Fabian terpelanting ke lantai. Mengaduh sambil memegangi ujung bibirnya yang berdarah. Ia hanya tertawa perih, sekaligus menangis di saat bersamaan.
Daryl menarik kerah pakaian Fabian lagi. "Kau baru mau 'merebutnya' sekarang? Anjing!" Fabian menyeringai sakit membalas tatapan Daryl yang menghakimi.
"Kali ini kubebaskan... lain kali. Awas saja..." Daryl melepas genggamannya di kerah pakaian Fabian. Cekikannya berganti suara langkah kakinya dan tangannya yang membuka pintu kamar Raizel.
-|Φ|-
"Kau tidak apa-apa?" Daryl menghambur padaku. Memelukku yang duduk diam di atas kasurku. Tangan Daryl terasa kalut menyentuhi rambutku. "Aku melihat semuanya... Dia memaksamu, kan?"
Kedua mataku membelalak. "Melihat kami? Sejak kapan?"
"Aku masuk kesini membawakan ponselmu yang tertinggal. Lalu, saat aku sampai di tangga... aku melihatmu dan Fabian... disini..." Daryl tersenyum. Tapi ada nyeri di dadanya saat ia menyunggingkan bibirnya, tersenyum simpul untukku.
"A-aku bingung... Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang..."
"Ssst... Ssst... sudahlah... Kau sudah jadi pacarku. Aku tidak akan mengungkit ini lagi. Aku percaya padamu..." Ia kembali mendekapku seperti anak kecil.
"Kau dan Fabian... Apa kalian akan baik-baik saja?" suaraku terpendam ke dadanya yang bidang.
"Aku baru memukulnya. Tapi tak apa, kami pasti baikkan..."
"Apa?!" Kulepaskan wajahku dari dekapannya. Kutatapi Daryl, kasar. "Kau ini! Keterlaluan!"
Tanpa babibu aku sudah berlari meraih pintu, membukanya dan mendapati Fabian duduk bersandar tak berdaya di dinding dengan lebam dekat bibirnya. "Fabian!"
Daryl hanya berkacak pinggang saat aku mengangkat wajah Fabian ke arahku, cemas. Mataku berbalik ke Daryl yang menangkap wajah marahku. "Kau marah aku memukulnya? Harusnya aku yang marah karena dia menyentuhmu!"
Aku menghembuskan nafas panjang. Fabian memegang tanganku yang ada di wajahnya. Senyumnya mengembang, meski nyaris tak terlihat. Ada jejak air di pipinya, untuk sesaat aku benar-benar iba melihatnya. Tapi Daryl menarik tanganku.
"Biarkan dia! Dia bisa mengurusi dirinya sendiri. Ikut aku!" Daryl menarikku kembali ke kamar. Meninggalkan Fabian yang hanya duduk, enggan pindah dari posisinya. Yang lebih mengirisku adalah saat kedua mata Fabian terus mengikutiku hingga pintu kamarku ditutup Daryl. Aku mengerti perasaannya sekarang.
"Kau mau melanjutkan ini atau tidak? Jawab aku!" Kedua tangannya menekan tubuhku ke daun pintu.
"Kenapa... kau..." bibirku mendadak kelu.
Aku bisa mengerti kalau ia marah. Tapi tidak seperti ini... Aku tidak mau kehilangan Daryl.
"Kau masih punya perasaan untuknya? Jawab aku!" Kali ini ia mengguncang tubuhku.
"I-iya..." Kedua mataku menghindari tatapannya yang intens. "Tapi bukan berarti aku mau berhubungan dengannya. Aku dan Fabian sama seperti sebelumnya..."
"Tatap mataku..." Kedua mataku melompat dan langsung menatapnya. "Dengar... kau boleh memutuskanku demi orang lain. Tapi jangan Fabian. Mengerti!"
"..." aku mengangguk lemah.
"Satu lagi... aku tidak pernah bisa berteman lagi dengan orang yang sudah kuanggap mantan. Katakan kapan kau siap kehilanganku..."
Entah ia menangkap sesalku atau tidak. Aku ingin bicara, mengatakan kalau aku tetap miliknya. Tapi bibirku beku. Entah ia menangkap sesalku atau tidak. Yang pasti aku sekarang memeluknya, erat. Sangat erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted (BL Novel)
RomanceJika kau menginginkannya, apa kau mau berjuang untuknya? -Raizel- Novel Debut : 20 Agustus 2017