21. Fahri

134 19 3
                                    

Fahri mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia tidak tau harus bagaimana. Disatu sisi ia harus melakukannya tapi disisi lain ia tak ingin. Keputusan ini memang harus ia lakukan walau sejujurnya setengah dirinya memang tak ingin.

Tangannya bergerak mengetik sesuatu dibenda persegi panjang yang tipis itu. Kemudian ia mengambil jaket berwarna hitamnya dan menyambar kunci mobilnya yang ada diatas nakas lalu melaju menuju tempat yang sudah ia tentukan.

Saat didalam perjalanan, pikirannya berkecamuk. Ia juga tak tau akan terjadi apa selanjutnya jika Melda tau ini semua.

Mobil Fahri mendarat dan terparkir dihalaman parkiran disekolahnya. Ia turun lalu berjalan dengan pencahayaan yang minim karena ini sudah pukul 10 malam. Tentu saja disekolah tidak ada siapa-siapa. Dan untung saja pagar belakang sekolah tidak dikunci dan ia bisa masuk dengan mobilnya.

Setelah sampai dirooftop Fahri melihat seseorang dengan hoodie abu-abu sedang berdiri membelakanginya. "Ternyata lo udah dateng,"

Seseorang itu membalikkan tubuhnya kemudian tersenyum miring. "Udah dari tadi, lelet."

Fahri berdehem, baru saja ia hendak mengatakan sesuatu Azka lebih cepat memotongnya 1 detik. "Ada apa lo nyuruh gue dateng kesini malem-malem gini? Ooh, gue tau lo pasti mau nyuruh gue buat jauhin Melda kan? ambil! Gue gak suka sama dia, gue nolong dia ya hal biasa lah, wajar kek gue nolong orang lain,"

"Emang tentang Melda." Sahut Fahri singkat kemudian berjalan melewati Azka. Ia memandangi pemandangan dari rooftop sambil menendang kerikil-kerikil kecil.

"Kan udah gue bi-" ucapan Azka terpotong oleh Fahri. "Gue minta sama lo buat jagain Melda."

"HAH? Maksud lo?"

Fahri mengacak-acak rambutnya frustasi lalu mengusap wajahnya dengan gusar. "Gue..."

"Lo kenapa sih? Anjir ngomong yang jelas!"

"Heh lo bisa biasa aja nggak? Jangan mancing emosi gue!" bentak Fahri sambil menunjuk Azka. Azka menepis tangan Fahri dengan satu hentakan. Memang Azka dan Fahri tidak bisa bersatu. Bagai air dan minyak.

"Udah ya, gue gak mau berantem sama lo. Bikin capek aja tau gak," Azka duduk dikursi tempat biasa ia dan teman-temannya menongkrong dirooftop ini sementara Fahri berjalan mendekat lalu ikut duduk dikursi yang sederet dengan Azka dan hanya terhalang 3 kursi.

Fahri berdehem. Sejujurnya ia masih tak ingin. Ia juga tak rela. Tapi ini semua harus ia lakukan demi Melda. "Gue minta sama lo buat jagain Melda. Gue tau beberapa kali mau kebetulan atau nggak, lo selalu ada disaat Melda ngebutuhin bantuan, lo juga beberapa kali ngebantu keluarganya,"

Azka sesekali menoleh kearah Fahri. Ia sama sekali belum mengerti kemana arah pembicaraan kekasih Melda ini. Dari tadi ia hanya berbelit-belit.

"Maksud lo apa sih? Ngomong yang jelas kenapa? Belit-belit banget." Gerutu Azka mulai emosi.

"Sebenarnya gue juga gak rela. Tapi mau gimana lagi, tapi gue bener-bener gak rela, ya Allah arrghhh!!"

Azka berdiri sambil menggeram kesal. Rahangnya mengeras giginya bergemelutuk. Kemudian ia mulai berjalan meninggalkan Fahri yang masih gaje.

"Woi Azka! main pergi-pergi aja lo!"

Azka menghentikan langkahnya lalu memutarkan tubuhnya. "Bangsat! Lo dari tadi gak jelas. Intinya lo nyuruh gue kesini ngapain? Udah setengah jam waktu berharga gue kebuang,"

"Gue mau pindah ke New York."

***

"Jadi tujuan lo ngajakin kita kesini apa?" Gilang mengucek-ucek matanya yang masih terasa kantuk itu.

Tell Me WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang