"Boy suka?" kicau Tyara. Melakukan sampling es krim milik Raizel dan Fabian karena Boy galau ingin memilih yang mana. "Yang ini atau yang mint tadi?"
"Ini... hehehe..." Boy menunjuk ice cream melon milik Raizel. Tertawa sumringah sambil sesekali mengeluarkan lidahnya seperti anak anjing. "Dingin... brrr" anak itu bergidik lucu.
"Aku makan berdua dengan Boy, mama jangan beli lagi. Sayang uang. Lagian tidak akan habis." Raizel tersenyum sambil menggeser mangkuk es krim miliknya ke dekat Boy. Anak kecil itu menyambutnya gembira. Nasi katsu miliknya didorong jauh-jauh, sendoknya langsung menggali sekopan besar es krim itu ke mulutnya. "Boy, pelan-pelan... nanti tersedak."
"Huuuh... huuuh...." Boy meniupkan udara dari mulutnya. Es krim di mulutnya itu terlalu dingin untuknya. "Ahuh..."
"Brain freeze ya... Makannya terlalu banyak, sih!" ejek Fabian, tertawa melihat Boy kewalahan memegangi kepalanya yang 'beku'.
"Makan, sudah. Nonton juga tadi, sudah. Sekarang, bukankah sudah waktunya mama bicara?" Raizel mendadak serius. Manik matanya tertancap ke wajah ibunya yang baru selesai mengunyah makanannya sendiri. Tak menghiraukan seisi restaurant yang penuh hiruk pikuk.
Menelan. "Kita belum benar-benar selesai. Masih ada satu hal lagi yang perlu kita lakukan." Entengnya. Tyara kembali tersenyum cantik, membiarkan Raizel menunggu lebih lama.
Selesai makan, Tyara menggiring anak-anak itu ke bagian lain mall. Dia selalu berjalan di belakang, memandangi punggung Raizel dan Fabian yang asyik menuntun Boy. Setiap kali Boy kelelahan, salah satu dari mereka akan menggendongnya. Untuk saat ini, Fabian yang menggendong Boy di punggungnya.
"Sudah sampai... Toko ponsel yang di depan, sebelah kanan." Tyara mengarahkan. Raizel dan Fabian mengikuti seksama perintah Tyara.
Setelah benar-benar berdiri di depan etalase kaca, wanita paruh baya itu langsung bicara dengan kasir. Tidak terdengar oleh Raizel dan Fabian, namun kasir itu memberikan sebuah bungkusan dan Tyara berterimakasih padanya. "Ini untukmu..."
Raizel menarik kotak itu dari keresek tebal yang membungkusnya. Terperangah dengan logo dan gambar di kotak itu. "I-ini serius kan, ma? Mama sedang waras, kan?"
Tyara hanya terkekeh, tertawa kecil sambil menutup mulutnya. Terhibur dengan reaksi tulus Raizel yang kelihatan sangat gembira. "Ponsel lamamu sudah rusak parah. Layarnya harus diganti, mesinnya juga sudah tidak bagus. Jadi mama membelikanmu yang baru."
"Wah, terimakasih... ma." Raizel tersenyum sumringah. Ia melirik Fabian yang juga tersenyum senang mendengarnya.
"Now it's time for the real deal. Am i right, mom?" Raizel mulai was-was. Suasana di dalam mobil mendadak canggung. Fabian di kursi belakang hanya diam mendengarkan sambil sesekali meladeni Boy mengobrol.
"Kita mulai sekarang. Dengarkan mama baik-baik." tancapnya, membuat senyap seisi mobil dengan suara karismatiknya. "Ini ada kaitannya dengan Fabian..."
Fabian langsung mencondongkan tubuhnya ke depan, begitupun Raizel yang menyembulkan kepala ke kursi belakang, bertukar tatap dengan Fabian. "Fabian jadi pindah ke Jakarta, ma?"
"Dengarkan dulu mama..." Tyara menarik seluruh perhatian Raizel. Menyihir Raizel dengan kalimatnya. "Ada dua hal penting yang ingin mama sampaikan."
"Pertama... Kakaknya Fabian ditarik ke kantor pusat. Rumah Fabian yang sekarang, akan dikontrakkan. Fabian sudah tahu tentang ini, benar begitu?" Tyara mengalihkan pandangan ke Fabian yang hanya mengangguk manut. Tyara kembali mengalihkan sorot matanya ke Raizel yang terus memburu kelanjutan kalimatnya. "Jadi, Mirna memutuskan untuk tidak membawa Fabian ke Jakarta..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted (BL Novel)
RomanceJika kau menginginkannya, apa kau mau berjuang untuknya? -Raizel- Novel Debut : 20 Agustus 2017