Sebulan berlalu kini kehidupan Melda sudah seperti biasanya. Tetapi Melda kini lebih sering melamun. Ia juga jadi jarang kekantin, meskipun teman-temannya sudah mengajaknya. Melda juga tidak tau entah kenapa Azka menjadi rutin setiap hari mengantar makanan saat istirahat.
Tepat ke 14 hari atau dua minggu setelah Fahri menghilang, malam itu Fahri meneleponnya. Tentunya Melda speechels saat itu. Pertanyaan beruntun ia serbu saat setelah menekan tombol hijau dilayar handphone nya. Tetapi apa yang didengarnya membuatnya putus asa saat itu.Bahkan sejak kalimat pertama yang Fahri ucapkan.
"Mel, gue pindah ke New york." Melda terisak. Ia tak kuasa menahan tangisnya. Bahunya bergetar hebat naik turun seirama dengan deru napasnya yang tersengal-sengal.
"Mel? Lo jangan nangis Mel. Jawab gue Mel,"
"Ri... l-lo jahat Ri.." Cuma kata-kata itu yang mampu Melda ucapkan disela isak tangisnya.
"Mel plis jangan nangis Mel. Gue juga gak tenang disini,"
"Hikss... lo ke-napa pindah Ri.."
"Mel Papa sakit Mel. Jadi Mama ngajak gue pindah kesini sekalian ngerawat papa. Papa disini kerja, lo tau kan papa disini juga sendirian. Mel lo harus kuat, gue sayang sama lo Mel. Lupain gue ya Mel,"
"F-fahri. Lo ja-hat Ri! Lo jahat! Lo kenapa g-gak ngasih tau gue. lo menghilang gitu aja.. kenapa ri.."
"Ma-maaf Mel. Gue gak tega ngeliat lo. ini juga terpaksa Mel, lo harus ngerti. Jujur, gue gak siap ngasih tau ini semua ke lo. Maafin gue udah pernah nyakitin lo, maafin gue juga kalo pernah ngebentak lo. Sebenarnya gue gak benci sama Azka, gue Cuma mau buat lo benci sama gue dengan gue yang pura-pura terlalu possessive,ngebentak lo, pokoknya gue minta maaf semuanya ya Mel,"
"L-lo bener-b..bener jahat Ri.. lo bisa ngejelasin baik-baik kan.. kenapa gini Ri.." Melda mengunci pintu kamarnya. Tubuhnya merosot kelantai. Ia menutup mulutnya, mereda tangisnya agar tak ada yang tau. Ia menyeka air matanya yang sudah entah keberapa kali meluncur bebas itu.
"Mel udah jangan nangis Mel. Gue disini jauh, gak bisa ngelap air mata lo. Lo disana jaga kesehatan ya, jangan tidur kemaleman, jangan telat makan.Disana pasti ada yang bakalan ngegantiin gue disisi lo. Gue sayang sama lo Mel.."
Tut tut tut...
Sambungan terputus secara sepihak oleh Fahri. Melda menenggelamkan wajahnya diatas kedua lututnya. Melda masih terisak. Tangisnya benar-benar pecah. Melda butuh Fahri disini. Kenapa Fahri harus pindah. Melda juga tak bisa menyalahkan Papa Fahri yang sakit. Tapi Melda juga tak bisa tanpa Fahri.
"Mel?" seseorang menyentuh bahunya membuyarkan lamunan Melda.
"Hah? Eeh, kenapa?"
"Lo nangis?"
"Hah?" Melda menyentuh pipinya yang... basah? Sejak kapan buliran itu turun?
Buru-buru ia menghapus air matanya. Padahal ia hanya mengingat kejadian dua minggu lalu itu. Tetapi mengapa ia bisa menangis? Huft! Melda harus kuat. Melda harus bisa. Mungkin semua ini udah diatur sama yang diatas. Kalau emang jodoh bakal balik kok.
"Nggak kok, lagi keinget aja,"
"Keinget Fahri ya?" Tanya Azka sambil menyeruput minumannya.
Melda tertawa hambar. "Iyaa,"
"Uhhukk, uhuk,."
"Lo lagi batuk ya?"
Melda terkekeh kemudian mengangguk.
"Uhuk..uhukk."
"Udah minum obat Mel?" Melda menggeleng. "Nanti kedokter ya?"
Melda menautkan kedua alisnya sambil tertawa. "Yaampun Ka, Cuma batuk doang,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Why
Fiksi Remaja(Republish 2019) 3 hal yang Azka benci didunia ini; 1. Gelap 2. Permen karet 3. Cewek Melda tidak tau apa alasan yang pasti untuk Azka yang membenci dirinya. Bahkan mungkin semua cewek dimuka bumi ini? Yang Melda tau sikapnya selalu berubah-ubah. Te...