Maya menarik lengan baju Angkasa. Tangan kanan mengadah menantikan jatuhnya kelopak dari pohon. Ketika kolopak yang dinantikan terjatuh, ia segera menggenggam dengan memberi ruang pada benda yang ada dalam telapak.
"Ka, kayuh sepeda pelan-pelan."
Tidak ada suara, tapi kecepatan Angkasa mengendarai sepeda berkurang. Maya melepaskan tangan yang memegang Angkasa, meraih tas tangan, menyimpan kelopak itu dengan hati-hati.
Ketika kepala Maya mendongak, ia melihat kelopak bunga jatuh tepat di atas kepala Angkasa. Berusaha menekan sudut bibir, ia pada akhirnya terkekeh ringan. Jemari putih ramping bergerak ringan, pelan-pelan meraih kelopak itu. Kembali ia menyimpan di dalam tas dengan hati-hati.
Hembisan angin menerpa wajah, aroma bunga sakura harum semerbak. Beruntung kawasan tempat mereka bersepeda adalah kawasan pribadi milik saudara kembarnya, Mike. Perjalanan mereka ke Jepang adalah hadiah pernikahan dari pasangan Mike dan Karina. Mereka bisa menikmati bunga sakura tanpa harus berdesakan dengan orang.
Ekor matanya sedikit terangkat, sentuhan kerinduan melintas di matanya. Rongga mata Maya memerah memandang siluet punggung Angkasa dari dekat.
Kepala Maya besender di punggung lebar Angkasa, kedua tangan ramping mulai melingkari pinggang Angkasa.
Tanpa disadari, senyum mereka saling merekah.
Hati bergetar manis memandangi pemandangan bernuansa hijau dan merah jambu.
Ketika mereka telah berada di atas bukit, Angkasa berhenti. Maya bangkit mengambil tangan Angkasa. Dengan
Angkasa hanya bisa geleng kepala melihat tampang bodoh istrinya, Maya pasti tidak sadar betapa bodoh ekspresi wajahnya saat ini. Namun, meski terlihat bodoh, bagi Angkasa ekspresi Maya sangat imut.
Jemari Angkasa sedikit bergeser, masuk di sela-sela jari Maya, menggenggam erat jari yang saling bertautan.
Wajah Maya langsung merona. Entah mengapa seakan baru menjalin hubungan. Padahal mereka sudah menikah, Maya masih saja malu di saat momen skinship.
Kepala Maya dengan malu-malu bersandar ke bahu Angkasa, perlahan Maya merasakan perasaan hangat mengalir dari kepala. Ketika Maya melirik benda apa yang tengah menjalar di atas kepalanya.
Oh, ternyata tangan Angkasa. Dia kira apa yang tengah menjalar. Maya merasa lega. Soalnya ia takut dengan ular. Maya mendesah lega.
Menatap ekspresi lembut Angkasa tengah menyisir rambutnya dengan jari tangan sebagai sisir. Mungkin Maya tidak sadar akibat angin rambut sepinggangnya mulai kusut. Terpaku akan sisi lembut Angkasa, Maya mempertahankan posisi lirikan Matanya. Meskipun tidak nyaman.
Lamunan Maya tersadar saat ia merasakan sentuhan hangat menerpa keningnya. Jantung Maya berdegup kencang, tubuhnya seketika kaku menatap Angkasa dari jarak yang sangat dekat. Cara ia mengatasi kegugupan dengan menghitung berapa helai bulu mata Angkasa.
"Hahaha ...." Angkasa mengangkat kedua tangan meremas daun telinga Maya yang memerah.
Lagi-lagi Maya gagal menghitung bulu mata Angkasa hingga selesai.
Kehangatan menyelimuti Maya. Aroma Angkasa memenuhi indra penciumannya. Walau gugup, Maya menikmati. Kelopak mata Maya mulai terkulai.
"Katanya mau lihat mata hari terbenam di sini?"
Rasa kantuk Maya seketika hilang, ia membuka mata melihat ke depan.
"Tidur aja kalau ngantuk. Aku videoin entar."
"Nggak. Video beda dengan ngeliat langsung."
Mereka duduk di bangku kayu panjang, menatap langit yang berangsur-angsur mulai bewarna jingga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Date (Completed)
عاطفيةDi saat saudara kembar dan teman-temannya telah menikah, Maya bertahan dengan kesendiriannya. Bahkan ia sampai mengadopsi anak dan membesarkan sendiri. Bagi Maya itu tidak masalah. Namun, tidak dengan para tetua. Mereka tidak setuju dengan kesendi...