Part 44

2.1K 153 7
                                    

"Ari kamu kok didepan bukan nya masuk kedalem"
Ari yang terkejut karena ayah Aisyah kini berada tepat didepan nya dengan menatap Ari nanar, jika begini Ari merasa 2kali lipat merasa bersalah.

"Hmm nggak usah om, lagian Aisyah nggak inget Ari, nanti dia malah marah marah. Kalau gitu saya pulang dulu om"

"Kok buru buru ri?"

"Tadi niat Ari cuman nungguin Aisyah pas nggak ada temen, jadi kalau om udah balik Ari bakalan pulang"

"Kamu nggak nemuin Aisyah dulu?"

"Nggak om, Aisyah juga tidur. Saya pulang dulu ya"
Ari mengambil tangan ayah Aisyah lalu melenggang pergi. Untuk mengatakan dia yang membuat Aisyah menjadi benci akan dirinya saja dia tidak sanggup.
Sebut saja dia pecundang sekarang.

Sudah beberapa Minggu ini Ari hanya mengintip Aisyah dari luar, Aisyah yang dulu sangat pendiam kini berubah menjadi sosok yang selalu ceria. Yang suka menatap kearah orang dengan tidak ramah berubah menjadi gadis yang murah senyum.

Seperti biasa hari ini Ari akan melihat dari jauh perkembangan Aisyah, dia terlalu takut untuk muncul didepan Aisyah. Yang ia lakukan hanya didepan pintu dan mengintip dari celah kaca dipintunya.
Setelah sampai, aneh. Ruangan Aisyah kosong tidak ada seorang pun. Ari memutuskan untuk masuk siapa tau Aisyah sedang di kamar mandi dan dia jatuh. Setelah diketuknya pintu kamar mandi tidak ada suara apapun untuk menjawab. Barang Aisyah masih utuh disini. Dengan panik dia berkeliling kerumah sakit.

"Sus pasien dikamar nomer 12 sudah pulang?"

"Belom kok mas"

"Kok nggak ada dikamar ya?"

"Tadi sih ada di taman mas, cobak aja lihat kesana"
Suster itu menunjuk sebuah taman rumah sakit yang memang dipergunakan untuk para pasien refreshing jika bosan dikamar.

"Makasih sus"
Ari langsung berlari kesana untuk memastikan Aisyah ada disana. Saat menemukan bayangan Aisyah dia tersenyum. Perempuan itu nampak ceria dan berusaha untuk naik ketanjakan menggunakan kursi roda. Dahi Ari berkerut.
Lagi lagi tidak ada yang menemani aisyah?
Dengan sigap Ari berlari kearah Aisyah yang hampir jatuh mundur dengan kursi rodanya.

"Haaaaahhhh" Teriak Aisyah lega saat Ari berhasil menahan kursi roda milik Aisyah.

"Makasih ya , kamu-" Aisyah terdiam saat melihat kearah belakang bahwa laki laki yang selama ini mengaku sebagai sahabat nya.

"S-s-sorryy , aku bantu. Kamu mau kemana?"
Ari mendadak gerogi setelah sekian lama tidak ditatap Aisyah.

"Kesana" Aisyah menunjuk kursi panjang dekat air mancur, Ari mengangguk lalu mendorong Aisyah ketempat yang ia mau.
Selama didorong Aisyah hanya diam begitu juga Ari.

"Sudah, lain kali hati hati" Kata Ari berniat akan pergi dari Aisyah. Dia harus bersikap seakan dia orang lain kali ini. Dia tidak mau khilaf dan membuat Aisyah tersakiti lagi.

"Katanya kamu sahabat aku?"
Deg! Ari terdiam setelah berhasil berjalan beberapa meter dari Aisyah.

"Kenapa kamu nggak temenin aku? Bahkan kamu nggak ada usaha buat balikin ingatkan aku. Kamu beneran bohong?"
Ari menoleh kearah Aisyah. Aneh! Kata pertama yang terlintas diotak Ari. Bagaimana tidak, kemarin seseorang yang terang terangan menolah Ari kini memasang wajah tersenyum kearahnya. Dia mimpi?

"Sini, kamu nggak mau nemenin aku?" Kini wajah senyum lucu nya lebih sering menghiasi wajah Aisyah daripada galak seperti biasanya.
Dengan pelan Ari melangkah menuju Aisyah.

"Duduk"
Ari duduk dikursi panjang dekat kursi roda Aisyah, posisi mereka kini saling berjauhan.

"Kita mulai dari awal. Nama aku Aisyah kamu?"
Aisyah tersenyum sambil menyodorkan tangan nya yang pucat ke arah nya.

"Kenapa?" Tanya Ari tiba tiba membuat Aisyah menyergit.

"Apanya yang kenapa?"

"Kemarin kayak najis sama aku sekarang malah ngajak kenalan?"
Aisyah tertawa keras, dan aku hanya menatapnya aneh. Sepertinya aku lebih menyukai Aisyah yang ini.

"Kemarin pikiran aku lagi nggak sinkron jadi suka emosi, terus ayah aku kasih wejangan gitu. Dan bilang kalau kamu emang sahabat aku. Setelah aku pikir ngapain juga aku marah sama kamu"

"Maafin aku ya" Kata Ari sambil mengelus puncak kepala Aisyah.

"Nggak papa, kalau pun aku ingat kamu nanti. Aku juga nggak mungkin sanggup bunuh kamu. Haha" dia tertawa garing tapi anehnya aku malah ikut tertawa, sungguh tawa memang menular.

"Nama kamu siapa?"

"Ari, kamu dulu biasa panggil aku Ari juga sih"

"Ohh, aku bisa kenal kamu dimana?"

"Sekolah. Dulu kamu marah marah sama aku karna aku numpahin susu atau kopi gitu aku lupa , ke baju kamu. Kamu dingin pokoknya"

"Ihh nyebelin"
Aisyah memukul paha ku ketika aku bercerita. "pantas saja aku marah , kamu nyebelin gituu. Ihh emosi nya kerasa loh"

Kami pun tertawa, aku bercerita semua kepada Aisyah. Walaupun dia tidak ingat setidaknya aku sudah cerita. Dia sungguh menjelma sebagai manusia pendengar yang baik, sesekali dia juga bertanya dan berpendapat. Aisyah yang pemarah berubah menjadi Aisyah yang menyenangkan.

"Kamu masuk dulu ya, nanti aku cerita lagi"

"Padahal lagi seru" tambah Aisyah , yang memasang wajah cemberut.

"Nanti lagi, emang kamu nggak mau bersih bersih dulu. Ini udah sore. Mulut aku aja sampai kering banyakan ngobrol"

"Iya sih"
Ari mendorong kursi roda Aisyah menuju kamar rawat inapnya. Hampir sampai aku melihat mama Aisyah dengan adiknya.

"Eh dari mana?" Katanya sambil melihat Aisyah tersenyum.

"Dari taman sama Ari" lalu mengambil alih kursi roda Aisyah yang tadi kudorong.

"Biar Ari aja Tante"
Aku pun mendorong Aisyah sampai masuk, dan membantuk Aisyah untuk kembali berbaring di ranjang rawatnya.

"Hmm Ari, Tante mau ngobrol nih sama kamu. Boleh?"

"Boleh banget Tante"

"Yaudah. nggak disini yaa, Tante tunggu didepan"
Aku yang melihat instruksi mama Aisyah hanya mengangguk. Pandanganku beralih ke Aisyah yang sudah mulai asyik berbincang dengan adik nya.
Langsung saja aku keluar untuk menemui mama Aisyah.

"Kenapa te?" Tanyaku ikut duduk disebelah mama Aisyah yang kebetulan duduk tak jauh dari kamar inap Aisyah.

"Tante bingung ri"
Kata mama Aisyah sambil sedikit menunduk menahan air mata, aku sangat iba melihat itu.

"Bingung kenapa te?"
Aku yang panik berusaha mengelus punggung mama Aisyah bermaksud untuk memenangkan.

"Bingung. Tante sebenernya harus sedih atau senang"

"Maksut Tante?"

"Di sisi lain Tante seneng, Aisyah sudah mau menerima kehadiran adik dan papa tirinya, tapi Tante sedih itu tanda nya menghapus memori Aisyah bersama papanya dulu ri"
Aku bahkan tidak pernah memikirkan ini, namun ada benarnya juga.

"Kamu jangan ingatkan terlalu dalam ri, Tante belum siap kalau suatu saat Aisyah akan marah sama tante karna tidak menganggap papanya"

"Tante, udah. Mending sekarang kita konsentrasi bantu Aisyah mengingat apapun. Urusan itu, biar saja kita lihat nanti ya"
Aku kembali mengelus punggung mama Aisyah.

"Udah, Tante jangan nangis lagi. Tante udah Ari anggep kayak mama Ari sendiri, jadi Ari nggak suka lihat mama Ari sedih. Udah, hapus air mata biar Aisyah nggak curiga"
Aku menghapus air mata mama Aisyah yang mengalir dari awal dia bercerita padaku.
Kenapa kehidupan Aisyah serumit ini? Semua ini karna aku. Memang aku yang salah.

------------------------------------------------------
Wattpad lagi ngeselin.
Sebenernya ini udah publish kemarin tapi gagal mulu. Entah kenapa?
Sampai pas udah bisa dipublish ehh malah ceritanya ilang.

Kzl bat gue..
Yaudah jangan lupa like, comment and share yaa..
Saranghae ❤

I Love You. Friends!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang