Pt.1| Mini Chapter 16 : Redemption

1.7K 241 67
                                    

"Kak Izel... Kak Fabi... Hwaaaaaa!!!!" Boy berteriak, menangis, menggelegar. Membangunkan dua orang yang tertidur pulas di kasur Raizel.

"Euhm... Ada apa, sih!" Raizel setengah meracau, mengucek kedua matanya pelan. Memfokuskan pandangannya yang masih kabur ke adiknya yang menangis meraung-raung di lantai.

"HWAAA!" tangisan itu makin menyayat telinga Raizel.

"Berisik sekali! Ada apa sih, Boy!" bentak Raizel.

Fabian terduduk di kasur, menatapi sekitar. Mengucek mata, lalu turun dan menggendong Boy. Mendekapnya lembut. '"Kenapa, Boy? Kenapa menangis?"

Setelah nafasnya sedikit tenang, anak itu buka mulut. "Kak Izel, sama kak Fabi... bobo... itu gak boleh! Kak Fabi bobo sa-ma Boy!" rengeknya, sebelum kembali ke tangisannya.

Sementara itu, Raizel kembali ke tidurnya. Menutup mukanya dengan selimut, seenaknya. Bukan tipikal dirinya yang biasa.

"Maaf ya, kak Fabi tidak temani Boy semalam. Sudah ya..." Fabian menepuk-nepuk punggung Boy. "Sekarang, turun ya... Boy berat sekali."

"Uh-uh..." Boy melerai tubuhnya. Duduk di lantai. "Tapi... bobo... sama Boy. Jangan kak Izel!"

"Iya, kakak janji..." lemahnya.

"Sekarang Boy mandi, ya... Kan mau ke TK bibi Han..." Fabian melirik jam dinding dan terkaget sendirinya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10. Ia terlambat. Sangat terlambat. "Raizel, bangun. Ini sudah jam 10."

"Euhm... terserah. Aku tidak mau kuliah hari ini."

"Tapi, Rai..." Fabian mengguncang tubuh Raizel.

Raizel terbangun paksa, mengamuk. "Ini hari Rabu, kan? Tidak ada kuis atau apapun, kan! Kalau mau kuliah pergi saja sendiri! Aku mau tidur!"

Kedua bola mata Fabian membulat. Bibirnya menganga tak percaya. Dia baru saja dibentaknya. Seorang 'Fabian' baru saja dibentak kasar oleh Raizel. Raizel yang selalu lemah lembut padanya.

"Ya sudah, kalau tidak mau pergi. Aku juga tidak pergi." kecewanya. Suaranya setengah berbisik, pandangannya nanar karena matanya nyaris berkaca. Hatinya sakit seperti sebelumnya. Bingung dengan apa yang salah antara dirinya dan Raizel. Yang dirasakannya, Raizel bukan dirinya sendiri pagi ini.

-|☆|-

"Apa? Tidak mau kuliah? Biar tante yang nasihati. Kamu pergi kuliah saja duluan. Soal Raizel, biar tante yang menghukumnya." beep. Tyara menutup telepon, emosi.

Raizel dengan santainya menonton TV, hanya mengenakan celana pendek. Bertelanjang dada, dengan handuk hitam bertengger di lehernya. Ia sama sekali tidak perduli dengan wajahnya yang tanpa riasan. Fabian seketika merasa tidak kenal dengan Raizel yang seperti ini.

"Kau, kenapa tidak mandi? Mamamu marah, belum terlambat untuk ikut kelas selanjutnya."

"Diam! Berhenti menyuruhku ini itu. Bukannya sudah kubilang, kau bisa pergi sendiri?" tajamnya.

"Tapi, Rai..."

"Kalau mau pergi, pergi saja sendiri. Aku tidak perduli."

Fabian yang ikut kesal, membanting langkahnya. Menghentak di lantai. Kepalan tangannya mengeras sekeras batu seiring rahangnya yang mengatup.

"Kakak... ayo pergi..." Boy sudah lengkap dengan topi bundar kuning dan tas Minionnya. Dua mata besar itu menyambar Raizel. Boy langsung berhamburan ke Raizel. Menarik tangannya untuk pamit. "Dah kak Izel. Oboy mau pergi... Tuut tuuut..."

Boy berlari menuju teras, hilang ditelan pintu utama rumah itu. Sementara Fabian berdiri tepat di belakang Raizel yang duduk nyaman di sofa. Berharap Raizel menoleh barang sekali padanya. "Rai... ini tawaran terakhirku. Kau mau berangkat kuliah? Kalau iya, aku akan menunggumu."

Twisted (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang