Menjaga Revan.
Adalah pekerjaan tersulit yang pernah Melda dapatkan didunia ini. Bahkan lebih sulit dari mengerjakan 50 soal matematika dan fisika. Pasalnya, bocah berumur lima tahun itu sangat-sangat bandel dan mungkin liar(?).
Revan tidak bisa duduk diam atau bermain bola dengan tenang diteras rumah. Sudah pasti ia berlari kesana kemari atau bahkan keliling komplek, membuat Melda kelelahan mengejarnya. Revan adalah anak kakaknya yang sedang dititipkan pada dirinya.
Karena Mila sang kakak harus bekerja dari pagi hingga sore baru pulang. Biasanya, ada yang menjaga Revan dirumahnya. Tetapi kebetulan mbak-mbak yang menjaga Revan sedang pulang kampung karena ibunya sedang sakit dan besok baru akan pulang setelah seminggu yang lalu. Melda mungkin harus banyak-banyak bersyukur karena hari ini adalah hari terakhir ia menjaga Revan.
"Ontii, ayo ajak Evan jalan-jalan kita main bola ditaman, ayoo ontii.." rengek Revan sambil menarik-narik baju Melda dengan logat bicaranya. Melda yang sedang mendengarkan musik menggunakan headphone, langsung melepaskan benda itu dari kepalanya.
"Onti onti, kamu kira aunty mak nya onta. Revan, aunty capek baru pulang sekolah. Kita main robot-robotan aja ya?" pujuk Melda. Sejujurnya ia lelah sekali hari ini.
"Nnggak mau!! Pokoknya Evan mau main bola ditaman. Baru juga jam 3, kan bentar lagi mama pulang. Ayoo onti,,, kan hari ini hari terakhir Evan sama onti.." Revan kembali merengek sambil -kali ini menarik tangan Melda.
Melda pasrah dan mendengus kesal. "Ck, iyadeh iya. Udah pande ngomong aja nyerocos mulu. Janji nanti disana gak boleh jauh-jauh dan gak boleh nakal,"
"Iya janji."
Melda menghentikan mobilnya tepat diparkiran taman kota. Dari rumahnya, hanya butuh waktu 20 menit untuk sampai ketaman ini. Revan tampak senang dan turun dari mobil dengan antusias. Bola plastik dalam pelukannya ia hempaskan diatas rumput-rumput yang pendek dan terlihat tertawat, lalu ia tendang kesembarang arah. Melda memilih duduk dibangku taman sambil mendengarkan musik. Headphone setianya tak lupa ia bawa kemana-mana.
Selang beberapa menit Melda duduk sambil mendengarkan musik, ia mendengar suara tangisan dan langkahan kaki mendekat. Melda segera membuka headphonenya dan menoleh kesumber suara. Astaga!. Revan sudah berlumuran darah dalam gendongan seorang cowok yang Melda tak kenal.
"Lo ibunya? Seharusnya lo jaga anak lo. Untung dia masih sadar dan ngasih tau dia kesini sama siapa." Ucap cowok itu dengan nada suara tinggi. Melda tidak menghiraukan perkataan cowok didepannya. Ia panik dan langsung menyuruh cowok itu membawa Revan masuk kemobilnya.
"Lo ha-..harus ikut, gue mau tau pe-penjelasan lebih lengkapnya," ucap Melda dengan sedikit bergetar.
"Gue? Ikut?" Tanya cowok itu menunjuk dirinya.
Dengan cepat Melda menarik tangan cowok itu dan menyuruhnya duduk dikursi pengemudi. Air mata mengalir dipipi Melda. Ia sangat-sangat panik. Kejadian yang tak diduganya telah terjadi. Bagaimana kalau Revan gegar otak atau amnesia?. Ah tidak-tidak, Melda harus positif thinking.
"O..oontii kepala Revan sakit,," lirih Revan sambil berbaring dipangkuan Melda.
"Iya Van, sabar ya."
"Bisa cepet dikit gak? Ini ni emergency, darurat, pliss ngebut dikit." Desak Melda pada cowok disebelahnya.
Cowok itu berdecak, "Ck, ini juga udah ngebut. Lo sih,"
Sesampainya dirumah sakit, Revan segera dibawa ke UGD dan ditangani oleh dokter. Melda dan cowok yang membawa Revan tadi, duduk didepan ruangan Revan. Tangan Melda bergetar hebat. Sekujur tubuhnya seperti menggigil. Ia tak tau apa yang barusan ia lakukan. Ia sudah lalai. Bagaimana kalau kakaknya marah, bagaimana kalau Mamanya marah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Why
Fiksi Remaja(Republish 2019) 3 hal yang Azka benci didunia ini; 1. Gelap 2. Permen karet 3. Cewek Melda tidak tau apa alasan yang pasti untuk Azka yang membenci dirinya. Bahkan mungkin semua cewek dimuka bumi ini? Yang Melda tau sikapnya selalu berubah-ubah. Te...