Pt.1| Mini Chapter 9 : The Plan

2.8K 320 130
                                    

"Oy, Jefri Nichol!" teriak Daryl dari ujung koridor yang bersinaran di siang bolong, berjalan cepat ke arah Fabian lengkap dengan sebuah lambaian tangan.

"Oy! Hito Caesar!" balas sapa Fabian pada laki-laki berkulit kecoklatan yang kini di depannya itu.

"Anjing!" Daryl terkekeh. "Hito Caesar, tidak ada yang lebih keren, apa?"

"Daripada kupanggil Tukul, mau kau? Kau kan memang setipe Hito Caesar!"

"Hehehe..." Daryl menyengir kuning, menggaruki kepalanya tak gatal.

"Kuralat, kau tidak mirip Jefri Nichol. Kau mirip Mike Lewis, deh!"

"Bullshit !" giliran Fabian terkekeh kecil.

Daryl celingak-celinguk, mengamati sekitar. "Raizel tidak tahu kau ke sini, kan?" dia menyebut gedung fakultas tekniknya dengan sebutan 'sini' seolah itu rahasia.

Fabian menggelengkan kepalanya, mantap. "Lain kali jangan rusak rencanaku. Aku tahu maksudmu baik. Tapi mengenalkan Raizel dengan anak-anak basket itu ide yang buruk, dia belum siap." bahasnya, to the point. "Anak-anak basket di grupmu itu berbahaya untuknya."

"Karena mereka tampan? Mereka dewa kampus sepertimu? Begitu?" Daryl berjalan menuju kelasnya, Fabian mengikuti. "Bukannya kau bilang dia sudah suka padamu? Fokusku di sini kan hanya untuk membuatnya tertarik dengan basket dan meninggalkan ekskul drama brengsek itu! Bukankah aku lebih benar daripadamu?"

Fabian duduk di kursi sebelah Daryl sambil mengetuki dagunya. Mempertimbangkan. "Kita memang perlu menjauhkannya dari Randi si ketua ekskul drama itu, dan Martin si pangeran. Cuma pikirku akan terlalu jelas kalau caranya seperti itu. Keberadaan Vanessa dan Minjung disana sudah cukup."

Daryl menggeleng-gelengkan kepalanya. Mendecak kagum. "Aku heran padamu. Kau mengatakan ini semua seperti sedang melaksanakan perintah Tuhan. Serius sekali. Untuk apa sebenarnya kau seperti ini?"

"Untuk membalas jasa ibunya Raizel. Dia menitipkan Raizel padaku."

Menyela. "Wait. Jadi, semua bohongmu, Akting dramatismu tadi pagi itu karena permintaan ibunya?"

Fabian mengangguk. "Iya... termasuk tentangmu. Kau tidak boleh memberitahu Raizel kalau kita sahabatan dari kecil. Kau hanya teman basketku waktu SMA. Okay !" tekannya lagi. "Satu hal lagi. Kita akan pakai pendekatan Dramatis! Ulangi perkataanku..."

"Draaamaaaa-"

"Draaamaaaa-" Daryl mengulang, sekaligus meniru gerak mulut Fabian yang lebar.

"TIS..."

"Dramatis, aku tahu! Seperti kau yang tadi pagi dipeluk Raizel sampai jalan. Dramatis!" ejeknya.

Memutar mata. Bicara ala bapak-bapak frustasi. "Kalau dia tidak lugu dan kekanakan aku akan ambil cara lain. Sayangnya hanya itu yang bekerja padanya."

"Terserahlah... Yang penting sebagai sahabat aku sudah melakukan peranku. Kau tenang saja, bro!" ringannya, membuat Fabian tersentuh dengan perkataan tulusnya. "By the way, akting marahku tadi pagi itu betulan ya. Gara-gara dia aku terlambat jemput teman-teman basketku... Just so U know, dumbass !"

Fabian terkekeh, tak ambil pusing. "Okay, mothafucker. Dosenmu masuk. Selamat belajar!" Fabian menepuk pundak Daryl sesaat sebelum ia beranjak dari duduknya. "Ingat! Dramatis" Kata Fabian lagi, kali ini hanya dengan isyarat mulut. Sementara itu Daryl mengacungkan jempol sambil berkata 'Okay!' tanpa suara. Mengiringi langkah Fabian yang kemudian hilang ditelan keramaian.

-|☆|-

Di kantornya, Tyara tidak banyak bicara. Ia memang pendiam. Terbalik dengan tingkahnya yang selalu ceria dan kekanakan di rumah. Di meja kerjanya, dia hanyalah seorang manager audit dengan beban pikiran yang menumpuk. Berat baginya menahan semuanya sendiri. Namun, setiap kali ia berpikir untuk resign. Gambar wajah kedua putranya membuatnya berpikir dua kali. Bagaimanapun ia harus bertahan... setidaknya begitulah pikirnya.

Twisted (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang