Part 29

3.2K 225 25
                                    

Aku menatapnya dalam, lelaki ini kenapa bisa bikin jantung aku berdetak seperti ini? Tidak aku harus cegah sebelum aku merasa sakit kembali.

"Berisik ya loe"
Aku pun melangkah kan kakiku keluar, mengebrak pintu membuat seakan aku marah besar.
Sebenarnya aku tidak marah. Hanya saja aku... Bingung harus apa. Ini pernah terjadi padaku dan aku takut jika itu terulang lagi.
Jika kalian tahu itu akan sakit bagi kalian, ahh membayangkan saja aku ingin menangis.

Setelah berlari menjauh dari ruang rawat Ari aku duduk di kursi yang ada, kupikir ini taman karna ada aneka mainan anak anak kecil disini aku pun kini sedang menginjak rumput, setelah memastikan keadaan aman aku menunduk sambil menutupi wajahku dengan tanganku. Aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang.

"Aisyah"
Aku yang terkejut langsung menatap arah yang memanggilku. Ah gadis ini lagi kenapa dia harus datang pagi pagi sekali?

"Ngapain loe?"
Teriakku membuat gadis itu berjalan kearahku, aku spontan berdiri saat dia duduk dikursi yang tadi kududuki. Duduk dengan nya saja aku malas sekali.

"Ayolah. Kita ngobrol sambil duduk aja"
Katanya sambil menepuk kursi dibagian yang kosong.

"Nggak usah sok asik. Sekarang ngapain loe kesini?"

"Loe kayaknya masih marah banget sama gue? Ayolah syah itu kejadian 2 tahun lalu masak loe nggak move on sih? Kak Arma aja udah lupa sama loe"

"Marsha! Gue peringatkan sama loe jangan sok asik sama gue. Dan ngapain loe kesini?"
Ya. Marsha wanita itu lagi, yang merebut laki laki yang mungkin mendapat gelar cinta pertama ku.

"Apalagi kalau bukan buat ngerebut sesuatu yang loe punya?"
Keterlaluan bukan dia? Ini yang Ari sebut baik? Aku kadang jijik pada Ari karna habis memeluk dan menjadi sahabat yang baik buat Marsha.

"Kenapa diem? Ayolah gue sahabat loe. Upsss, mantan aja kali yaa. Gue tahu banget kalo loe suka sama Ari. Hmmm kayaknya kita sahabat sejati banget ya sampek tipe cowok aja punya selera yang sama, dan ini udah dua kali. Ya ampun syah kita so sweet ya"
Katanya sambil menepuk pundakku pelan. Aku yang tahu langsung menyingkirkan tangan dan mencengkram bagian pergelangan tangannya.

"GUE KASIH TAU SAMA LOE! MULAI DETIK INI GUE NGGAK AKAN NGALAH SAMA LOE DALAM HAL APAPUN. DAN JANGAN PERNAH MIMPI BUAT ARI DEKETIN LOE KARENA ITU SEMUA PERCUMA",
Dia diam lalu tertawa membuat aku menatapnya aneh. Dan disaat aku lengah dia mencengkram balik tanganku dibagian yang sama dan ini lebih keras dari yang kulakukan padanya tadi.

"well well well. Sahabat gue yang cantik ini coba buat nantang gue. Loe nggak takut kayak kejadian waktu itu? Yang sakit hati karena cowok yang loe cintai untuk pertama kali jadiin loe barang taruhan dengan uang? Nggak takut? Dan loe kalah sama gue Aisyah loe inget itu?"
Akupun melepaskan tanganku dan pergi meninggalkan Marsha diam ditempat.

"Aisyah! Kamar Ari dimana ya? Gue mau jenguk dia nih"
Tanganku kaku rasanya ingin sekali kupakai jurus taekwondo ku untuk menghajar wanita murahan satu ini, kalau bukan karena ini rumah sakit dia akan sudah habis dengan ku. Aku hanya meliriknya dan meninggalkan dia ditempatnya.

Pulang.
Hal yang baru kemarin malam tidak ingin kulakukan namun aku malah melakukan nya. Bagaimana lagi? Aku tidak mungkin disana melihat Marsha yang terus terusan mencari perhatian dengan Ari. Jika Ari memang suka padaku seperti yang dia katakan tadi pagi dia sendiri yang akan padaku lalu mengatakan nya.
Tapi bagaimana jika dia lelah menunggu ku? Bukankah tadi dia mengatakan nya?
Lalu bagaimana caranya aku bilang ke dia kalau aku ingin dia jadi milikku setelah tadi aku meninggalkan dia begitu saja? Ahh memikirkan ini membuatku sakit kepala.

"Makasih pak"
Aku memberikan uang kepada taksi yang tadi mengantarkan aku kembali kerumah. Aku memasuki rumahku dengan kondisi yang tidak baik sama sekali.
Rambut berantakkan, bahkan baju terlihat ada sedikit bercak darah bekas darah Ari yang mengalir melalui hidungnya kemarin.

Ceklek.
Kubuka pintu rumah terlihat mama dan om itu duduk didepan tv. Melihat ku pulang mama langsung menghampiri ku.

"Kamu udah pulang Syah?"
Mama menghampiri ku dan membelai rambutku lalu kewajahku.

"Kamu kayak sedih. Kamu kenapa?"

"Aku nggak papa kok ma, Aisyah mau siap siap sekolah dulu ya. Mumpung masih jam segini"
Mama hanya mengangguk lalu aku menaiki tangga ke kamarku.
Sebenarnya aku tidak ingin sekolah hari ini karena akan menunggu Ari sampai sembuh. Tapi karena hal yang membuat ku muak tadi jadi kuputuskan saja untuk sekolah, walaupun disekolah tidak ada orang yang membuat ku semangat setidaknya aku bisa main basket biar nggak bete. Dan pulang nya bisa main taekwondo.

Dan sekarang aku sudah sampai disekolah, benar saja sekolah jadi membosankan. Aku melihat bangku sebelahku terlihat kosong disitu biasanya Ari duduk sambil mengangguku. Ah kenapa terus memikirkan Ari? Jam istirahat juga kugunakan hanya diam. Bagaimana tidak? Tidak ada seorang pun yang menemaniku. Bahkan untuk mengajakku mengobrol seandainya aku dan Steffi satu sekolah pasti akan asik.

Jam pulang pun terasa lama, tapi untung sekarang sudah pulang ini adalah hari sekolah paling membosankan yang pernah aku rasakan. Sangat!

"Pak ke tempat latihan taekwondo ya"
Aku sudah memesan ojek langganan ku lagi kini.

"Tumben banget neng, biasanya nggak order"
Katanya saat motor sudah berjalan menuju tempat latihan.

"Iya pak. Temen saya yang biasanya nganterin lagi sakit"

Lalu bapak ojek ini hanya ber'oh' ria , membuat aku ikut terdiam sejenak. Dipikir aku belum sama sekali melihat Ari saat ini. Bagaimana keadaannya? Biasanya seharian akan kuhabiskan dengannya. Sampai taekwondo saja aku ditemani. Kini? Aku hanya sendiri seperti yang lalu.

"Sudah sampek neng. Ngelamun aja"
Kata pak ojek membuat aku kaget. Melamun sependek itu ternyata lama ya.

"Eh iya pak. Ini makasih pak"
Aku menuruni motorku dan mengembalikan helmnya pada pak ojek. Aku melangkah masuk, dan melihat sesosok wanita yang tengah sibuk menguncir rambutnya dia nampak berkeringat seperti nya dia selesai pemanasan.

"Steffffffiiiiii"
Aku berlari kearahnya lalu memeluk nya kencang sambil berputar putar

"Aisyah. Ihhh sesek gue. Lepasin Aisyah" Steffi memukul mukul lenganku yang kini memeluknya erat. Entah kenapa rasanya aku ingin memeluk seseorang.

"Gue kangen"

"Apaan orang biasanya ketemu"

"Nggak tau" Tak terasa air mataku menetes dan memeluk stefi makin erat.

"Apaan ih"
Steffi diam saat mendengar nafasku yang tampak tak teratur seperti orang menangis. Tapi itulah kenyataannya dia satu satunya orang yang kudatangi saat aku hancur bahkan bahagia.

"Apa wanita kasar kagak gue nggak cocok buat bahagia bareng siapapun ya stef?"

"Maksut elo apa sih" Stefi menarik aku paksa agar melepaskan pelukannya. Aku hanya menunduk saat Stefi berhasil melepaskan pelukanku.

"Elo disakitin sama Ari?"
Aku menggeleng sebagai jawaban. Steffi kini memegang lenganku dan mengelus nya sebagi tanda menguatkan aku.

"Sesuatu yang gue punya selalu aja ada yang berusaha buat ngerebut. Kenapa? Apa emang gue nggak pantes bahagia? Jadi pas gue punya sesuatu hal itu direbut dan dibiarkan menjadi kebahagiaan orang lain?" Kini aku menatap Steffi dan dia nampak terkejut.

"Gue nggak paham sama loe, jelasin yang bener plis"

--------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cedih lihat Aisyah, aku nyender kamu ya ri. Ceritanya baper!
Wkwk.

Have fun sama cerita nya!!!!!! Jangan lupa vote , comment and share yaa💃

I Love You. Friends!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang