"Kak Izel... Kak Fabi!" teriaknya, berlari menuju dua orang laki-laki yang baru muncul dari ambang pintu. Raizel menghambur ke arah Boy dan sebaliknya. Boy langsung memanjati tubuh Raizel seperti monyet kecil belajar naik pohon. Wooft, kepala anak umur 4 tahun itu sudah menempel di dada Raizel dalam sepersekian detik. "Hwaaaa... kakak wangi..."
Raizel tersenyum geli saat Boy mengusek-usek pipi kemerahannya itu ke tubuhnya. Saking tak tahannya melihat Boy, tangan Fabian sudah berada di sana, mencubit pipi Boy gemas. "Boy semangat sekali hari ini."
"Uhuh..." Boy balas menatap Fabian, tersenyum dengan pipi chubby mata besarnya yang berapi-api. "Boy mau nonton 'Onions'...."
"Minions!" Raizel mengkoreksi.
"Bukaaan! ONIONS! Nanabaaaa... Potatonaaaa" Boy tiba-tiba bernyanyi sesukanya. Melepas diri dari Raizel dan kembali berlarian ke sekitar ruangan kelas kosong sambil terus bernyanyi. "Nana ba nana ba baba..."
Raizel menggeplak dahinya sendiri. "Anak itu hobi sekali merusak lagu."
"Dia masih menyebut selimut sebagai 'ilup'?" sambar Fabian, sedikit khawatir.
Raizel menambahkan. "Telur disebutnya 'eyoy', Mie disebutnya 'mey', blush on milikku disebut 'busyo', yang paling parah saat dia bilang mobil remote control."
Fabian mengakak kecil. "Lemot Kont*l, ya. Ahahahaaha!"
"Dan dia bilang itu di depan anak ibu-ibu kompleks." Raizel ikut menyunggingkan bibirnya, ikut terkekeh karena tawa Fabian. "Bisa kau bayangkan bagaimana wajah ibu-ibu itu? Priceless... Hahaha..."
Fabian masuk ke dalam kelas, berdiri di tengah kelas yang duduknya terbagi jadi dua baris itu. Mereka tak bisa duduk disana toh bangku-bangku super imut itu tak cukup untuk menampung tubuh dewasa mereka. "Bibi Han masih di toko. Kita pamit kesana saja..."
"Kau duluan, aku harus merapikan barang-barang punya Boy..." kataku. Fabian beranjak ke luar, menuju toko kue yang hanya beberapa puluh langkah dari kelas ini. Sementara mataku kembali fokus ke Boy yang kini berusaha menekan-nekan sprayer parfum anak-anak ke tubuhnya.
"UUUUHWAAAA... susah!" jemari kecilnya itu bahkan tidak menggerakkan sedikitpun ujung sprayer itu meski giginya gemerutukan.
"Ada-ada saja anak ini. Sini kakak bantu..." Boy langsung berlari ke arahku, memejamkan mata sambil tersenyum simpul. Pikirnya aku akan menyemprot wajahnya, karena yang disodorinya bukan tangan atau bajunya.
Srrt Srrt... Setelah dua semprotan kecil itu Boy buka mulut. "Kakak... kok gak semprot muka... Kan biar wangi kayak kakak... Kakak kan suka semprot semprot itu lho..."
Aku hanya menggeplak dahiku sendiri mendengarnya. "Sayang, yang kakak pakai itu face mist. Bukan parfum."
"Femis itu apa?"
"Face Mist itu semprotan khusus wajah..."
"Biar apa?"
"Biar wajahnya lembab.."
"Lembab kenapa?"
Kali ini aku sudah bingung plus malas menjawabnya. "Haduuh, bagaimana ya... Ya pokoknya buat muka, deh. Pokoknya beda sama parfum. Kalau parfum disemprot ke wajah Boy, wajah Boy bisa sakit..."
WUFT. Boy menutup mulutnya yang menganga. Alisnya naik lebih tinggi dari biasanya. "Hwaaa... pantas Nisa nangis boy semprot." lugunya.
Lagi-lagi aku harus menebah dahiku sendiri. Aku berkali-kali mengajarkannya tentang obat, kosmetik, dan benda-benda lainnya yang perlu diwaspadainya. Mulai dari cara penggunaan, sampai larangan-larangannya sudah kuberitahu. Seingatku begitu. Apa aku lupa mengajarkan soal parfum? "Haduh... anak ini. Besok minta maaf sama Nisa, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted (BL Novel)
RomanceJika kau menginginkannya, apa kau mau berjuang untuknya? -Raizel- Novel Debut : 20 Agustus 2017