Part 39

2.2K 149 5
                                    

Seharian disekolah tanpa Ari membuat hariku sangat membosankan, Bagaimana tidak? Yang kulakukan hanya diam saja, bel lagi melihat tingkah sok geng sarap itu membuat aku makin eneg aja. Lihat saja sangat sok cantik di depan kelas bergelak tawa tanpa berfikir orang lain terganggu atau tidak biadab memang.
Putus asa kugebrak meja membuat aku jadi pusat perhatian dikelas, namun semua jadi hening. Kulangkan kaki menuju pintu untuk keluar dari tempat membosankan itu.

Berjalan menyusuri koridor sekolah tanpa harus tau kemana memang cukup melelahkan. Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke lapangan indoor untuk bermain basket, setelah sampai sedikit kulihat kalau sepi yang ada di dalam lapangan ini. Senyum ku seketika mengembang , ini adalah hal yang aku suka.

Mengambil bola yang ada di lapangan menggelinding sembarang, ini pasti ulah anak basket yang tidak bertanggung jawab suka main tapi tidak mau mengembalikan. Aku memantulkan bola sesekali memasukkan pada ring diatas, bahkan lemparanku tidak ada yang mereset kalau lagi jengah seperti ini tenaga ku memang terkumpul sudah.

"Aisyah!" Aku menoleh ke asal suara yang memanggilku. Terlihat Bella masuk dengan buku ditangannya. Kubalas sapaannya dengan senyum yang kubuat ramah.

"Elo ngapain?"

"Main" kataku sambil menunjukan bola yang berada di tanganku.

"Sendiri?"

"Seperti yang loe lihat" kataku sambil memantulkan bola dari tanah ke tanganku.

"Elo emang penyendiri banget ya, padahal waktu kelas 1 dulu gue lihat loe fine fine ajaaa. Bahkan loe temenan sama anak kelas sebelah kan?"
Katanya lalu duduk di kursi tribun tak jauh dariku.

"Sampai sekarang gue juga baik baik aja, loe pikir gue gila"

Dia tertawa renyah dan aku hanya melihat dia datar "kalau gitu gue mau loh jadi temen loe"

"Nggak usah sok iba gitu deh, gue baik baik aja kali"

"Iya emang loe lihat gue ada temen?"
Benar juga. Aku bahkan jarang melihat Bella berinteraksi dengan siapapun kecuali Ari. Ya kalau Ari aku tidak kaget karena dia sudah kelewat ramah memang.
Aku menatap dia dan dia menatapku balik sambil tersenyum.

"Pada dasarnya nasib loe sama gue sama, makanya gue selalu berusaha ngobrol sama loe meskipun gue loe kacangin. Tapi semenjak Ari dateng gue jadi lebih mudah berinteraksi sama loe" Katanya sambil tersenyum lagi.

"Oh"
Sahutku singkat kembali mendribble bola lalu memasukkan pada ring diatas.

"Tapi gue nggak bisa seperti di bidang loe, gue lebih suka di baca buka sih"

"Itu namanya gue sama elo beda"
Kataku masih senantiasa memainkan bola.

"Emang salah kalau beda terus temenan?"

Aku hanya diam melanjutkan permainan ku, beberapa menit bersama Bella. Berbicara apapun yang dia suka meskipun aku hanya sesekali menambahkan saja. Aku bukan tipikal suka berbicara yang tidak penting bukan.
Kini aku dan Bella berjalan bersama untuk kembali ke kelas, Aku bahkan lupa kalau aku hanya memiliki satu teman yaitu Ari tapi kini aku sudah punya 3 yaitu Ari , steffi dan kini Bella.

Selama pelajaran terakhir Bella duduk di bangku Ari yang kosong, Ari benar benar tidak masuk. Surat pun ia titipkan pada Arin saudaranya padahal biasanya dia sendiri yang mendatangi rumahku lalu memberikan surat untuk guru itu padaku. Entahlah apa urusan Ari, mungkin kutanyakan nanti.

Bel sekolah tanda berakhir sudah berdering, aku langsung membereskan buku yang tadi aku keluarkan.
"Pulang naik apa Syah?" Tanya Bella padaku sambil memasukkan buku.

"Angkot"

"Biasanya ojek"
Tambah gadis berkuncir kuda sama sepertiku ini membuat ku terkejut dari mana dia tau. "Gue tau soalnya sering lihat loe didepan sama tukang ojek"

Benar saja, aku hanya mengangguk lalu tersenyum.
"Kalau gitu barengan aja, gue juga angkot kok"

"Oh oke"
Kataku singkat lalu berdiri tanda akan meninggalkan kelas diikuti dengan Bella. Setidaknya aku akan belajar untuk berinteraksi dengan orang selain Ari.
Didalam angkot Bella terus saja mengomel seperti tidak kehabisan bahan bicara, aku yang mendengar hanya sesekali menjawab lalu tertawa apalagi yang bisa aku lakukan bukan?

"Gue turun duluan" Kataku setelah sampai di kawasan dekat komplek ku.

"Oh rumah loe daerah sini, oke. Tiati ya" aku hanya mengangguk lalu memberikan uang kepada supir angkot. Ketika berhasil turun aku melambaikan sedikit tanganku kearah Bella.

Berjalan sendirian membuatku terlihat seperti orang gila, Bagaimana tidak daritadi sejak sendirian aku memikirkan apa yang akan diberikan Ari padaku, kira kira apa ya? Apa dia nembak aku? Atau? Ahhh memikirkan saja membuat pipiku memanas.
Kubuka gerbang menjulang tinggi ini dengan mudah karena aku membawa kunci gerbang cadangan, saat melangkah masuk kuliah supirku sedang mencuci mobil didepan rumah. Menyadari kehadiranku bapak itu langsung menyapaku ramah.

"Mbak teh jalan? Kenapa nggak bilang bapak biar dijemput"
Aku tersenyum tipis melihat rona khawatir di wajah supirku ini.

"Nggak papa pak, tadi naik angkot kok lagi nyoba bosen naik ojek"

"Sekali kali juga atuh mbak naik mobil bapak jemput"
Aku kembali tertawa.

"Iya pak , kapan kapan ya. Aisyah masuk dulu. Bapak semangat!"
Bapak itu terlihat bingung melihat ku tiba tiba menjadi ceria seperti ini.

Aku melihat isi rumah seperti biasa sepi sekali, sepertinya mama dan om itu lagi diluar. Aku tidak memikirkan jauh langsung saja kulangkahkan kaki menaiki tangga untuk tidur, dan jam 7 nanti aku akan bertemu Ari sudah tidak sabar.

"Non"
Teriakan itu membuat aku menoleh kebawa dengan posisiku yang sudah hampir sampai dilantai 2.

"Kenapa bu?" jawabku, Ibu asih adalah pembantu sementara selama mama tidak ada. Nampaknya mama akan lama sampai dia mengirimkan pembantu untuk aku dan om itu.

"Makan yuk, udah ibu masakin. Nanti kalau nggak makan saya dimarahin sama papa nya non" Rupanya dia belum tahu tentang keluarga ini.

Aku menuruni tangga untuk ke meja makan tanpa membalas perkataan ibu asih menyebut om itu sebagai papaku membuat perasaan sakit muncul di jantungku tiba tiba. Setelah sampai aku duduk dengan baik sambil menunggu piringku diisi makanan oleh ibu asih.

"Gitu non makan, kemaren non nggak makan dari siang sampek malem. Saya yang dimarahin non"
Katanya sambil menaruh beberapa lauk di piringku.

"Dia bukan papaku Bu"
Tiba tiba ibu asih kaget sampai berhenti menuangkan jus jeruk dari teko yang di bawa tadi.

"Dia hanya orang yang nikah sama mamaku setelah papaku berpisah dengan mama. Dia suami mamaku tapi bukan papaku"
Kataku datar lagi sambil sesekali berusaha memotong lauk ayam yang ada dipiringku.

"Maaf non"
Aku hanya mengangguk lalu memakan apa yang barusan disajikan oleh ibu asih. Dia membisu karna perkataan ku yang mungkin menusuk nya. Tapi memang itu kenyataan kan?

Setelah menghabiskan makanan aku langsung meninggalkan meja makan dan pergi ke kamar dengan berlari kecil. Karna aku ingin malam datang supaya bisa bertemu dengan Ari secepatnya.

Pukul 18.30 aku sudah siap dengan stelan kaos putih dibalut dengan jaket denim dan ripped jeans lengkap bersama sepatu sneakers putih. Aku tidak tahu ini bakal menjadi salah kostum atau bagaimana. Ari tidak mengatakan apapun tentang kejutan nya. Yang Ari katakan hanya datang kerumah pohon tidak awal dan lambat.
Setelah puas berkaca aku yang biasanya menguncir rambutku aku biarkan saja tergerai. Aku mengambil tas Selempang hitamku lalu bersiap untuk pergi.

I Love You. Friends!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang