Pt.1| Mini Chapter 6 : Your Fault

3K 336 31
                                    

"Kau kenapa?" tanya Daryl, seonggok daging berminyak yang seenaknya makan di atas kasur kamarku. Membuatku yang duduk di sudut lain kasur sedikit melipir ke arahnya, bersiap memarahinya jika remah makanan itu mendarat di spreiku. "Kau rindu pacarmu ya? CIEEEE!"

BUG! Buku tulisku kulempar tepat ke wajahnya. "Pikirmu!!!'

Mengusap-usap dahi. "Kalau aku jadi kau aku akan menyatakannya. Kau menyukainya, bukan? Aku bisa melihatnya darimu. Setiap kali dia menyentuhmu kau bergetar."

"Bergetar? Memangnya aku alat cukur? Konyol!"

"Memang bukan, kau kan vibrator... Uh oh... uh yess... oh no!! AAAH!"

"BERISIIIK!" BUG! kali ini ia kutendang dari kasur dan mendarat di lantai dengan sempurna. Sedikit membanggakan.

Mengaduh. "Ck... Kau ini!" teriaknya, mengepalkan tangan di udara berpura-pura ingin memukulku tapi tidak. "Auch, bokongku retak."

"Mana ada... Jangan mengarang, deh!"

Belum selesai dramaku dengan Daryl seonggok daging lainnya menerobos masuk celah pintu kamarku, berlarian. "KAKAK!!! BAAAA!" teriaknya mencoba menakut-nakutiku dengan topeng Scream pemberian mama.

"Aaah... tidak... takut sekali... Hwaaa..." kataku dengan nada datar, malas, dibuat-buat.

"Yaaa, kakak takut dooong, Boy kan susah-susah..." yang selanjutnya terjadi, anak itu terduduk murung di lawang pintu. Menatapku dengan dua matanya yang bersinar bak kelereng disinari panas terik matahari. "Kakak jahat..." sambungnya pelan, sok sinetron. Cuih...

"T-tapi aku ketakutan, lho. Topengmu itu seram sekali, Boy..." Daryl mengedipkan matanya padaku. "Aku tadi hanya pura-pura tidak takut saja di depan Boy. Seram sekali kan, ya!" kali ini ia mengetuk sikutku dengan sikutnya.

"Terserahlah... Aku sedang tidak mood main-main..." balasku sambil kembali memusatkan mataku ke buku di tanganku.

"Tuh, kan. Benar kau menyukai Fabian. Kalau tidak, tidak mungkin kau akan bertingkah seperti ini. Sudahlah, akui saja..."

"Jadi, kakak pacaran, ya?" celetuk Boy. "MAMAAA! KAKAK PACARAN MAAAA!"

HUFT! Kusambar Boy dari lawang pintu, kututup mulutnya rapat-rapat, kutarik ke kasurku. Daryl hanya cekikikan menertawaiku. "Kau ini bicara apa, sih! Tidak mungkin kan kakak pacaran dengan Fabian. Dia kan laki-laki, dia juga kakakmu, Boy."

"Kakak?" dahi Daryl mengerut.

"Kau tidak tahu?"

"..." ia memiringkan kepalanya, memberi tanda jelas kalau ia benar-benar tidak mengerti yang kukatakan.

"Uhm, okay akan kuceritakan. Jadi, karena Fabian itu anak yatim piatu, mamaku memutuskan untuk mengangkatnya jadi salah satu anaknya. Tidak secara hukum, hanya kekeluargaan saja."

"Mama juga mempekerjakan kakaknya Fabian di tempat mama bekerja. Bahkan mama sesekali membantu Fabian membayar biaya pendidikannya."

Daryl terperangah. "Wow! Tidak kusangka ibumu sebaik itu. Hebat sekali, kalau ibuku sih..."

Memotong pembicaraan. "Iya, hebat. Apa-apa selalu Fabian yang didahulukan. Itu mengesalkan, tahu."

"Ah... benarkah?" Daryl mengerutkan dahi.

"Ya. Pokoknya..."

"Kakaaak..." Boy merajuk, memotong kalimat, menariki bajuku. "Telepon kak Fabian!" Keluhnya, manja.

"Besok ya, sayang..." cicitku pelan. "Dan aku sedang berusaha jauh darinya untuk beberapa waktu... Karena suatu hal..."

"Baguslah, kau bisa mulai pergi sendiri ke kampus. Jadi mandiri. Tidak pakai ojek pribadi lagi, haha." ia mengacungkan jempolnya, menyengir sumringah bangga padaku. Tampan. "Kalau besok kau tidak ada acara, mau nonton denganku? Ada film hantu baru, lho... Ikut ya?!"

Mengetuki dagu. "Uhm, bagaimana ya. Aku mau pergi denganmu kalau kau mengganti filmnya... dan Boy harus ikut, ya."

"YAAAY!" sorak anak kecil di pangkuanku. Ia loncat dari duduknya, kembali berlarian di atas karpet bulu kamarku. Senang. Terlalu senang.

"Kalau Boy ikut lebih baik batal saja!" Daryl melipat tangannya.

Menghampiri Daryl, menariki celana jeans-nya. "Aaaah, kakak jangan kak. Boy mau nonton! Hwaaaaa!" lalu tangisannya menggelegar.

"Aduuuh! Daryl. Lihat tuh, Boy nangis karena ulahmu."

"Ck... iya, iya... Boy boleh ikut. Tapi berhenti menangis, ya!"

"Itu tidak akan mempan Dar, kalau sudah begini kita harus menunggu 30 menit dari sekarang."

Aku dan Daryl bertatapan, membeku. Diiringi suara memekik dan teriakan Boy yang makin menjadi. "Benar-benar 30 menit, ya?"

Aku mengangguk pelan, membuat Daryl menatapku jemu, menyesal. "Matilah kita..."

"Your fault, Dar... Your fault..." Lalu telinga kami pengang. -_- Nasib.

-|☆|-

Warning : You gotta read more to see the awesomeness...

Twisted (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang