Bab 8. Perasaan Sedih Apa Ini?

3K 248 23
                                    

Seorang wanita dengan memiliki tubuh tinggi semampai tampak berdiri diam mematung pada bagian rak-rak minuman botol. Ia terlihat sangat berpikir keras, sangat keras. Berpikir akan memilih ukuran botol minuman mana yang akan hendak di beli.

"Tante Maya!?"

Merasa namanya dipanggil Maya menghentikan aktivitasnya sejenak, menatap ke arah sumber suara. Terlihat jelas seorang anak laki-laki dan seorang pria di belakang anak itu tengah berjalan mendekatinya.

Anak itu, Tama menatap Maya dengan tatapan berbinar. Seketika pikiran Maya mengenai apa hubungan antara Tama dengan pria itu menjadi terlupakan begitu saja. Agar pandangan mereka sejajar Maya sedikit menundukkan badan, ia mengacak-acak rambut Tama dengan gemas, meski percuma karena Tama memiliki rambut yang pendek seperti tentara.

"Hey, little boy. Apa kabar?"

Tama bersenyum bahagia, pancaran matanya ketika menatap Maya tidak dapat dijelaskan. "Tama baik Tante. Tante Maya sendiri apa kabar?"

"Tante juga baik, Sayang." Melihat pandangan Tama mulai menelisir melihat orang-orang berlalu lalang di indomart, kepalanya celingak-celinguk membuat Maya tersenyum. "Kak Ella lagi nggak ikut sama Tante," jelas Maya.

"Kalian saling kenal?"

Maya mendongakkan kepalanya, ia menatap pada suara lain yang kini sepertinya tengah mengalihkan perhatian mereka. Juga menyadarkan Maya bahwa sejak tadi orang itu telah berdiri diam mematung mengamati interaksi antara dirinya dengan Tama.

"Lo emaknya Ella?"

"Iya." Dagu Maya terangkat. Entah kenapa nada pria di depannya mengandung sarkasme. Ia berusaha menekan perasaan tidak nyaman. "Kamu kenal sama anak aku?"

Pria itu mendecih, seakan menganggap Maya sebagai hama pengganggu. "Mimpi buruk apa gue semalam bisa ketemu lo lagi."

Maya mendengus kesal, ia kembali berdiri tengak sehingga tinggi mereka menjadi sejajar. Pria itu menatapnya dengan sorot ketidak sukaan yang amat kentara ke pada dirinya, hingga membuat Maya mau tidak mau juga terbawa arus akan kekesalan tersebut.

"Mau apa kamu?" tanya Maya menatap pria itu menantang. Sebenarnya ingin rasanya ia menghilangkan kata-kata sopan dirinya. Jika pria ini tidak sopan, maka jangan harap akan kamus kesopanan akan keluar dari bibir cantik Maya. Hanya saja, di sini ada Tama, dia masih kecil. Hal ini tidak baik untuk diri anak itu.

"Tama sudah ketemu beli kuenya?"

Tama menggeleng menjawab pertanyaan pria itu.

Pria itu mengacuhkan Maya, dia lebih memilih untuk kembali fokus ke arah Tama. Menganggap seakan wanita di depannya itu makhluk tidak kasat mata. "Ayo kita cari di tempat lain saja. Terus pulang lagi, kasihan Eyang sendirian di rumah."

Kampret! Ni orang nyuekin gue lagi?! Gue juga mah ogah ketemuan ama lo!

Maya menatap pria itu dengan tatapan nyalang. Ia tidak terima atas sikap pria itu terhadap dirinya. Perasaan ia tidak memiliki sebuah kesalahan sehingga membuat pria itu mengibarkan bendera perang ke pada dirinya. Bahkan Maya masih sangat mengingat dengan pasti, ia sangat yakin bahwa ini adalah pertemuannya yang ke dua dengan pria menyebalkan itu. Iya, pria menyebalkan pasangan kencan butanya itu.

Samudera.

Pria muka badak yang tidak mungkin Maya lupakan.

Maya mengertak gigi, semakin dipandang pria itu semakin menyebalkan. "Dasar nggak modal. Ingat cangkir-angkir yang belum lo bayar. Lo masih ngutang ke gue belagu."

Samudera memutar bola matanya malas, dia menatap Maya ogah-ogahan. "Alaaah, gitu doang gitung. Amal kek."

"Lo nggak pantas diamalin."

Blind Date (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang