Bab 7. Ide Gila Para Oma 2

3K 261 9
                                    

"Maya, biar besok Oma yang jemput Ella," kata Sara sambil mengelus-elus si Monyong kucing kampung tercinta para Oma. Terlihat si Monyong tengah lahap memakan makanan kucing kaleng. Hanya Karina lah orang pertama yang berani melakukan tindakan anarkis kepada si Monyong di rumah ini, dengan penuh pemaksaan Karina memasa si Monyong memakan nasi biasa padahal si kucing kampung telah terbiasa dari kecil makan makanan kaleng. Biar terlatih saat terbuang di jalan katanya, entah apa lah yang menyebabkan Karina begitu suka mengusili hewan peliharaan para Oma itu.

Maya segera mengangguk sebagai jawaban.

"Ya sudah, kami masuk kamar dulu, ya." Setelah melihat jawaban Maya berupa anggukan lagi, Sara, Dara, dan Rika memutuskan untuk masuk ke kamarnya di lantai satu. Mereka memang tidur dalam satu kamar dengan tiga buah single bed. Kamar para Oma adalah kamar paling besar di dalam rumah mereka.

Meski Maya merasakan gelagat aneh saat Oma Sara mengatakan hal tersebut sengaja ia tepis jauh-jauh. Ia sebisa mungkin menipiskan perbincangan panjang lebar dengan para Oma. Sudah beberapa hari ini para Oma tidak lagi mengusik akan kencan buta tersebut. Ia sangat mensyukuri hal itu.

"MAMAAA!!!"

Ella berlari memasuki rumah, setelah melihat sosok Maya langsung saja dia memeluknya.

"Bagaimana jalan-jalannya sayang?"

"Sangaattt menyenangkan, Ma." Ella berjalan meraih toples kue kering buatan Maya, dia memang menyukai kue tersebut terlebih jika itu buatan sang mama. Ella menguyah satu kue dengan cepat, setelah kue tersebut habis di mulutnya kembali Ella melanjutkan cerita. "Mama tau? Tadi Ella ketemu papanya Tama. Aduh, Ma ... baik banget. Ella tau kalau papanya baik, tapi nggak nyangka aja. Kami bahkan jalan-jalan ke taman bermain. Pokoknya asyik banget tadi, Ma! Malahan papanya Tama bilang mau bawa Ella ke kebun binatang pas hari minggu nanti. Ella jadi nggak sabar liat pinguin ...."

Hati Maya rasanya mencerocos begitu mendengar celotehan anaknya. Ia seakan mendapat tamparan keras, hal ini mengingatkannya bahwa ia sangatlah jarang mengajak Ella bermain-main seperti ke taman bermain, kebun binatang, dan lainnya. Kesibukannya seakan menutupi, serta Ella yang memang tidak pernah mengatakan kepadanya langsung membuat Maya sering lupa, bahwa anaknya ini tetaplah seorang anak kecil. Ella masih membutuhkan hiburan langsung bersama Maya, bukan hanya bersama dengan anggota keluarganya yang lain. Untuk bermain-main ke tempat seperti taman bermain saja lebih sering Mike dan Karina mengajak Ella.

Siang tadi Maya sempat kaget mendapati telepon dari eyangnya Tama. Indri mengatakan bahwa hari ini Maya tidak perlu menjemput Ella, biar Ella pulang bersama dengan Tama langsung. Maya bahkan tidak tahu jika papanya Tama akan berbaik hati mengajak anaknya untuk turut serta bermain.

"Terus mana papanya Tama? Kok nggak disuruh masuk sih sayang?"

"Tadi ada keperluan jadi Papa pulang duluan. Papa titip salam sama Mama."

Kedua alis Maya berkerut dalam, ia menatap Ella heran bercampur kurang suka. "Papa?" tanyanya memastikan.

Ella nyegir kuda. "Tadi Tama nyuruh Ella manggil papanya dengan sebutan Papa. Ya karena papanya Tama nggak keberatan jadi Ella putuskan panggil Papa." Seakan menyadari pias perubahan ekspresi mamaknya, Ella memasang wajah tidak enak sambil mengelus-elus pipi sang mama. "Mama nggak suka, ya?"

Maya gelagapan, ia bingung hendak bereaksi seperti apa. "Kenapa Tama bilang kayak gitu sayang?"

"Hmm, Tama sama Ella sering berbagi cerita Ma. Jadi Tama itu juga tau kalau Ella nggak punya Papa. Karena Tama merasakan gimana rasanya nggak punya mama jadinya seperti itu, Ma." Ella menggigit bibir bawahnya, dia mengamati bagaimana tanggapan Maya. Sebenarnya Ella tidak ingin mengatakan hal seperti ini, tapi dia juga tidak ingin mamanya salah paham dengan Tama. Begitu-begitu Ella telah menganggap Tama seperti adiknya sendiri.

Blind Date (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang