Bab 9. Nostalgila Kilas Balik

2.6K 215 7
                                    

Seketika Maya dilema.

Beberapa waktu lalu ia bersedih, kini perasaan sedih itu setelah melepaskan seluruh perasaan sampah kegundahan pada saudara kembarnya, ia malah merasa ragu kembali.

Wajahnya kusut bagai baju katun belum disetrika. Lama-lama begini terus ia merasa pertambahan usia menuju monopause dalam hitungan hari.

Keyakinannya terhadap oknum-oknum pilihan para oma menjadi setipis sehelai rambut, ditambah dengan nuansa percintaan terong yang membuat Maya semakin enggan melanjutkan kencan buta.

Apa pilihan para oma yang salah atau nasibnya yang memang nihil dalam percintaan? Maya sedih memikirkan ini.

"Gimana kencan buta waktu itu, May?"

Maya menghentikan kegiatan merapikan meja makan begitu mendengar pertanyaan Sara. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa para oma akan kembali mengungkit hal itu. Perihal kencan butanya.

"Pasti gagal, 'kan?" jawab Dara sarkastis tapi cahaya matanya seperti ada reaksi kesenangan.

Jangan bilang mereka benar-benar menikmati penderitaannya? Mata Maya menyipit, mengingat kilas balik pasangan kencan buta pilihan para oma; pertama-brondong muka badak tak bermodal, kedua-maniak kebersihan ekstrim, ketiga-brondong salesman pemaksa, keempat-pecinta terong tak berakhlaq.

Untuk pasangan kencan yang ketiga lumayan normal, cuma yang jadi masalah itu menjual tidak tahu suasana dan kondisi. Memikirkan saat pasangan kencan buta ketiga memaksa ia membeli produk seketika membuatnya menjadi jengah.

Ah, lupakan saja.

Melihat Maya diam, para oma bertukar pandang, tidak sabaran.

"Oma nggak tau lagi May. Kamu ini sudah kepala tiga ini bukan lagi masa main-main." Rika berkomentar.

Sara menghela napas, dia menatap Maya seakan menuntut jawaban. Namun, begitu melihat sikap Maya membuat Sara menghela napas. "Karena kami telah menduga kencan itu batal ... sesuai perjanjian, kamu akan mengikuti kencan berikutnya. Tentunya kali ini, tidak ada lagi sesi untuk kamu memilih. Kali ini kami yang akan memilihkan pria pasangan kencan butamu."

Kata demi kata yang ingin Maya utarakan seketika menguap begitu mendengar para oma menyela sebelum dirinya sendiri menjawab. Kata demi kata itu seakan tertahan di bibir begitu saja. Bukankah melawan orang tua itu tidak baik? Ya, maka dari itu Maya sebisa mungkin menahan jeritan hatinya, jeritan yang hanya bisa terdengar oleh dirinya.

Ketika mulut Maya terbuka ingin bernegosiasi, Sara memandang Maya dengan pandangan tidak terbantahkan. " ... dan Oma nantinya nggak mau tau, kamu harus membuat kencan kali ini berhasil. Pria pasangan kencan kamu kali ini adalah temannya kami para Oma. Tentu saja, kami akan sangat mengetahui jika nantinya kamu membuat alasan untuk membuat kencan itu batal."

"Oma ...." Membayangkan pasangan buta selanjutnya saja sudah membuat Maya mual, merasa tidak enak badan. Empat kali pengalaman telah membawa Maya kepada realita pahit akan selera para oma.

Satu kata itulah yang dapat Maya ucapkan setelah memilih untuk diam membisu sedari tadi.

"Oma ...," mohonnya kali ini, sekali lagi dengan nada lirih. Sungguh, Maya tahu bahwa para Oma bermaksud baik, tidak ingin mendengar atau bahkan melihat ibu-ibu komplek perumahan mereka membicarakan hal buruk terkait dirinya. Tetapi hati Maya belum siap. Keteguhan hatinya kembali goyah, seakan ingin melarikan diri. Ia tidak ingin melangkah sebelum menyelesaikan ganjalan hatinya.

"Apa lagi?" tanya Sara tidak sabaran. "Kamu ingin menolak lagi begitu?!"

Pandangan Maya mengabur, ia menarik napas dalam. Dadanya terasa sesak, bahkan untuk sekadar berucap saja kerongkongan-nya terasa tercekam.

Blind Date (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang