Kita hanya diciptakan untuk sebuah pertemuan, bukan untuk bersatu.
- - - -
Sudah 3 bulan lamanya Ify menginjakkan kakinya di kota Yogyakarta, banyak sekali perubahan yang ia rasakan setelah ia berada di kota tersebut. Jalan kehidupannya pun perlahan berubah. Ify dituntut untuk mandiri disini, tidak ada Bunda, tidak ada Alvin dan tidak ada keluarga nya disini. Ia harus bisa hidup sendiri di kampung orang.
3 bulan sudah dirinya menyandang sebagai mahasiswa Kedokteran. Ada rasa bangga tersendiri dengan apa yang telah dicapainya. Jam menunjukkan pukul 6 sore, dan ia masih berada dikampus untuk menyelesaikan tugas yang selalu menyapa dirinya. Dan kini Ify memutuskan untuk kembali ke Asrama sebelum malam menyapa.
Jarak antara Asrama dan Kampusnya tidak begitu jauh, hanya membutuhkan waktu 3 menit saja sudah sampai. Sesampai di Asrama, Ify mengeluarkan kunci kemudian menempelkan pada knop pintu. Ify berjalan kearah tempat tidur berukuran sedang seraya memejamkan matanya. Entah mengapa dirinya merasakan rindu yang teramat berat kepada seseorang.
Tanpa disengaja, air mata nya turun tanpa disuruh. Ia merindukan sosok laki-laki yang dulu bersamanya, yang dulu melindungi dirinya. Sungguh, namun mengapa keadaan seperti memang tidak memihak dirinya. Walau memang sekarang, mereka tidak pernah lagi bertukar kabar. Namun Ify diam-diam merindukan sosok Rio. Merindukan sosok yang dulu sangat menyebalkan baginya namun kini, sosok Rio hanyalah kenangan. Kenangan yang hanya bisa disimpan.
Bagaimana kabar laki-laki itu? Akankah sehat? Atau sedang memikirkan dirinya sama seperti dirinya memikirkan laki-laki itu. Ify menghembuskan napasnya kasar lalu menghapus air matanya dengan kasar. Semakin ia tidak ingin mengingat laku-laki itu namun semakin sering ia memikirkannya.
Nama Rio berhasil memporak-poranda kan hatinya. Ingin ia berpaling ke laki-laki lain namun semua pikiran hanyalah tertuju pada Rio yang jelas-jelas belum tentu memikirkannya. Ify membuka jas dokter kebanggannya dengan kasar dan melemparkannya sembarang.
Setiap kali ia memikirkan Rio, sakit hatinya kepada pemuda itu kembali menguar. Dimana ketika hari keberangkatannya untuk berkuliah, laki-laki itu tidak mengantarnya. Untuk mengirim pesan saja tidak.
"Udahan dong Fy sedihnya udaahh." Ucap Ify dengan suara parau.
"Belum tentu juga dia mikirin elo kan?." Ucapnya lagi.
Setelah itu akhirnya gadis itu tertidur pulas.
- - - -
Di Jam yang sama, seorang laki-laki yang kini sedang duduk santai di balkon kamarnya dengan menikmati sebatang rokok. Kini rokok sudah menjadi teman sejatinya selama beberapa bulan. Bukan dirinya tidak tahu apa itu bahaya merokok, namun ia hanya ingin menenangkan dirinya lewat rokok yang ia hisap.
Seorang perempuan, merampas dengan kasar rokok tersebut dan membuangnya kelantai. Dengan tatapan penuh amarah ia menampar kuat pipi laki-laki itu.
"Mau sampe kapan sih lo kayak gini, Io?." Kata Shilla lirih, ia tidak kuat jika harus melihat Rio bergantung dengan rokok.
"Semenjak dia pergi, lo berubah. Lo bukan lagi Rio yang gue kenal." Lanjutnya.
"Rokok gak akan bantu masalah lo. Kenapa sih lo jadi kayak gini?."
"Cewek bukan cuma dia Rio. Bukan cuma Ify. Masih banyak cewek yang cinta sama lo." Lanjut Shilla.
'Termasuk gue.' Lanjutnya dalam hati.
Rio, laki-laki itu hanya diam saat sahabatnya mengomeli dirinya. Ini bukanlah pertama kali Shilla marah pada dirinya, sudah berulang kali Shilla marah pada dirinya. Namun Rio tidak pernah mendengar sedikitpun. Ia menyesal karna tidak mengantar perempuan yang dicintainya itu untuk pergi menuntut ilmu disana.
"Dia masih 1 dunia sama lo, Rio. Dia masih hidup. Lo bisa kan, susul dia kesana? Jarak antara Jakarta - Yogyakarya itu ga begitu jauh. Lo tau kan kampus dia? Kenapa gak lo susulin dia kesana?." Tanya Shilla. Mungkin merelakan Rio bersama yang lain itu adalah cara satu-satunya dan cara terbaik.
Mungkin dirinya harus merelakan Rio yang memang sudah jelas tidak mencintainya. Sesak. Kadang ia berpikir, mengapa harus ada perasaan untuk Rio?
"Berhenti merokok, Rio. Gue mohon. Gue gak suka liat orang yang gue sayang kenapa-napa karna rokok." Pinta Shilla.
Rio melirik Shilla, wajah gadis itu sudah memerah akibat menahan tangis. Sudah berulang kali, dirinya membuat Shilla menangis hanya karna dirinya. Rio tersenyum tipis kemudian bangkit dari duduknya dan memeluk tubuh mungil Shilla.
Shilla merasa hatinya rapuh ketika ia merasakan pelukan Rio. Bagaimana Rio merengkuh tubuhnya, ia menumpahkan segala kesedihannya di dada bidang laki-laki itu. Ia menumpahkan segala air matanya. Ia hanya ingin merasakan pelukan ini. Pelukan Rio yang menghangatkan hatinya.
"Gue gak butuh harta. Gak butuh apapun kecuali el, Rio. Cuma lo yang gue butuhin." Batinnya menjerit.
"Maaf, Shill gue gak bermaksud buat lo sedih." Bisik Rio.
Andai Rio memiliki perasaan yang sama dengan apa yang ia rasakan, andai Rio hanya untuknya. Namun semua itu hanya sebuah kata andai yang tidak akan pernah menjadi kenyataan.
- - -
Pagi-pagi sekali, Rio sudah memakai lengkap pakaiannya. Liburan di Jakarta telah usai, kini Rio berniat kembali ke Bandung.
"Mau langsung ke Bandara?." Tanya Shilla yang mengagetkan dirinya. Rio mengangguk.
"Di Bandung lo jangan coba-coba lagi ngerokok ya! Pokoknya kalo gue sampe tau lo ngerokok, gue gak bakal mau sahabatan lagi sama lo." Ancam Shilla. Rio tersenyum tengil kemudian mengangguk.
"Gue tuh perduli sama lo, Yo. Gue gak mau lo sakit hanya karna rokok." Lanjut shilla, Rio mengangguk.
"Jam berapa ke Bandara?." Tanya Shilla lagi.
"10 Shill." Jawab Rio.
"Gue gak bisa anter ni. Jam 9 ada kelas gue." Ucap Shilla.
"Gak papa kok. Gue udah terlalu sering ngerepotin lo Shill. Maaf ya selama gue di Jakarta lo harus bolak-balik rumah lo sama rumah gue." Ucap Rio.
"Gak papa, itung-itung nolong haha. Udah ya, gue mau berangkat kuliah. Hati-hati dijalan." Ucap shilla.
"Shill."
"Makasih. Makasih untuk selalu jadi sahabat gue setiap saat, kalo lo punya pacar jangan lupa kenalin ke gue ya."
"Dan maaf bikin lo selalu sedih karna sikap gue."
"Gak masalah. Yaudah gue pergi ya." Shilla tersenyum, dibalik senyum tersebut ada sebuah luka besar yang menyelimuti hati gadis itu. Namun Shilla sudah bertekad besar untuk berhenti berharap. Berheti mengharap cinta laki-laki itu yang jelas-jelas cinta tersebut bukanlah untuk dirinya. Berhenti berharap mungkin jalan satu-satunya untuk mulai menata hatinya. Biarkan Rio yang kini ingin memulai kisah baru dengan gadis lain. Jika memang itu yang terbaik, ia ikhlas. Karna ia percaya, suatu saat nanti pasti ada seseorang yang mengharap cintanya.
Bersambung...
@WulandariDevi4

KAMU SEDANG MEMBACA
L O V E ❤ (ENDING)
Teen FictionSebuah kisah yang rumit antara dua sejoli yang saling jatuh cinta dan harus berpisah karna sebuah insiden. Akankah kedunya bisa bersatu? . . . #746 in teenfiction (30 - 09 - 2017)