"Yeee, mama pulang..." teriak Boy yang berlarian kecil ke pintu utama. "Kak Izel! Mama pulaaang!" suara cempreng itu membahana di seisi rumah. Ibunda tercintanya hanya tertawa kecil melihat tingkah buah hatinya yang satu itu.
Melepas sepatu, menyimpannya lalu menutup pintu. "Mama lelah sekali. Terimakasih ya, sudah menemani adikmu hari ini." tulusnya, suara lemah lembut itu mengalun hingga dapur tempat Raizel berdiri.
"Mama itu bungkus apa?" cicit Boy yang tak dihiraukan.
"Iya, ma. Sama-sama. Pemanas airnya sudah kunyalakan sejak tadi. Mama tinggal pakai saja. Piring dan lainnya sudah kucuci... Ah, tepatnya Daryl yang mencucinya. Jemuran hari ini sudah kukumpulkan di ruang seterika. Boy sudah kuberi makan, tanaman kesayangan mama juga sudah kusirami. Pokoknya semua beres deh, ma. " kicau Raizel, manis.
"Mama, itu apaaa?" Boy bertanya lagi.
"Terimakasih banyak ya sayang. Tapi lain kali kalau bisa jangan menyuruh orang lain, ya." wanita paruh baya itu tersenyum lagi. Sesekali menggelengkan kepala berusaha memaklumi tingkah anak sulungnya. Tak lama pandangan matanya menyoroti Boy yang sejak tadi menghalangi langkahnya menuju kamar. "Ini, mama belikan sushi kesukaan kakakmu dan kue untuk piknikmu besok, Boy sayang."
"Huyeee! Boy punya KUE!!! Ahahahaha..." anak itu berlarian girang kesana kemari.
"Mama simpan disini, ya!" bungkusan itupun mendarat di meja.
"Ma!"
"Uhm?" ibunya menoleh sesaat sebelum tangannya mendarat di knop pintu kamarnya. "Ada apa, nak?" dahinya mengkerut tanda penasaran.
"Mama lihat ponselku itu?" berjalan ke ruang tamu sambil terus menunjuki ponselnya di meja kaca tepat di sebelah bungkusan tadi. "Boy merendamnya di air tadi siang. Kuharap mama memberinya pelajaran hari ini." kecutnya.
Boy berhenti berlari. Menatapi keduanya dengan mata bulat besarnya yang mengiba. Kalau saja ini pertama kalinya Boy mengiba seperti itu mungkin saja keduanya luluh. Masalahnya mereka terlalu sering melihat trik ini. Tak perduli betapa menggemaskan sekaligus memilukannya sinyal permohonan tolong yang dibuat wajah imut itu, bagi mereka sudah tak mempan lagi.
Melipat tangan. "Haduh, padahal cicilannya saja belum lunas. Baru dipakai 3 bulan. Sudah begitu malah rusak. Sayang sekali kan..." sindir Raizel, menambahkan. Bibirnya mengerucut tajam. Sementara itu ibunya hanya diam tanpa kata merenungi ulah iseng anak bungsunya.
"Ya sudahlah. Mau bagaimana lagi. Bulan depan mama belikan yang baru. Untuk sekarang kamu pakai saja ponsel jadul mama yang di laci gudang itu. Bertahanlah untuk beberapa minggu." menunjuk Boy "Dan kamuuu! Tidak ada taman bermain bulan ini. Mengerti?!" jelasnya tegas dan tepat sasaran.
"Uhm... Mama galak!" Boy terduduk di lantai. Melipat tangannya sembari memasang air muka mencibir ke hadapan Raizel. Kedua matanya membelalak dalam-dalam. Raizel hanya tertawa kecil, menyodori wajah sombongnya pada anak itu sebelum ia berlalu begitu saja ke kamarnya sendiri.
"Ahahaha... Siapa yang kalah sekarang! Hahahaha..."
"Nooooo! Noooo! Noooo! Kak Izel jahaaat!" teriaknya setengah terisak. "Mamaaaa!" lalu ratapan itupun berlanjut hingga waktu yang tidak ditentukan. "Kalian... Jahaaaat!"
-|☆|-
Warning : You gotta read more to see the awesomeness...
Vote and Comments are mandatory
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted (BL Novel)
RomansJika kau menginginkannya, apa kau mau berjuang untuknya? -Raizel- Novel Debut : 20 Agustus 2017