Pt.1| Mini Chapter 21 : Cutscenes

2K 219 109
                                    

(Satu minggu setelah date mereka minggu lalu.)

Di kamar Daryl, Minggu Pagi.

"Aku jadi 'ingin'..." Raizel menggigit bibirnya sendiri, jemarinya menyusup ke celah celana Daryl. Menarik-narik kancingnya menjauh dari tempat seharusnya.

"Hei, ini terlalu cepat... Aku pernah mandi di depanmu, kan? Itu sudah cukup. Aku sudah memperlihatkan semuanya."

"Tapi aku ingin lihat lagi... Ayo buka!" Raizel merengek seperti anak kecil.

Daryl mengusap rambut Raizel. "Nanti, ya. kalau habis latihan..."

Raizel membanting kedua tangannya ke kasur. Berguling ke samping, membuang muka. "Percuma. Kalau di tempat umum aku tidak bisa menyentuhmu."

"Ya, marah... Kau begitu nafsunya ya padaku?"

"Entah. Pikir saja sendiri..."

"Ya sudah, marah saja. Aku libur menciummu kalau begitu."

"Ah, jangan... Aku masih mau cium." kedua tangan Raizel menarik tubuh Daryl ke pelukannya. "Ayo, lagi..."

"Dasar!" Daryl menyentil telinga Raizel pura-pura. "Habis ini sudah, ya."

"Uhuh..." angguk, Raizel.

-|❂|-

Rumah Raizel, Minggu Siang.

Pintu terbuka saat aku hendak keluar mencarinya. Raizel terlihat cerah. Langkahnya nyaris terbang saat ia masuk ke rumah. Aku sudah tidak banyak bicara dengannya sejak seminggu yang lalu. Di rumah, di kelas, dimanapun begitu. Raizel otomatis menghindariku di berbagai kesempatan. Ia juga tidak pernah lagi berangkat kuliah denganku. Sekarang ia setengah berlari ke kamarnya.

Aku mengikutinya. Dia menangkapku saat aku menggaruk kepalaku, gabir. Yang kudapatkan hanya sedetik pandangannya padaku, lalu ia sibuk dengan bukunya lagi. Rasanya memang kaku. Terlalu kaku. Ini tak lagi seperti dirinya dan aku yang biasanya. Aku harus melakukan sesuatu untuk mengusir kagok ini. Apa dia akan menjawab kalau kutanya?

"Uhm, kau darimana?"

Membalik halaman buku. "Rumah Daryl. Bantu beres-beres. Kenapa? Tumben sekali kau kepo denganku. Biasanya kau tidak perduli aku kemana."

Perduli, aku sangat perduli. Kalau tidak, untuk apa aku membuntutimu diam-diam seminggu kemarin. "Ah, iya maaf. Hanya saja kita sudah jarang bicara."

Buku itu mendarat di meja belajarnya. Raizel bangun dari duduknya. Berdiri menghadapku, tak sungkan. "Apa yang mau kau bicarakan, uhm?"

Lagi-lagi aku menggaruk kepalaku. "Entahlah, aku..."

Memotong. "Kalau tidak ada, aku mau mandi. Jam 3 nanti aku mau pergi dengan Daryl."

"Aku tidak diajak?"

Senyum palsu itu timbul. "Kau mau jadi obat nyamuk? Kenapa tidak sekalian tadi saja ikutnya? Kalau kau ikut kami beres-beres, kau pasti bisa melihat kami bermesraan. Katamu mau diajak, kan?"

Hatiku tertusuk. "Memangnya semesra apa? Kalian sudah melakukan apa?"

"Bukan urusanmu."

"Urusanku... di rumah ini aku kakakmu..."

Raizel tergelak. "Kakak? Hanya karena kau dua tahun lebih tua bukan berarti kau kakakku, ya. Kau cuma sahabat yang kebetulan tinggal denganku."

Lalu pintu ditutup. Rasa-rasanya aku ingin menyerah tentang Raizel. Tubuhku sudah merasa muak dengan ini. Rencanaku, semuanya musnah. Aku tidak berguna lagi sekarang.

Twisted (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang