ari berulang kali setelah aku makan dan mengganti bajuku yang baru saja aku beli karna darurat."Iya ri"
"Walaupun mama sama papa aku dateng?"
Kurapikan selimut Ari, dan Ari kini melihatku tajam."Udah gue nggak bakal ninggalin elo"
"Selamanya?"
"Iya dah serah"
Aku mulai jengah dan ingin beranjak pergi dari sebelah Ari namun dia menahanku."Kamu sini aja deh. Aku takut" katanya sambil memasang wajah yang sengaja di sedih sedihkan.
"Upil kering dasar" aku meraup mukanya lalu duduk kembali di kursi yang tak jauh dari Ari.
Aku dan Ari hanya larut dalam diam untuk beberapa menit, yang dilakukan Ari hanya terus memandangiku sambil senyum tak jelas membuatku makin tak enak sendiri.
"Loe kalo liatin gue terus kayak gitu gue mending pindah ke sofa deh" lagi lagi Ari menahan tanganku yang sudah akan pergi dari tempat.
"Jangan sini aja. Maaf deh. Kamu terlalu cantik sih"
"Mau babak belur?" Aku menunjukkan tanganku yang sudah siap memukulnya
"Suka deh kalau lagi galak"
"Ari"
"Apa?" Jawabnya sehalus mungkin.
Lalu yang kulakukan hanya diam sambil memainkan HP yang sudah dari tadi siang tidak kulihat. Banyak pesan mama yang masuk untuk sekedar menanyakan aku dimana dan apakah baik baik saja. Aku sampai lupa mengabari mamaku.Langsung kutekan balas untuk mengabarkan pada mama kalau aku baik baik saja dan Ari masuk rumah sakit lagi.
Setelah itu kumatikan HP ku dan melihat kearah Ari yang malah menatap langit langit rumah sakit dengan wajah penuh beban. Tadi saja menggodaku habis habisan sekarang malah sedih. Memang susah ditebak."Ri."
Ari hanya berdehem tanpa melihat kearahku.
"Loe sakit apa sih?"
"Kecapekan biasa"
"Tapi kok bisa masuk keluar gini?"
Ari kini langsung melihat kearahku dengan posisi miring."Iya kan aku abis keluar terus kecapekan cariin kamu jadi ya mungkin drop lagi"
Aku mengangguk paham dan dia kembali menatap langit langit."Elo ada masalah?"
"Ada"
"Apa?" Tanyaku sambil membenarkan posisi duduk untuk mendengarkan Ari dengan baik.
"Semua orang pasti punya masalah. Kalau nggak ya mati aja sekalian"
"Ngomongnya" Kupukul pelan mulut nya dan dia hanya tersenyum tak jelas.
"Yaudah aku mau tidur dulu" Kataku lalu bersendekap dan menyandarkan tubuh dikursi. Dan Ari hanya tersenyum melihat ku. Aku yang tampak kaget dengan senyum Ari yang aneh pun kembali ke posisi awal.
"Apa?"
"Tumben sih kamu"
Kata Ari sembari dia menidurkan tubuhnya dengan benar."Kenapa?"
"Pake logat aku kamu"
"Oh ya?" Aku pun melotot kearah Ari dia hanya senyum dan menutup matanya.
"Seneng aja dengernya"
"Gausah salah paham loe"
"Dih siapa"
Saat aku akan berniat membalas perkataan Ari seseorang langsung masuk tanpa mengetuk pintu."Ari"
Diapun menghampiri Ari membuat aku yang kaget langsung berdiri karna dia kini tidak menghiraukan aku yang duduk disebelah Ari."Elo nggak papa? Apa yang sakit? Gue tadi denger kabar kalau elo-"
"Kamu ada sopan santun nggak?" Ari menyingkirkan tangan Marsha dari tubuhnya. Iya. Dia malam begini datang ke rumah sakit dengan gaya sok peduli memperhatikan Ari dan malah Ari yang risih.
Aku hanya diam sambil menatap kesal kearah Marsha. Entahlah aku sedikit muak saja."Gue tungguin elo ya. Loe tidur lagi aja" Marsha langsung duduk begitu saja dikursi yang tadi aku duduki untuk menunggu Ari.
Aku yang hanya bisa diam dengan perlahan meremas tanganku sendiri karna kesal. Entah perasaan apa ini.
Ingin sekali aku menegur Marsha tapi siapa aku bukan? Yang menjadi keputusan ku kini aku akan pergi dari kamar ini.
Baru saja aku melangkah."Syah!!"
Aku menghentikan langkahku dan melihat arah Ari yang menatapku nanar seakan memohon padaku untuk tetap disini."Marsha, aku nggak suruh kamu duduk ditempat itu. Itu kursi punya Aisyah. Masak dia yang ambil kamu yang didudukin"
Ari nampak berusaha mengusir Marsha dengan halus namun dia menatapku tajam. Dia pikir aku takut? Kubalas juga tatapan nya lebih tajam."Iya kan gue pengen nungguin elo disini" Katanya sambil kembali melihat kearah Ari.
"Oh. Makasih banyak, tapi kakak aku udah nitipin aku ke Aisyah. Setidaknya tolongin sahabat kamu itu untuk jalanin amanah kakak aku"
"Aku bisa gantiin Aisyah"
"Aisyah nggak akan terganti buat aku"
Deg!
Aku yang tadi menunduk karena sedikit malas melihat perdebatan mereka tiba tiba dikejutkan dengan suara Ari yang tegas. Apa dia masih? Ahh sudahlah.
Aku melihat kearah Ari dan ari juga melihat kearahku.Brak!!
Marsha terlihat mendorong kursi besi itu hingga roboh dan menimbulkan bunyi keras membuat aku dan Ari yang tadi sedetik berpandangan kaget.
Marsha pun berjalan keluar dan berpaspasan denganku, tapi sebelum dia melangkah dia membisikkan sesuatu padaku dengan cara mendekat ke telinga ku."Loe tau! Marsha nggak pernah kalah dalam hal apapun"
Dan aku hanya tersenyum lalu memegang pundaknya erat."Dan gue bakal bikin elo jadi pernah kalah"
Marsha menatapku penuh amarah dan menyingkirkan kasar tanganku dari pundaknya. Aku hanya tersenyum sambil melihat nya berlalu.Aku pun berjalan kembali menuju kursi yang tadi dilempar oleh marsha ku kembali kan berdiri dan menuju kearah Ari.
"Kamu tadi ngomong apa? Ngerebutin aku ya?"
Aku langsung memukul kepala Ari pelan tapi dia masih mengeluh sakit.
"GR an banget jadi cowok. Udah tidur sana""Good Night sahabat tercinta"
"Jijik"
Ari pun langsung membelakangi ku untuk mencari posisi nyaman nya. Aku yang tersenyum dalam hati menatap punggung Ari dan membalasnya dalam hati pula"Selamat tidur dan lekas sembuh teman istimewa"
---------------------------------------------------
Banyak banget yang nungguin kita Syah!
Iya banyak RI.
Wkwk!!!
Hallooooo!!!!!
Maaf baru next lagi sibuk sama kuliah banget. Dan berimbas cerita gak nyambung.
Sambung2in aja ya. Ehehe!!Jangan lupa like , vote and comment!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You. Friends!
Fanfiction"Jangan cari masalah sama gue, kalau muka loe gak mau bonyok" - Aisyah "Kamu itu satu satunya gadis yang paling manis yang aku temui" - Ari Ketika gadis jago taekwondo, jatuh cinta dengan sosok laki laki humoris nan romantis. -Ini hanya fiktif belak...