Kamar dan rambutnya yang berantakan, membuat Junka merasa malas dan tidak enak badan. Selera makannya hilang seketika saat ia megambil gigitan pancakenya yang kelima. Ia menaruh kembali piring tersebut di atas meja dan memijatkan samping-samping jidatnya.
"Hei, kau tidak apa-apa?" tanya Ronald yang tiba-tiba muncul dari pintu sambungan kamarnya dengan kamar Ronald.
"Tidak. Enak. Badan..... kehilangan. Selera. Makan," gumam Junka.
"Oke, sudah cukup kau menjadi seperti ini. Hmm... bagaimana jika kita jalan-jalan di sekitar taman hotel untuk mencari udara segar?" tanya Ronald sambil menghampirinya dan mengelus punggungnya.
"Um-oke. Tapi... selama kau ada di sampingku, aku akan ikut."
"Hahaha... oke. Ayo kita pergi."
Junka dan Ronald keluar dari kamarnya dan turun ke lantai lobi melalui lift. Di sisi lain, Richard masih tertidur lelap di kamarnya.
Ding!
Mereka berdua keluar dari lift dan pergi ke arah pintu besar yang terletak di paling belakang lantai itu. Saat mereka membuka pintu besar itu, terlihat banyak anak-anak yang sedang asik bermain dan berenang di kolam renang dan orang-orang yang sedang lari dan olahraga di taman belakang hotel.
"Wow... pagi ini banyak yang keluar dari kamar juga," ujar Junka.
"Iya. Ayo kita lari di sekitar taman!" ujar Ronald dan mulai lari ke jalur yang semua orang lalui.
"Hei, tunggu aku!" ujar Junka dan menyusulnya di belakang.
***
"Kak, kakak benar mau melakukan ini?"
"Iya, urusan kakak dengannya belum selesai. Dan lagipula, mengapa kau ikut campur dengan urusanku?!"
Perdebatan di antara adik-kakak Lavada itu tidak ada akhirnya sejak kemarin. Alice yang masih dendam dengan Junka, sedang merencanakan sebuah pembalas dendam yang besar. Sedangkan adiknya—Amy Lavada tidak menyukai perilaku kakaknya yang kini terlihat seperti orang gila. Melihatnya saja sudah seperti orang yang kerasukkan setan.
Saat ia mengetahui kakaknya yang masuk penjara, ia merasa lega karena kakaknya bisa mendapatkan sebuah pelajaran yang besar. Tapi sekarang, kakaknya sudah keluar dari penjara. Namun perilaku jahatnya masih menempel pada dirinya. Entah sampai kapan kakaknya akan dendam pada adik kelasnya yang itu.
"Aku tidak mengerti lagi denganmu kak. Kenapa kau ingin menyiksa adik kelasmu seperti ini? Apakah kau sudah kehilangan akal sehatmu?! Baru pertama kali aku melihat seorang bully yang ingin menyiksa korbannya hingga separah ini. Dan pembully itu adalah kakakku sendiri," ujar Amy.
"Diam! Sudah kubilang berkali-kali jika ini adalah urusanku. Bukan urusanmu. Sekali lagi kau ikut campur dengan masalahku, aku pastikan kau akan tidur di halaman belakang bersama dengan anjingmu itu," ujar Alice.
"Kau tahu kak? Aku benci kamu. Ini bukanlah Alice yang aku selalu pandangi sehari-hari. Ini adalah Alice yang sudah kerasukan setan jahat yang dapat menyiksa banyak korbannya," ujar Amy dan beranjak dari tempat duduknya. Sebelum ia membuka pintu kamar kakaknya, ia melihat Alice sekali lagi. "Aku hanga ingin menasihatimu saja. Tidak baik untuk menyiksa orang yang tidak bersalah."
Lalu, Amy membuka pintunya dan keluar dari kamar Alice.
"Akhirnya selesai juga ceramah dia. Aku sudah lelah mendengarnya menceramahiku seperti Ibuku. Ish..." gumam Alice.
KAMU SEDANG MEMBACA
Common Fate ✔️
Teen Fiction[ B O O K 1; PROSES EDITING] Junka Akihabara dan sahabatnya telah bersatu selama 3 tahun berturut-turut. Mereka semua dipertemukan di Tokyo dimana mereka bersekolah di sekolah yang sama. Semua orang mengenal mereka sebagai sekumpulan sahabat yang s...