16. (Don't) Care

132 23 2
                                        

Melda berjalan gontai dikoridor sekolah yang sepi. Ia menslide layar ponselnya untuk mengecek jam berapa sekarang. Beberapa menit lalu ia baru saja selesai dari mengikuti ekstrakulikuler music yang beberapa hari yang lalu disebar kertas pendaftarannya.dan kebetulan hari ini hari pertemuan pertama dan hanya perkenalan saja.

Hari ini cewek yang rambutnya beberapa centi dibawah bahu digerai indah ini sedang tidak bawa mobil karena kendaraan roda empat itu masih dibengkel dan Melda menunggu Mila yang menjemput. Ia memilih untuk duduk dibangku koridor sambil menunggu sang kakak menjemput. Otaknya tiba-tiba terputarkan memori beberapa hari lalu. Dimana hubungan persahabatan mereka merenggang. Melda mendesah hatinya sangat khawatir. Ia tidak bisa begini dengan sahabatnya sendiri. Sejujurnya tidak nyaman jika harus berantem dengan sahabat sendiri. Apalagi hanya karena kesalah pahaman semata. Melda sama sekali tidak menyimpan perasaan apa-apa terhadap Kevin ia hanya menganggap Kevin sebagai teman. Itu saja. Tidak lebih.

Dan jika memang mereka sahabat, kenapa Megan atau Nabila tidak pernah memberitahu bahwa Megan ternyata menyukai Kevin? Memang Melda Tuhan yang tau segalanya? Atau paranormal yang jago menebak isi hati seseorang?

Kini dihatinya hanya terukir nama Fahri. Kekasihnya selama 6 bulan belakangan ini. Kekasih yang ia idam-idam kan. Dan sekarang, hubungannya dengan Fahri pun sudah kacau balau. Sebenarnya tadi Melda mendatangi Fahri kekelasnya. Dan dengan seenak jidatnya dia langsung pergi keluar kelas yang membuat Melda harus menahan malu. Ditambah lagi teman sekelas Fahri yang kepo kayak monyet dora dan terus menanyai ada apa dengan hubungan mereka?

"Arrghhh," Melda mengacak-acak rambut panjangnya frustasi. Ini semua gara-gara Azka. semenjak Azka datang dikehidupannya, semuanya menjadi kacau. Kalau saja waktu itu ia tak pernah berurusan dengan Azka karena Revan, mungkin sampai kini ia tidak akan pernah kenal dengan cowok brandal itu. Hubungannya dengan Fahri pun akan tentram damai dan sentosa. Tolong ingatkan Melda bahwa ia bertemu cowok itu ia akan menjitak kepalanya berkali-kali.

"Kenapa lo?" suara khas cowok masuk ketelinga Melda dan terdengar familiar. Ia menoleh dan sempat terdiam beberapa detik. Orang yang membuatnya kesal setengah mati hadir dan duduk tepat disebelahnya dengan pakaian basket dan tubuh penuh dengan keringat. Melda meneguk salivanya maafkan Melda teman-teman, melihat wajah datar Azka saja Melda tak berani apalagi menjitaknya.

"Nggak kenapa-napa." Sahut Melda datar.

Azka menaikkan satu alisnya sambil meneguk sebotol air mineral yang tadi ia bawa. "kok lo belum pulang?" Melda mengunci layar ponselnya lalu fokus pada Azka. "belum dijemput,"

Azka hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Eh lo tau gak semenjak gue kenal lo gue sering kena sial. Awal kenal sama lo aja dikecelakaan Revan, trus sekarang hubungan gue sama Fahri juga rusak gara-gara lo," entah angin apa yang membuat Melda berani mengutarakan unek-unek hatinya itu secara langsung pada Azka. Mungkin Melda lupa kalau Azka itu manusia harimau.

"Hah? Gue?" Azka menyentuh dada bidangnya. "Enak aja lo salahin gue, lo kira gue seneng bisa kenal sama lo? udah kemarin nangis maen nyosor-nyosor aja lo pe- hmpptt.." dengan cepat Melda membekap mulut cowok itu. "Ih ngeselin banget sih, kalo ada orang yang denger gimana?"

"I don't care."

"Arrrghhh gue pusing, bosen idup gue."

Azka tersenyum miring. "Baru gitu aja udah bosen idup. Masih banyak lagi orang yang punya masalah lebih berat daripada lo, tapi mereka gak ada tuh bosen idup. Jangan bilang lo mau bunuh diri?"

Melda menoyor lengan Azka membuatnya sedikit meringis. "Ngaco."

Azka melempar botol mineralnya kearah tempat sampah dan tepat sasaran langsung masuk kedalamnya. Ia membenarkan posisi duduknya menghadap Melda. Membuat Melda meneguk salivanya. "Nih ya, masalah lo itu belum ada apa-apanya tau gak. Lo tau gue? gue ditinggalin nyokap waktu kelas 8. Waktu gue masih butuh kasih sayang, kakak gue juga ninggalin gue dan disaat gue terpuruk-terpuruknya. Orang tua gue juga sempat cerai waktu itu, lo gak pernah tau rasanya gimana. Ck arghhhh," Azka menjambak rambutnya yang tidak bersalah itu. Ia mengepalkan tangannya pada bangku panjang yang terbuat dari kayu yang mereka duduki itu.

Melda mendadak kaku saat the real jati diri Azka keluar. Ia meneguk salivanya dan mendadak kerongkongannya terasa kering. "Ka udah Ka, udah." Melda menyentuh bahu Azka berusaha meredam emosi cowok disampingnya ini.

Melda menyelipkan anak rambut yang berkelana kewajahnya menuju belakang telinganya. "Trus lo tinggal sama siapa sekarang?" entah kenapa Melda kini kepo kek monyet dora. Ia ingin tau apa masalah Azka. Ia ingin tau apa penyebab kenakalan Azka. Brandalnya Azka. Dinginnya Azka terhadap cewek. Ia ingin tau semua itu walau tak sama sekali menyangkut kehidupannya.

Karena dibalik kenakalan seseorang itu pasti ada sesuatu yang bikin dia terpuruk .

"Sama bokap tapi berasa tinggal sendiri."

"Kenapa?"

Azka menggerak-gerakkan seragam basketnya bagian depan karena kepanasan. Air keringat mengucur lewat tepi wajahnya dan jatuh mengenai seragam basketnya. "Ya karna dia sibuk kerja. Gak ada lagi yang peduli sama gue, ehh udah ah kok jadi acara curhatan sih? Lo kira lo mamah dedeh?"

Melda merubah posisi duduknya yang semula menghadap Azka kini beralih menyandarkan punggungnya pada senderan bangku yang ia duduki itu. "Ya gak pa-pa sih kalo lo butuh temen curhat." Ucap Melda.

"Gue gak ma-ma kok."

"Apaansih,"

"Eh Ka, sebenarnya lo itu kenapa sih jadi brandal gini? Sampe-sampe dipindahin kekelas ipa. Trus udah keseringan kepergok ngerokok dirooftop masih aja ngelakuin, gak capek apa jadi anak nakal?"

Azka menghela napas beratnya sebenarnya otaknya tak ingin berlama-lama disini ia ingin segera pulang. Tetapi hatinya ingin tetap disini. Bukan apa-apa ia bosan dirumah. Ia ingin melepas penatnya diluar. Ia ingin melupakan masalah keluarganya. Kalau bisa ia amnesia sekarang juga agar semuanya lenyap dari memori otaknya. Apa perlu dia format dulu otaknya?

Pengen banget ngerefresh otak. Ngedelete semua masalah. Ngeformat rasa kekecewaan. Dan install masa depan yang lebih cerah.

"Udahlah, lo gak perlu capek-capek urusin hidup gue. Gue udah gede, gue cowok. Gue bisa ngelakuin semuanya tanpa mereka. Gue bakalan buktiin ke-mereka bahwa gue bisa tanpa keperdulian mereka." Ucap Azka dengan tekad yang berkibar. Ia menoleh sekilas kearah Melda. Saat tersadar lalu ia menoleh lagi. Matanya cewek itu berkaca-kaca. Buliran transparan mengambang dikelopak matanya bagian bawah.

Tes!

"Lo ngapain nangis sih Mel? Yaampun ntar orang salah paham dikirain gue ngapa-ngapain lo lagi," Azka menjadi panik sendiri sambil menyentuh bahu kiri Melda. Melda hendak menepis air mata yang baru saja turun itu tetapi tangan Azka lebih cepat 1 detik darinya. Melda menoleh dan disaat yang sama Azka menatapnya.

Azka berdehem kemudian menarik tangannya dan meletakkannya diatas pahanya. "Gue Cuma sedih denger cerita lo. Ternyata masalah gue gak ada apa-apanya dibanding lo," ujar Melda dengan suara parau. Azka mengangguk seraya tersenyum tipis.

"Lahh, cengeng," ucap Azka sambil terkekeh seraya menusuk-nusuk pipi kiri Melda. Melda menepis jari telunjuk Azka. "Dihh apaan,"

"Udah ah gue mau pulang, satu lagi. Semua yang tadi gue ceritain lupain aja, anggap aja gue gak pernah cerita itu semua ke lo. sebenarnya gue gak ada niatan mau ceritain ini ke orang sembarangan yang apalagi sama sekali gak deket sama gue, Cuma keceplosan gara-gara lo sih pake curhat-curhat segala, " ucap Azka sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan Melda sendirian dikoridor yang sepi ini.

"Azka, tapi kenapa?!"

"Azka!!!" teriak Melda sambil berdiri berusaha mengejar langkah panjang Azka. Azka yang ada beberapa langkah didepannya tak sedikitpun menggubris panggilan Melda. Ia terus berjalan seolah tak ada mendengar apa-apa.

"Apa sih yang ngebuat lo jadi kayak gini?" Tanya Melda, ia setengah berteriak karena yang diajak berbicara tak sedikitpun menghiraukannya.

Azka tetap berjalan walau Melda setengah berlari dikoridor untuk menyamai langkahnya. "Lo itu siapa sih? Ngurusin hidup gue. Gue aja gak peduli lagi sama hidup gue,"

Melda mengernyit bingung, "Gue bener-bener gak ngerti. Lo ada masalah apa sih, kenapa lo pendem sendiri? Lo terlalu buat gue penasaran.Tell me why Ka, ceritain sama gue semuanya," ucap Melda sambil berhadapan dengan Azka dan menggenggam kedua tangannya.

"Jadi lo bersikap care sama gue Cuma karena penasaran? Gue gak butuh kepenasaran lo!" ucap Azka sambil menghentakkan tangannya dan meninggalkan Melda.

------------------------------------------

Tbc!

Tell Me WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang